PENDAHULUAN
Masa remaja adalah suatu masa transisi antara masa anak – anak dan dewasa, masa dimana terjadi perubahan - perubahan fisik, mental dan psikologis secara drastis. Karena perubahan – perubahan seperti inilah masa remaja sering disebut sebagai suatu masa kritis. Bunuh diri merupakan suatu masalah yang sering dialami. Selama tahun 1950 sampai dengan 1988 rata – rata bunuh diri pada remaja yaitu usia antara 15 dan 19 tahun (Attempt suicide, 1991). Menurut Leahey dan Wrigth, 1987 menyatakan bahwa pada usia remaja bunuh diri merupakan penyebab kematian kedua dimana motivasi remaja melakukan percobaan bunuh diri yaitu 51 % masalah dengan orang tua, 30 % dengan lawan jenis, 30 % masalah sekolah dan 16 % masalah dengan saudara.
Keluarga sering menjadi sorotan utama bila remaja bermasalah. Kenyataan ini tidak bisa dipungkiri karena remaja itu sendiri merupakan bagian dari keluarga. Peran kelurga dalam membina dan mengatasi masalah remaja amatlah diperlukan.
Perawatan kesehatan pada remaja sebagai bagian dari perawatan kesehatan keluarga, juga merupakan suatu upaya dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh remaja . Pendekatan pada keluarga, diharapkan mampu untuk mengenal masalah – masalah yang terjadi pada keluarga khususnya masalah yang terjadi pada remaja, sehingga permasalahan yang ada dapat diatas secara efektif.
Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena remaja berada dalam keadaan stress yang tinggi dan menggunakan koping yang maladaptive. Selain itu bunuh diri merupakan tindakan merusak integritas diri atau mengakhiri kehidupan. Oleh karena itu perawat memerlukan pengetahuan dan ketrampilan yang dapat mencegah terjadinya bunuh diri dengan memberikan informasi kepada keluarga.
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang yang dapat mengahiri hidupnya sendiri dalam waktu singkat. Selama tahun 1950 sampai dengan 1988 rata – rata bunuh diri pada remaja yaitu usia antara 15 dan 19 tahun (Attempt suicide, 1991).
Menurut Budi Anna Keliat, bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Keadaan ini didahului oleh respons maladaptive. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
2. Pembagian.
Umumnya dibagi atas 3 yaitu berpikir bunuh diri (suicide ideation), membuat bunuh diri (gesture), dan mencoba bunuh diri (attempt). Ideation yaitu berpikir tentang atau merencanakan untuk membunuh diri. Gesture yaitu dilakukan tanpa sikap yang nyata yang menyebabkan luka serius atau kematian tetapi kemudian mengirim isyarat bahwa sesuatu telah terjadi. Sedangkan attempt adalah bermaksud terjadinya luka atau kematian. Ada juga yang mengkategorikan sebagai impulsive act, paracide, dan subintentional death.
3. Etiology.
Remaja sering dikarakteristikan dengan turmoil (suka membuat rusuh), emosional dan mood yang bervariasi. Dengan kemampuan untuk memecahkan masalah yang terbatas maka kadang – kadang remaja sulit memecahkan masalahnya terutama situasi yang mengancam dan membuatnya terpukul, seperti kematian teman, orang tua atau saudaranya. Selain itu faktor biologi, psikologi dan sosiologi juga mempengaruhi. Keluarga yang dalam keadaan krisis bisa menjadi bunuh diri pada anak remajanya bila merasa overhelmed karena krisis dan tak mampu untuk mengembalikan keseimbangan keluarganya. Faktor resiko lain adalah pada remaja dengan depresi, ketergantungan obat dan alkoholisme serta psikosis.
Menurut Hafen dan Frandsen, 1985 menyatakan bahwa penyebab bunuh diri pada remaja adalah (Budi Anna Keliat, 1991, hal. 6). :
1. Hubungan interpersonal yang tidak bermakna.
2. Sulit mempertahankan hubungan interpersonal.
3. Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan.
4. Perasaan tidak dimengerti orang lain.
5. Kehilangan orang yang dicintai.
6. Keadaan fisik.
7. Masalah dengan orang tua.
8. Masalah seksual.
9. Depresi.
Banyak pendapat lain tentang penyebab atau alasan bunuh diri (faktor resiko) yaitu kegagalan untuk beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi karena kehilangan hubungan interpersonal atau gagal melakukan hubungan yang berarti, perasaan marah atau bermusuhan, cara untuk mengakhiri keputusasaan dan tangisan minta tolong.
4. Metode bunuh diri.
Pada remaja umumnya over dosis obat, melukai pergelangan tangan pada perempuan sedangkan pada laki – laki menggunakan pisau, senjata dan automobil. Selain itu ada juga yang lompat dari ketinggian atau kereta api.
5. Manifestasi klinik bunuh diri pada remaja.
a. Mood/affek
Depresi yangpersisten, merasa hopelessness, helplessness, isolation, sedih, merasa jauh dari orang lain, afek datar, sering mendengar atau melihat bunyi yang sedih dan unhappy, membenci diri sendiri, merasa dihina, sering menampilkan sesuatu yang tidak adekuat di sekolah, mengharapkan untuk dihukum.
b. Perilaku/behavior.
Perubahan pada penampilan fisik, kehilangan fungsi, tak berdaya seperti tidak intrest, kurang mendengarkan, gangguan tidur, sensitive, mengeluh sakit perut, kepala sakit, perilaku antisocial : menolak untuk minum, menggunakan obat – obatan, berkelahi, lari dari rumah.
c. Sekolah dan hubungan interpersonal.
Menolak untuk ke sekolah, bolos dari sekolah, withdraw sosial teman – temannya, kegiatan – kegiatan sekolah dan hanya interest pada hal – hal yang menyenangkan, kekurangan system pendukung sosial yang efektif.
d. Ketrampilan koping.
Kehilangan batas realita, menarik dan mengisolasikan diri, tidak menggunakan support system, melihat diri sebagai orang yang secara total tidak berdaya.
B. ASUHAN KEPERAWATAN.
1. PENGKAJIAN.
a. Data dan data identifikasi.
1. Nama keluarga
2. Alamat dan nomor telepon
3. Komposisi keluarga
4. Tipe bentuk keluarga
5. Latar belakang kebudayaan : Amerika, Jepang, Indonesia : Jawa, Bali, Madura dll.
6. Identifikasi religi
7. Status kelas keluarga
8. Aktifitas-aktifitas rekreasi atau aktifitas waktu luang
b. Tahap perkembangan dan riwayat keluarga
Tahap perkembangan keluarga saat ini : keluarga dengan anak remaja.
Jangkauan pencapaian tahap perkembangan
Riwayat keluarga inti :
riwayat bunuh diri pada anggota keluarga lain sering ditemukan.
Riwayat keluarga orang tua
c. Data lingkungan
o Karakteristik rumah
o Karakteristik-karakteristik dari lingkungan sekitar rumah dan komunitas yang lebih besar : taat kepada kelompok sosial, individualistis
o Mobilitas geografi keluarga.
o Asosiasi-asosiasi dan transaksi-transaksi keluarga dengan komunitas
o Jaringan dukungan sosial keluarga : kurang mengadakan hubungan interpersonal dengan lingkungan sosialnya, kepatuhan terhadap kelompok sosial (norma sosial), tidak berintegrasi dengan masyarakat karena perbedaan kebudayaan.
d. Struktur keluarga
Pola-pola komunikasi
Jangkauan komunikasi fungsional dan disfungsional : hubungan interpersonal yang kurang, perasaan tidak dimengerti oleh anggota keluarga lain, masalah dengan orang tua.
Jangkauan dari pesan afektif dan bagaimana diungkapkan.
Karekteristik komunikasi dalam sub sistem-sub sistem keluarga : remaja dianggap anak kecil, tidak dipercaya dan cenderung merusak serta pertentangan dengan anggota lain.
Tipe-tipe proses komunikasi disfungsional yang ditemukan dalam keluarga : komunikasi terbuka kurang.
Bidang-bidang komunikasi tertutup.
Variabel-variabel keluarga dan eksternal yang mempengaruhi komunikasi : orang tua dengan kesibukan sendiri sehingga remaja kurang mendapat perhatian dan kesempatan untuk herkomunikasi dengan orang tua.
Struktur kekuasaan
• Hasil-hasil dari kekuasaan : orang tua yang terlalu otoriter menyebabkan remaja mengalami depresi.
• Proses pengambilan keputusan : tidak diberi kesempatan untuk mengambil keputusan tentang dirinya sendiri.
• Dasar-dasar kekuasaan.
• Variabel-variabel yang mempengaruhi kekuasaan : sosial, budaya.
• Seluruh kekuasaan keluarga : ada di tangan orang tua.
Struktur peran
a. Struktur peran formal :
Ayah : kurang berperan sebagai suami dari istri dan anak –anak berperanan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman
Ibu : kurang berperan sebagai istri dan ibu dari anak – anaknya, sebagai pengasuh dan pendidik, serta pelindung bagi anaknya.
Anak :remaja tidak mampu melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental sosial dan spiritual
b. Struktur peran informal
c. Analisis model-model peran.
d. Variabel struktur peran yang mempengaruhi.
Nilai-nilai keluarga
o Bandingkan keluarga dengan orang Amerika/nilai-nilai kelompok referensi keluarga dan atau mengidentifikasi nilai-nilai penting keluarga dan pentingnya (prioritas) dalam keluarga.
o Kongruensi antara nilai-nilai keluarga dan nilai-nilai subsistem keluarga juga kelompok referensi dan atau komunitas yan lebih luas.
o Variabel-variabel yang mempengaruhi nilai-nilai keluarga.Apakah nilai-nilai ini dipegang teguh oleh keluarga secara sadar maupun secara tidak sadar.
e. Fungsi – fungsi keluarga
1. Fungsi afektif
• Kebutuhan-kebutuhan keluarga.
Remaja : depresi yang persisten, sedih, remote, afek yang datar, harapan yang ditolak, merasa putus asa, isolasi, tidak membuat pekerjaan sekolah, senang mendengar atau melihat suara yang sedih dan tidak bahagia.
• Mutual Nurturance, keakraban dan identifikasi.
• Diagram kedekatan dalam keluarga sangat membantu dalam hal ini.
• Perpisahan dan kekerabatan.
2. Fungsi sosialisasi
Remaja : tidak mau pergi ke sekolah, menarik diri dari teman – temannya, kegiatan sekolah, tidak interest terhadap yang menyenangkan di sekolah.
• Praktik-praktik pengasuhan anak dalam keluarga.
• Kemampuan adaptasi praktik-praktik pengasuhan anak untuk bentuk keluarga dan situasi dari keluarga.
• Fungsi perawatan kesehatan
Keyakinan kesehatan, nilai-nilai dan perilaku keluarga.
Definisi sehat-sakit dari keluarga dan tingkat pengetahuan mereka.
Status kesehatan yang diketahui keluarga dan kerentanan terhadap sakit.
Praktik-praktik diit keluarga, adekuasi diit keluarga.
Fungsi jam makanan dan sikap terhadap makanan dan jam makan.
Praktik-praktik berbelanja (dan perencanaannya)
Individu-individu yang bertanggungjawab terhadap perencanaan berbelanja dan menyiapkan makanan.
Kebiasaan tidur dan istirahat : gangguan tidur, sulit untuk tidur, atau bisa tidur yang berlebihan tidur sebentar saja yaitu pada sore atau malam hari.
Latihan dan praktik-praktik rekreasi.
Kebiasaan menggunakan obat-obat keluarga : antidepresan, aspirin, asetaminofen, solvent.
Peran keluarga dalam praktik-praktik perawatan diri.
Praktik-praktik lingkungan keluarga. Cara-cara preventif berdasarkan medis(uji fisik,mata,pendengaran dan imunisasi)
Praktik-praktik kesehatan gigi.
Riwayat kesehatan keluarga (baik penyakit umum maupun khusus yang berhubungan dengan lingkungan maupun genetika).
Layanan kesehatan yanng diterima. Perasaan dan persepsi mengenai layanan kesehatan. Layanan perawatan kesehatan darurat. Layanan kesehatan gigi. Sumber pembiayaan medis dan gigi. Logistik perawatan yang diperoleh.
f. Koping keluarga
Stressor-stressor keluarga jangka panjang dan pendek : keuangan, lingkungan sosial, keterbatasan dalam kemampuan untuk memecahkan masalah, krisis ekonomi, disintegrasi anggota keluarga, masalah kesehatan, penyakit psikiatrik.
Kemampuan keluarga untk merespon, berdasarkan penilaian obyektif terhadap situasi-situasi yan menimbulkan stress : hopelessness, powerlessness, isolation.
Penggunaan strategi-strategi koping (sekarang/yang lalu).
• Perbedaan cara koping keluarga : konstruktf atau destruktif
• Strategi-strategi coping internal keluarga : kehilangan batas realita, menarik diri dan mengisolaisikan diri, tidak menggunakan support system, melihat diri sebagai ketidakberdayaan, dan merupakan takdir.
• Strategi-strategi coping eksternal keluarga : tidak menggunakan support system.
ANALISA DATA
Analisa data dilakukan dengan menggunakan tipologi masalah kesehatan,yang terdiri dari 3 kelompok sifat masalah kesehatan (Freeman).
1. Ancaman kesehatan (Health Treats)
Merupakan suatu kondisi atau situasi yang dapat menimbulkan kecelakaan atau tidak mengenal potensi kesehatan,yaitu :
• Besar/jumlah keluarga hubungannya dengan sumber daya keluarga.
• Stress.
• Kebiasaan personal.
• Karakteristik personal.
• Riwayat kesehatan : anggota keluarga yang membunuh diri.
• Peran.
2. Defisit kesehatan
Merupakan suatu keadaan gagal mempertahankan kesehatan termasuk:
• Keadaan sakit yang belum/sudah terdiagnosa.
• Kegagalan tumbuh kembang secara normal.
• Gangguan kepribadian.
3. Krisis
Adalah saat-saat keadaan menuntut terlampau banyak dari individu atau keluarga dalam hal penyesuaian maupun dalam hal sumber daya mereka,meliputi :
• Perkawinan.
• Kehamilan, persalinan, masa nifas.
• Menjadi orang tua.
DIAGNOSA KEPERAWATAN KELUARGA
1. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah bunuh diri pada remaja sehubungan dengan kurangnya informasi mengenai tanda dan gejala dini perilaku bunuh diri
2. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan untuk melakukan tindakan terhadap masalah percobaan bunuh diri pada remaja sehubungan dengan tidak mengerti mengani sifat, berat dan luasnya masalah bunuh diri.
3. Ketidakmampuan keluarga memberikan perawatan pada anggota keluarga dengan perilaku bunuh diri sehubungan dengan adanya konflik anggota keluarga, perbedaan sikap/pandangan hidup, perilaku mementingkan diri sendiri, tidak mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anak.
4. Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang menunjang kesehatan untuk menghindari terjadinya bunuh diri sehubungan dengan krisis ekonomi, ketidak mampuan memecahkan masalah, konflik personal/psikologis, sikap atau pandangan hidup, ketidakkompakan keluarga.
5. Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk mengatasi masalah bunuh diri sehubungan dengan kurang percaya terhadap petugas kesehatan dan fasilitas kesehatan, pengalaman yang kurang baik dari petugas kesehatan, tidak terjangkaunya fasilitas yang diperlukan, tidak ada atau kurangnya sumber daya keluarga.
DAFTAR PUSTAKA.
1. Maglaya dan Bailon, 1997, “Perawatan Kesehatan Keluarga ; Suatu Proses”, Pusdiknakes Depkes RI, Jakarta.
2. Maramis, W.F, 1994, “Ilmu Kedokteran Jiwa”, Airlangga University Press, Surabaya
3. Wong L. Donna, 1993, “Essentials of Pediatric Nursing”, 4th, Mosby Year Book, Toronto.
4. Effendy, Nasrul, Drs., 1995 “Perawatan Kesehatan Masyarakat”, EGC, Jakarta.
5. Keliat, A.B, 1991, “Tingkah Laku Bunuh DirĂ, Arcan, Jakarta.
Kumpulan Asuhan Keperawatan
Selasa, 14 Juni 2011
Asuhan Keperawatan Ca Cervix
2.1 Pengertian
Suatu keadaan dimana sel kehilangan kemampuanya dalam mengendalikan kecepatan pembelahan dan pertumbuhannya. (Prawiroharjo, Sarwono: 1994)
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal disekitarnya . (FKUI, 1990;FKPP, 1997).
Ca servik dapat di artikan juga,kanker yang menyerang bagian serviks (mulut rahim). Kanker atau karsinoma sendiri merupakan istilah medis yang biasanya digunakan untuk menyebut suatu massa/tumor/ benjolan yang memiliki sifat ganas. Massa/tumor ini merupakan penyakit pertumbuhan sel dalam tubuh dimana bentuknya, sifat dan juga kinetikanya berbeda dengan sel normal tubuh lainnya. Pertumbuhan sel kanker umumnya sangat liar, terlepas dari kendali pertumbuhan sel normal
2.2 Etiologi
Adapun penyebab pasti terjadinya perubahan sel-sel normal mulut rahim menjadi se-sel yang ganas tidak diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perubahan tersebut, antara lain :
1) Hubungan seksual pertama kali pada usia dini (umur < 16 tahun). 2) Sering berganti-ganti pasangan (multipatner sex). 3) Infeksi Human Papilloma Virus (HPV) tipe 16 dan 18. Kedua faktor diatas juga berhubungan dengan infeksi HPV. Semakin banyak berganti-ganti pasangan maka tertularnya infeksi HPV juga semakin tinggi. Begitu pula dengan terpaparnya sel-sel mulut rahim yang mempunyai pH tertentu dengan sperma-sperma yang mempunyai pH yang berbeda-beda pada multipatner dapat merangsang terjadinya perubahan kearah displasia. 4) Infeksi Herpes Simpleks Virus (HSV) tipe 2 5) Wanita yang melahirkan anak lebih dari 3 kali 6) Wanita merokok, karena hal tersebut dapat menurunkan daya tahan tubuh. 2.3 Faktor resiko Beberapa faktor yang mempengaruhi insiden kanker serviks yaitu: a. Usia. b. Jumlah perkawinan c. Hygiene dan sirkumsisi d. Status sosial ekonomi e. Pola seksual f. Terpajan virus terutama virus HIV g. Merokok dan AKDR Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan seorang wanita memiliki risiko (predesposisi) lebih tinggi dibandingkan wanita lainnya untuk terkena kanker rahim. Adapun faktor tersebut yakni, a. Gadis yang melakukan coitus/jima’ pertama (coitarche) saat usianya kurang dari 17 tahun. b. Wanita dengan riwayat paritas (persalinan) yang tinggi/banyak (umumnya lebih dari 5 kali melahirkan) apalagi dengan jarak persalinan yang terlampau dekat (kurang dari 2 tahun). c. Wanita yang sering berganti-ganti pasangan seksual (promiskuitas) d. Hygine seksual yang jelek (tidak menjaga kebersihan alat genital) e. Wanita yang mengalami infeksi virus Humman Papiloma Virus f. Wanita yang merokok. 2.4 Patofisiologi Pada dasaranya kanker terjadi karena adanya pertumbuhan sel tubuh yang abnormal. Dalam kasus ca serviks, terjadi karena sel penyusun serviks (sel epitel) yang normal berubah menjadi bentuk abnormal. Secara anatomis, serviks dibagi menjadi 2 bagian yakni eksoserviks/portio (bagian luar) dan endoserviks kanalis serviks (bagian dalam). Masing-masing bagian itu dilapisi oleh sel penyusun yang disebut dengan sel epitel. Pada bagian eksoserviks dilapisi oleh sel epitel gepeng berlapis (squamous compleks), sedangkan pada endoserviks dilapisi oleh sel epitel kuboid / silindris pendek selapis bersilia. Pada daerah perbatasan keduanya terdapat area yang disebut “squamo-columnar junction (SJC)”. Nah pada bagian peralihan inilah, sel-sel epitel itu biasanya akan mengalami metaplasi (perubahan se menjadi abnormal) Hal ini disebabkan karena sel-sel itu saling bertumpuk dan saling mendesak, sehingga sel-sel tersebut bila tersensivitas bisa berubah menjadi sel yang abnormal. Inilah yang menjadi dasar terjadinya ca serviks. Kanker serviks dapat menyebar ke berbagai oragn tubuh lainnya. Penyebaran ini terjadi melalui jalur limfogen (melalui getah bening). Sel-sel kanker ini akan masuk ke getah bening dan selanjutnya akan ikut peredaran dari getah bening ini.Penyebaran ke area sekitar juga bisa terjadi seperti ke uterus(rahim), pelvis (panggil) atau vesica urinaria (kandung kemih). Penyebaran kanker ke tempat yang jauh (dalam istilah medis disebut metastasis) dapat mengenai organ seperti paru-paru, hati, ginjal, tulang dan otak. Dari penyebaran inilah dapat diketahui stadium dari kanker apakah stadium dini (stadium Ia, Ib, IIa) atau stadium lanjut (IIb, III, dan IV). Semakin tinggi stadium, semakin kecil pula angka kesembuhannya. Stadium IV disebut juga sebagia stadium terminal/akhir dimana sudah terjadi penyebaran ke organ- organ jauh dan harapan hidup sekitar <10%. 2.5. Tanda dan gejala 1. Kontak bleeding yakni perdarahan pasca senggama. Hal ini biasanya merupakan tanda umum yang sering dijumpai. Perdarahan yang terjadi dikarenakan kerapuhan dari jaringan serviks. Saat coitus, umumnya akan terjadi gesekan pada dinding serviks. Karena jaringan yang kaya pembuluh darah tersebut sangat rapuh, maka perdarahan mudah terjadi. 2. Keputihan juga merupakan gejala yang sering ditemukan. Keputihan ini lama kelamaan akan berbau busuk oleh kaena adanya proses infeksi dan nekrosis (kematian) jaringan akibat kanker tersebut. 3. Rasa nyeri yang hebat divagina dan sekitarnya atau pada perut bagian bawah. 4. Anemia (karena perarahan hebat pada vagina) 5. Gejala yang timbul akibat adanya metastasis/penyebaran ke organ-organ lainnya misalnya, paru : batuk lama, efusi pleura, pneumonitis,hati : ikterus (warna kuning pada tubuh), hepatomegali (pembesaran hati), acites (cairan pada rongga perut),otak : koma, kehilangan penglihatan.tulang : nyeri tulang, paah tulang 6. “PATOKAN” Tanda dan Gejala Bahaya Kanker P : Perdarahan atau keluar lendir yang tak wajar dari dalam tubuh yakni berupa, - batuk darah : ca paru dan sal.nafas - muntah darah : ca lambung atau hati - BAB darah : ca rectum/anus atau kolon/usus - perdarahan vagina : ca serviks) A : Alat pencernaan terganggu atau ada kesukaran menelan yang semakin lama semakin berat (ca eosofagus, tyroid) T : Tumor pada payudara atau di tempat lain (testis, usus, otot, dll) O : Obstipasi/ sembelit atau perubahan kebiasaan BAB atau BAK K : Koreng atau borok yang tidak mau sembuh (gejal utama kanker kulit stadium lanjut) dimana biasanya tanda yang paling khas adalah perdarahan erus menerus dari borok tersebut. A : Andeng-andeng (nevus) yang berubah , membesar dan makin menghitam (ditambah rasa gatal, borok, berdarah, rambut yang semual ada menjadi rontok) ini mengacu pada ca kulit. N : Nada suara jadi serak atau batuk yang tak kunjung sembuh. 2.6 Manifestasi klinis Dari anamnesis di dapatkan keluhan metrorargi,keputihan warna putih,atau pirulen yang berbau,dan tidak gatal,perdarahan paskacoitus,perdarahan spontan,dan bau busuk yang khas.Dapat juga di temukan gejala karena metastatis seperti obstruksi total vesika urinaria.Pada yang lanjut di temukan keluhan cepat lela,kehilangan berat badan,dan anemia.Pada pemeriksaan fisikserviks dapat teraba membesar,ireguler,teraba lunak. Bila tumor tumbuh eksoofitikmaka terlihatlesi pada porsio atau sudah sampai vagina. 2.7 Stadium kanker servik a) Stadium 0 : karsinoma insitu, cervical intraepithelial neoplasia 3 ( CIN 3 ) b) Stadium I : karsinoma hanya terbatas pada serviks ( perluasan ke korpus uteri harus dikesampingkan ). Stadium la : karsinoma preklinik, hanya dapat didiagnosis dengan menggunakan mikroskop. Invasi stromal dengan kedalaman maksimal 5,0 mm dan perluasan horisontal ,< 7,0 mm. Kedalaman invasi harus tidak melebihi 5,0 mm dari basal epithel jaringan asal- superfisial atau glanduler. Keterlibatan vascular space - venous atau limfatik tidak merubah stadium . Ia1 : Kedalaman invasi stromal < 3,0 mm, perluasan horisontal tidak melebihi 7,0 mm Ia2 : Kedalaman invasi stromal > 3,0 dan < 5,0 mm, perluasan horison tal tidak melebihi 7,0 mm. Stadium Ib : Lesi-lesi yang tampak secara klinik terbatas pada serviks atau kanker preklinik yang lebih besar daripada stadium la. Ib 1 : Lesi < 4 cm Ib2 : Lesi > 4 cm
c) Stadium III : Karsinoma meluas diluar serviks, tetapi belum sampai dinding pelvis; karsinoma tumbuh ke dalam vagina, tetapi tidak sampai sepertiga bagian bawah.
Stadium IIa : tidak ada perluasan kedalam parametrium
Stadium IIb : Ielas ada perluasan ke parametrium
d) Stadium III : Karsinoma telah meluas sampai dinding pelvis; pada pemeriksaan rektal tidak terdapat ruangan bebas karsinoma antara tumor dan dinding pelvis; tumor tumbuh sampai sepertiga bagian bawah vagina. Adanya hidronefrosis atau ginjal yang tidak berfungsi masuk dalam stadium ini, kecuali disebabkan karena kelainan lain.
Stadium IIIa : Tidak ada perluasan sampai dinding pelvis, tetapi pertumbuhan tumor sampai sepertiga bagian bawah vagina.
Stadium IIIb : Perluasan sampai dinding pelvis atau hidronefrosis atau ginjal yang tidak berfungsi.
d) Stadium IV : Karsinoma telah meluas sampai diluar pelvis minor atau secara klinik telah tumbuh kedalam mukosa kandung kencing atau rektum ( terbukti dari hasil biopsi )
Stadium IVa : Pertumbuhan tumor ke dalam organ-organ sekelilingnya.
Stadium IVb : Perluasan ke organ-organ jauh.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN CA CERVIK
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas klien.
Idenditas klien meliputi nama,alamat,agama,pekerjaan,jenis kelamin
b. Keluhan utama.
Perdarahan dan keputihan
c. Riwayat penyakit sekarang
Klien datang dengan perdarahan pasca coitus dan terdapat keputihan yang berbau tetapi tidak gatal. Perlu ditanyakan pada pasien atau keluarga tentang tindakan yang dilakukan untuk mengurangi gejala dan hal yang dapat memperberat, misalnya keterlambatan keluarga untuk memberi perawatan atau membawa ke Rumah Sakit dengan segera, serta kurangnya pengetahuan keluarga.
d. Riwayat penyakit terdahulu.
Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah mengalami hal yang demikian dan perlu ditanyakan juga apakah pasien pernah menderita penyakit infeksi.
` e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit seperti ini atau penyakit menular lain.
f. Riwayat psikososial
Dalam pemeliharaan kesehatan dikaji tentang pemeliharaan gizi di rumah dan agaimana pengetahuan keluarga tentang penyakit kanker serviks.
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
paritas, kelainan menstruasi, lama,jumlah dan warna darah, adakah hubungan perdarahan dengan aktifitas, apakah darah keluar setelah koitus, pekerjaan yang dilakukan sekarang.
• Perdarahan
• keputihan
b. palpasi
• nyeri abdomen
• nyeri punggung bawah
3. Pemeriksaan diagnostik
a. Sitologi : pemeriksaan pada sel
b. Biopsi : pengambilan sebagian jaringan untuk di periksa
c. Kolposkopi : peneropongan liang senggama
d. Servikografi
4. Pemeriksaan penunjang
a. Sitologi dengan cara tes pap
b. Pemeriksaan visual langsung
e. Gineskopi
f. Pap net (pemeriksaan komputerisasi dengan hasil lebih sensitif)
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosis dapat ditegakan dengan gejala dan tanda yang dikeluhkan, namum diagnosis pasti ca serviks ditegakan melalui pemeriksaan sitologi (pemeriksaan sel) dengan cara biopsi (mengambil sebagian jaringan pada serviks ). Dari biopsy tersbut akan terlihat dengan jelas sel-sel kanker tersebut.
a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan anemia trombositopenia .
Tujuan:
Mampu mengenali dan menangani anemia . pencegahan terhadap terjadinya komplikasi perdarahan.
Intervensi :
• Kolaborasi dalam pemeriksaan hematokrit dan Hb serta jumlah trombosit.
• Berikan cairan secara cepat.
• Pantau dan atur kecepatan infus.
• Kolaborasi dalam pemberian infus
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah.
Tujuan:
Masukan yang adekuat serta kalori yang mencukupi kebutuhan tubuh.
Intervensi:
• Kaji adanya pantangan atau adanya alergi terhadap makanan tertentu.
• Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian menu yang sesuai dengan diet yang ditentukan.
• Pantau masukan makanan oleh klien.
• Anjurkan agar membawa makanan dari rumah jika dipelukan dan sesuai dengan diet.
• Lakukan perawatan mulut sebelum makan sesuai ketentuan.
c. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan imunosupresi .
Tujuan:
Potensial infeksi menurun dan tidak terdapat tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
• Pantau tanda vital setiap 4 jam atau lebih sering bila diperlukan.
• Tempatkan pasien pada lokasi yang tersedia.
• Bantu pasien dalam menjaga hygiene perorangan
• Anjurkan pasien beristirahat sesuai kebutuhan.
• Kolaborasi dalam pemeriksaan kultur dan pemberian antibiotika.
d. Resiko tinggi terhaap cedera berhubungan dengan trombositopenia.
Tujuan:
Pasien bebas dari perdarahan dan hipoksis jaringan
Intervensi :
• Kolaborasi dengan petugas laboratorium untuk pemeriksaan darah lengkap (Hb dan Trombosit)
• Lakukan tindakan yang tidak menyebabkan perdarahan.
• Observasi tanda-tanda perdarahan.
• Observasi tanda-tanda vital.
• Kolaborasi dalam tindakan transfusi TC ( Trombosit Concentrated)
e. Inteloransi aktifitas berhubungan dengan keletihan sekunder akibat anemia dan pemberian kemoterapi.
Tujuan:
Pasien mampu mempertahankan tingkat aktifitas yang optimal.
Intervensi:
• Kaji pola istirahat serta adanya keletihan pasien.
• Anjurkan kepada pasien untuk mempertahan pola istirahat atau tidur sebanyak mungkin dengan diimbangi aktifitas.
• Bantu pasien merencanakanaktifitas berdasarkan pola istirahat atau keletihan yang dialami.
• Anjurkan kepada klien untuk melakukan latihan ringan.
• Observasi kemampuan pasien dalam malakukan aktifitas.
f. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan diagnosa malignansi genokologis dan prognosis yang tak menentu.
Tujuan:
Ansietas, kekuatiran dan kelemahan menurun sampai dengan pada tingkat dapat diatasi.
Intervensi:
• Gunakan pendekatan yang tenang dan cipakan suasana lingkungan yang kondusif.
• Evaluasi kempuan pasien dalam mengambil keputusan
• Dorong harapan yang realistis.
• Dukung penggunaan mekanisme pertahanan diri yang sesuai.
• Berikan dorongan spiritual.
g. Perubahan konsep diri (peran) berhubungan dengan dampakdiagnosis kanker terhadap peran pasien dalam keluarga.
Tujuan :
Pasien dapat mengungkapkan dampak dari diagnosa kanker terhadap perannya dan mendemontrasikan kemampuan untuk menghadapi perubahan peran.
Intervensi :
• Bantu pasien untuk mengedintifikasi peran yang bisa dilakukan didalam keluarga dan komunitasnya.
• Bantu pasien untuk mengidentifikasi perubahan fisik yang spesifik yang dibutuhkan sehubungan dengan penyakitnya.
• Diskusikan dengan keluarga untuk berkompensasi terhadap perubahan peran anggota yang sakit.
h. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan pengobatan berhubbungan dengan terbatasnya informasi.
Tujuan :
Pasien dapat mengungkapkan perencanaan pengobatan tujuan dari pemberian terapi.
Intervensi:
• Baringkan pasien diatas tempat tidur.
• Kaji kepatenan kateter abdomen.
• Observasi tentang reaksi yang dialami pasien selama pengobatan
• Jelaskan pada pasien efek yang mungkin dapat terjadi
C. Penataksanaan
Bisa dilakukan Biopsi,Dilatasi kurettase,konisasi.Penanganan kasus kanker pada umumnya dibedakan berdasarkan stadiumnya. Pada stadium dini masih dapat dilakukan dengan pembedahan. Setelah pembedahan dilnjutkan dengan radioterapi (penyinaran). Pada stadium lanjut, umumnya tidak dilakukan pemebdahan. Namun dengan kemoterapi (obat-obatan ) dan juga radioterapi.
Pada stadium IV (IVa dan IVb) umumnya pengobatan yang diberikan hanyalah bersifat paliatif/meringkan keluhan bukan untuk menyembuhkan. Hal ini dikarenakan penyebaran sel kanker yang sudah sistemik/menyeluruh. Sehingga radioterapilah pengobatn akhir dari pasien dengan stadium ini.
a. Cara memastikan ca servik
Diagnosis dapat ditegakan dengan gejala dan tanda yang dikeluhkan, namum diagnosis pasti ca serviks ditegakan melalui pemeriksaan sitologi (pemeriksaan sel) dengan cara biopsi (mengambil sebagian jaringan pada serviks ). Dari biopsy tersbut akan terlihat dengan jelas sel-sel kanker tersebut.
b. Cara deteksi dini ca servik
Deteksi dini ialah usaha untuk menemukan adanya kanker yang masih dapat disembuhkan (stadium dini). Deteksi dini terhadap ca serviks dapat dilakukan oleh para wanita dengan pemeriksaan screenin test yakni dengan cara yang mungkin sudah cukup familiar : PAP SMEAR atau dengan metode yang paling baru, yakni metodeIFA.
Screening test hendaknya dilakukan oleh para wanita yang sudah aktif melakukan hubungan seksual juga bagi para wanita yang memiliki faktor risiko/predesposisi seperti yang tercantum di atas. Screening bisa dilakukan pada Rumah sakit melalui dokter special kandungan ataupun tempat-tempat sarana kesehatan spereti laboratorium yang tersedia layanana screening didalamnya.
C. Pencegahan ca servik
Bagi yang telah menikah, membersihkan daerah kewanitaan dan menjaganya supaya tetap hygine adalah hal yang penting. Kebersihan alat genital pasangan juga harus diperhatikan pula. Karena sangat memungkinkan kuman penyakit tersebut ada dalam alat genital yang kurang bersih. jangan perganti-ganti pasangan.
Dan bagi yang belum menikah,hindari rokok, makanan 4 sehat 5 sempurna jauh lebih sehat dan bermanfaat bagi tubuh kita, dibandingkan makanan junk food ataupun makanan serba instant yang didalamnya banyak terdapat bahan kimia dan pengawet.
Suatu keadaan dimana sel kehilangan kemampuanya dalam mengendalikan kecepatan pembelahan dan pertumbuhannya. (Prawiroharjo, Sarwono: 1994)
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal disekitarnya . (FKUI, 1990;FKPP, 1997).
Ca servik dapat di artikan juga,kanker yang menyerang bagian serviks (mulut rahim). Kanker atau karsinoma sendiri merupakan istilah medis yang biasanya digunakan untuk menyebut suatu massa/tumor/ benjolan yang memiliki sifat ganas. Massa/tumor ini merupakan penyakit pertumbuhan sel dalam tubuh dimana bentuknya, sifat dan juga kinetikanya berbeda dengan sel normal tubuh lainnya. Pertumbuhan sel kanker umumnya sangat liar, terlepas dari kendali pertumbuhan sel normal
2.2 Etiologi
Adapun penyebab pasti terjadinya perubahan sel-sel normal mulut rahim menjadi se-sel yang ganas tidak diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perubahan tersebut, antara lain :
1) Hubungan seksual pertama kali pada usia dini (umur < 16 tahun). 2) Sering berganti-ganti pasangan (multipatner sex). 3) Infeksi Human Papilloma Virus (HPV) tipe 16 dan 18. Kedua faktor diatas juga berhubungan dengan infeksi HPV. Semakin banyak berganti-ganti pasangan maka tertularnya infeksi HPV juga semakin tinggi. Begitu pula dengan terpaparnya sel-sel mulut rahim yang mempunyai pH tertentu dengan sperma-sperma yang mempunyai pH yang berbeda-beda pada multipatner dapat merangsang terjadinya perubahan kearah displasia. 4) Infeksi Herpes Simpleks Virus (HSV) tipe 2 5) Wanita yang melahirkan anak lebih dari 3 kali 6) Wanita merokok, karena hal tersebut dapat menurunkan daya tahan tubuh. 2.3 Faktor resiko Beberapa faktor yang mempengaruhi insiden kanker serviks yaitu: a. Usia. b. Jumlah perkawinan c. Hygiene dan sirkumsisi d. Status sosial ekonomi e. Pola seksual f. Terpajan virus terutama virus HIV g. Merokok dan AKDR Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan seorang wanita memiliki risiko (predesposisi) lebih tinggi dibandingkan wanita lainnya untuk terkena kanker rahim. Adapun faktor tersebut yakni, a. Gadis yang melakukan coitus/jima’ pertama (coitarche) saat usianya kurang dari 17 tahun. b. Wanita dengan riwayat paritas (persalinan) yang tinggi/banyak (umumnya lebih dari 5 kali melahirkan) apalagi dengan jarak persalinan yang terlampau dekat (kurang dari 2 tahun). c. Wanita yang sering berganti-ganti pasangan seksual (promiskuitas) d. Hygine seksual yang jelek (tidak menjaga kebersihan alat genital) e. Wanita yang mengalami infeksi virus Humman Papiloma Virus f. Wanita yang merokok. 2.4 Patofisiologi Pada dasaranya kanker terjadi karena adanya pertumbuhan sel tubuh yang abnormal. Dalam kasus ca serviks, terjadi karena sel penyusun serviks (sel epitel) yang normal berubah menjadi bentuk abnormal. Secara anatomis, serviks dibagi menjadi 2 bagian yakni eksoserviks/portio (bagian luar) dan endoserviks kanalis serviks (bagian dalam). Masing-masing bagian itu dilapisi oleh sel penyusun yang disebut dengan sel epitel. Pada bagian eksoserviks dilapisi oleh sel epitel gepeng berlapis (squamous compleks), sedangkan pada endoserviks dilapisi oleh sel epitel kuboid / silindris pendek selapis bersilia. Pada daerah perbatasan keduanya terdapat area yang disebut “squamo-columnar junction (SJC)”. Nah pada bagian peralihan inilah, sel-sel epitel itu biasanya akan mengalami metaplasi (perubahan se menjadi abnormal) Hal ini disebabkan karena sel-sel itu saling bertumpuk dan saling mendesak, sehingga sel-sel tersebut bila tersensivitas bisa berubah menjadi sel yang abnormal. Inilah yang menjadi dasar terjadinya ca serviks. Kanker serviks dapat menyebar ke berbagai oragn tubuh lainnya. Penyebaran ini terjadi melalui jalur limfogen (melalui getah bening). Sel-sel kanker ini akan masuk ke getah bening dan selanjutnya akan ikut peredaran dari getah bening ini.Penyebaran ke area sekitar juga bisa terjadi seperti ke uterus(rahim), pelvis (panggil) atau vesica urinaria (kandung kemih). Penyebaran kanker ke tempat yang jauh (dalam istilah medis disebut metastasis) dapat mengenai organ seperti paru-paru, hati, ginjal, tulang dan otak. Dari penyebaran inilah dapat diketahui stadium dari kanker apakah stadium dini (stadium Ia, Ib, IIa) atau stadium lanjut (IIb, III, dan IV). Semakin tinggi stadium, semakin kecil pula angka kesembuhannya. Stadium IV disebut juga sebagia stadium terminal/akhir dimana sudah terjadi penyebaran ke organ- organ jauh dan harapan hidup sekitar <10%. 2.5. Tanda dan gejala 1. Kontak bleeding yakni perdarahan pasca senggama. Hal ini biasanya merupakan tanda umum yang sering dijumpai. Perdarahan yang terjadi dikarenakan kerapuhan dari jaringan serviks. Saat coitus, umumnya akan terjadi gesekan pada dinding serviks. Karena jaringan yang kaya pembuluh darah tersebut sangat rapuh, maka perdarahan mudah terjadi. 2. Keputihan juga merupakan gejala yang sering ditemukan. Keputihan ini lama kelamaan akan berbau busuk oleh kaena adanya proses infeksi dan nekrosis (kematian) jaringan akibat kanker tersebut. 3. Rasa nyeri yang hebat divagina dan sekitarnya atau pada perut bagian bawah. 4. Anemia (karena perarahan hebat pada vagina) 5. Gejala yang timbul akibat adanya metastasis/penyebaran ke organ-organ lainnya misalnya, paru : batuk lama, efusi pleura, pneumonitis,hati : ikterus (warna kuning pada tubuh), hepatomegali (pembesaran hati), acites (cairan pada rongga perut),otak : koma, kehilangan penglihatan.tulang : nyeri tulang, paah tulang 6. “PATOKAN” Tanda dan Gejala Bahaya Kanker P : Perdarahan atau keluar lendir yang tak wajar dari dalam tubuh yakni berupa, - batuk darah : ca paru dan sal.nafas - muntah darah : ca lambung atau hati - BAB darah : ca rectum/anus atau kolon/usus - perdarahan vagina : ca serviks) A : Alat pencernaan terganggu atau ada kesukaran menelan yang semakin lama semakin berat (ca eosofagus, tyroid) T : Tumor pada payudara atau di tempat lain (testis, usus, otot, dll) O : Obstipasi/ sembelit atau perubahan kebiasaan BAB atau BAK K : Koreng atau borok yang tidak mau sembuh (gejal utama kanker kulit stadium lanjut) dimana biasanya tanda yang paling khas adalah perdarahan erus menerus dari borok tersebut. A : Andeng-andeng (nevus) yang berubah , membesar dan makin menghitam (ditambah rasa gatal, borok, berdarah, rambut yang semual ada menjadi rontok) ini mengacu pada ca kulit. N : Nada suara jadi serak atau batuk yang tak kunjung sembuh. 2.6 Manifestasi klinis Dari anamnesis di dapatkan keluhan metrorargi,keputihan warna putih,atau pirulen yang berbau,dan tidak gatal,perdarahan paskacoitus,perdarahan spontan,dan bau busuk yang khas.Dapat juga di temukan gejala karena metastatis seperti obstruksi total vesika urinaria.Pada yang lanjut di temukan keluhan cepat lela,kehilangan berat badan,dan anemia.Pada pemeriksaan fisikserviks dapat teraba membesar,ireguler,teraba lunak. Bila tumor tumbuh eksoofitikmaka terlihatlesi pada porsio atau sudah sampai vagina. 2.7 Stadium kanker servik a) Stadium 0 : karsinoma insitu, cervical intraepithelial neoplasia 3 ( CIN 3 ) b) Stadium I : karsinoma hanya terbatas pada serviks ( perluasan ke korpus uteri harus dikesampingkan ). Stadium la : karsinoma preklinik, hanya dapat didiagnosis dengan menggunakan mikroskop. Invasi stromal dengan kedalaman maksimal 5,0 mm dan perluasan horisontal ,< 7,0 mm. Kedalaman invasi harus tidak melebihi 5,0 mm dari basal epithel jaringan asal- superfisial atau glanduler. Keterlibatan vascular space - venous atau limfatik tidak merubah stadium . Ia1 : Kedalaman invasi stromal < 3,0 mm, perluasan horisontal tidak melebihi 7,0 mm Ia2 : Kedalaman invasi stromal > 3,0 dan < 5,0 mm, perluasan horison tal tidak melebihi 7,0 mm. Stadium Ib : Lesi-lesi yang tampak secara klinik terbatas pada serviks atau kanker preklinik yang lebih besar daripada stadium la. Ib 1 : Lesi < 4 cm Ib2 : Lesi > 4 cm
c) Stadium III : Karsinoma meluas diluar serviks, tetapi belum sampai dinding pelvis; karsinoma tumbuh ke dalam vagina, tetapi tidak sampai sepertiga bagian bawah.
Stadium IIa : tidak ada perluasan kedalam parametrium
Stadium IIb : Ielas ada perluasan ke parametrium
d) Stadium III : Karsinoma telah meluas sampai dinding pelvis; pada pemeriksaan rektal tidak terdapat ruangan bebas karsinoma antara tumor dan dinding pelvis; tumor tumbuh sampai sepertiga bagian bawah vagina. Adanya hidronefrosis atau ginjal yang tidak berfungsi masuk dalam stadium ini, kecuali disebabkan karena kelainan lain.
Stadium IIIa : Tidak ada perluasan sampai dinding pelvis, tetapi pertumbuhan tumor sampai sepertiga bagian bawah vagina.
Stadium IIIb : Perluasan sampai dinding pelvis atau hidronefrosis atau ginjal yang tidak berfungsi.
d) Stadium IV : Karsinoma telah meluas sampai diluar pelvis minor atau secara klinik telah tumbuh kedalam mukosa kandung kencing atau rektum ( terbukti dari hasil biopsi )
Stadium IVa : Pertumbuhan tumor ke dalam organ-organ sekelilingnya.
Stadium IVb : Perluasan ke organ-organ jauh.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN CA CERVIK
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas klien.
Idenditas klien meliputi nama,alamat,agama,pekerjaan,jenis kelamin
b. Keluhan utama.
Perdarahan dan keputihan
c. Riwayat penyakit sekarang
Klien datang dengan perdarahan pasca coitus dan terdapat keputihan yang berbau tetapi tidak gatal. Perlu ditanyakan pada pasien atau keluarga tentang tindakan yang dilakukan untuk mengurangi gejala dan hal yang dapat memperberat, misalnya keterlambatan keluarga untuk memberi perawatan atau membawa ke Rumah Sakit dengan segera, serta kurangnya pengetahuan keluarga.
d. Riwayat penyakit terdahulu.
Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah mengalami hal yang demikian dan perlu ditanyakan juga apakah pasien pernah menderita penyakit infeksi.
` e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit seperti ini atau penyakit menular lain.
f. Riwayat psikososial
Dalam pemeliharaan kesehatan dikaji tentang pemeliharaan gizi di rumah dan agaimana pengetahuan keluarga tentang penyakit kanker serviks.
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
paritas, kelainan menstruasi, lama,jumlah dan warna darah, adakah hubungan perdarahan dengan aktifitas, apakah darah keluar setelah koitus, pekerjaan yang dilakukan sekarang.
• Perdarahan
• keputihan
b. palpasi
• nyeri abdomen
• nyeri punggung bawah
3. Pemeriksaan diagnostik
a. Sitologi : pemeriksaan pada sel
b. Biopsi : pengambilan sebagian jaringan untuk di periksa
c. Kolposkopi : peneropongan liang senggama
d. Servikografi
4. Pemeriksaan penunjang
a. Sitologi dengan cara tes pap
b. Pemeriksaan visual langsung
e. Gineskopi
f. Pap net (pemeriksaan komputerisasi dengan hasil lebih sensitif)
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosis dapat ditegakan dengan gejala dan tanda yang dikeluhkan, namum diagnosis pasti ca serviks ditegakan melalui pemeriksaan sitologi (pemeriksaan sel) dengan cara biopsi (mengambil sebagian jaringan pada serviks ). Dari biopsy tersbut akan terlihat dengan jelas sel-sel kanker tersebut.
a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan anemia trombositopenia .
Tujuan:
Mampu mengenali dan menangani anemia . pencegahan terhadap terjadinya komplikasi perdarahan.
Intervensi :
• Kolaborasi dalam pemeriksaan hematokrit dan Hb serta jumlah trombosit.
• Berikan cairan secara cepat.
• Pantau dan atur kecepatan infus.
• Kolaborasi dalam pemberian infus
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah.
Tujuan:
Masukan yang adekuat serta kalori yang mencukupi kebutuhan tubuh.
Intervensi:
• Kaji adanya pantangan atau adanya alergi terhadap makanan tertentu.
• Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian menu yang sesuai dengan diet yang ditentukan.
• Pantau masukan makanan oleh klien.
• Anjurkan agar membawa makanan dari rumah jika dipelukan dan sesuai dengan diet.
• Lakukan perawatan mulut sebelum makan sesuai ketentuan.
c. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan imunosupresi .
Tujuan:
Potensial infeksi menurun dan tidak terdapat tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
• Pantau tanda vital setiap 4 jam atau lebih sering bila diperlukan.
• Tempatkan pasien pada lokasi yang tersedia.
• Bantu pasien dalam menjaga hygiene perorangan
• Anjurkan pasien beristirahat sesuai kebutuhan.
• Kolaborasi dalam pemeriksaan kultur dan pemberian antibiotika.
d. Resiko tinggi terhaap cedera berhubungan dengan trombositopenia.
Tujuan:
Pasien bebas dari perdarahan dan hipoksis jaringan
Intervensi :
• Kolaborasi dengan petugas laboratorium untuk pemeriksaan darah lengkap (Hb dan Trombosit)
• Lakukan tindakan yang tidak menyebabkan perdarahan.
• Observasi tanda-tanda perdarahan.
• Observasi tanda-tanda vital.
• Kolaborasi dalam tindakan transfusi TC ( Trombosit Concentrated)
e. Inteloransi aktifitas berhubungan dengan keletihan sekunder akibat anemia dan pemberian kemoterapi.
Tujuan:
Pasien mampu mempertahankan tingkat aktifitas yang optimal.
Intervensi:
• Kaji pola istirahat serta adanya keletihan pasien.
• Anjurkan kepada pasien untuk mempertahan pola istirahat atau tidur sebanyak mungkin dengan diimbangi aktifitas.
• Bantu pasien merencanakanaktifitas berdasarkan pola istirahat atau keletihan yang dialami.
• Anjurkan kepada klien untuk melakukan latihan ringan.
• Observasi kemampuan pasien dalam malakukan aktifitas.
f. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan diagnosa malignansi genokologis dan prognosis yang tak menentu.
Tujuan:
Ansietas, kekuatiran dan kelemahan menurun sampai dengan pada tingkat dapat diatasi.
Intervensi:
• Gunakan pendekatan yang tenang dan cipakan suasana lingkungan yang kondusif.
• Evaluasi kempuan pasien dalam mengambil keputusan
• Dorong harapan yang realistis.
• Dukung penggunaan mekanisme pertahanan diri yang sesuai.
• Berikan dorongan spiritual.
g. Perubahan konsep diri (peran) berhubungan dengan dampakdiagnosis kanker terhadap peran pasien dalam keluarga.
Tujuan :
Pasien dapat mengungkapkan dampak dari diagnosa kanker terhadap perannya dan mendemontrasikan kemampuan untuk menghadapi perubahan peran.
Intervensi :
• Bantu pasien untuk mengedintifikasi peran yang bisa dilakukan didalam keluarga dan komunitasnya.
• Bantu pasien untuk mengidentifikasi perubahan fisik yang spesifik yang dibutuhkan sehubungan dengan penyakitnya.
• Diskusikan dengan keluarga untuk berkompensasi terhadap perubahan peran anggota yang sakit.
h. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan pengobatan berhubbungan dengan terbatasnya informasi.
Tujuan :
Pasien dapat mengungkapkan perencanaan pengobatan tujuan dari pemberian terapi.
Intervensi:
• Baringkan pasien diatas tempat tidur.
• Kaji kepatenan kateter abdomen.
• Observasi tentang reaksi yang dialami pasien selama pengobatan
• Jelaskan pada pasien efek yang mungkin dapat terjadi
C. Penataksanaan
Bisa dilakukan Biopsi,Dilatasi kurettase,konisasi.Penanganan kasus kanker pada umumnya dibedakan berdasarkan stadiumnya. Pada stadium dini masih dapat dilakukan dengan pembedahan. Setelah pembedahan dilnjutkan dengan radioterapi (penyinaran). Pada stadium lanjut, umumnya tidak dilakukan pemebdahan. Namun dengan kemoterapi (obat-obatan ) dan juga radioterapi.
Pada stadium IV (IVa dan IVb) umumnya pengobatan yang diberikan hanyalah bersifat paliatif/meringkan keluhan bukan untuk menyembuhkan. Hal ini dikarenakan penyebaran sel kanker yang sudah sistemik/menyeluruh. Sehingga radioterapilah pengobatn akhir dari pasien dengan stadium ini.
a. Cara memastikan ca servik
Diagnosis dapat ditegakan dengan gejala dan tanda yang dikeluhkan, namum diagnosis pasti ca serviks ditegakan melalui pemeriksaan sitologi (pemeriksaan sel) dengan cara biopsi (mengambil sebagian jaringan pada serviks ). Dari biopsy tersbut akan terlihat dengan jelas sel-sel kanker tersebut.
b. Cara deteksi dini ca servik
Deteksi dini ialah usaha untuk menemukan adanya kanker yang masih dapat disembuhkan (stadium dini). Deteksi dini terhadap ca serviks dapat dilakukan oleh para wanita dengan pemeriksaan screenin test yakni dengan cara yang mungkin sudah cukup familiar : PAP SMEAR atau dengan metode yang paling baru, yakni metodeIFA.
Screening test hendaknya dilakukan oleh para wanita yang sudah aktif melakukan hubungan seksual juga bagi para wanita yang memiliki faktor risiko/predesposisi seperti yang tercantum di atas. Screening bisa dilakukan pada Rumah sakit melalui dokter special kandungan ataupun tempat-tempat sarana kesehatan spereti laboratorium yang tersedia layanana screening didalamnya.
C. Pencegahan ca servik
Bagi yang telah menikah, membersihkan daerah kewanitaan dan menjaganya supaya tetap hygine adalah hal yang penting. Kebersihan alat genital pasangan juga harus diperhatikan pula. Karena sangat memungkinkan kuman penyakit tersebut ada dalam alat genital yang kurang bersih. jangan perganti-ganti pasangan.
Dan bagi yang belum menikah,hindari rokok, makanan 4 sehat 5 sempurna jauh lebih sehat dan bermanfaat bagi tubuh kita, dibandingkan makanan junk food ataupun makanan serba instant yang didalamnya banyak terdapat bahan kimia dan pengawet.
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Infeksi Vulvovagina
2.1. PENGERTIAN
Infeksi vulvovaginitis adalah peradangan atau infeksi pada vulva dan vagina.
Vulvovaginal kandidiasis adalah nama yang sering diberikan untuk Candida albicans vagina infeksi berhubungan dengan dermatitis dari vulva (gatal ruam). 'Vaginal thrush', dan 'monilia' juga nama-nama untuk Candida albicans infeksi.
Candida albicans adalah jamur ragi biasanya bertanggung jawab atas vulva gatal dan pengosongan. Hal ini umumnya pelaku bahwa perempuan selalu merujuk pada setiap Vulvovaginal gatal sebagai "infeksi jamur," tapi perlu diketahui bahwa semua tidak selalu gatal disebabkan oleh ragi.
2.2. ETIOLOGI
Vulvovaginitis dapat mempengaruhi perempuan dari segala usia dan sangat umum. Hal ini dapat disebabkan oleh bakteri, ragi, virus, dan parasit lain. Beberapa penyakit menular seksual juga dapat menyebabkan vulvovaginitis, seperti yang bisa ditemukan berbagai bahan kimia gelembung mandi, sabun, dan parfum. Faktor-faktor lingkungan seperti kebersihan yang buruk dan alergen juga dapat menyebabkan kondisi ini.
Candida albicans, yang menyebabkan infeksi jamur, adalah salah satu penyebab paling umum vulvovaginitis perempuan dari segala usia. Penggunaan antibiotik dapat menyebabkan infeksi jamur dengan membunuh antijamur normal bakteri yang hidup di vagina. Infeksi jamur kelamin biasanya menyebabkan gatal-gatal dan tebal, putih discharg vagina, dan gejala lain. Untuk informasi lebih lanjut, lihat: ragi infeksi vagina
Penyebab lain adalah vulvovaginitis bakteri vaginosis, suatu pertumbuhan berlebih dari jenis bakteri tertentu dalam vagina. Bakteri vaginosis dapat menyebabkan tipis, warna abu-abu vagina dan bau amis.
Sebuah penyakit menular seksual yang disebut Trichomonas vaginitis infeksi adalah penyebab umum lain. Infeksi ini mengarah ke kelamin gatal, bau vagina, dan vagina yang berat, yang mungkin kuning-abu atau warna hijau.
Gelembung mandi, sabun, vagina kontrasepsi, feminin semprotan, dan parfum dapat menyebabkan iritasi ruam gatal di daerah genital, sedangkan nonabsorbent ketat atau pakaian kadang-kadang menyebabkan ruam panas.
Jaringan lebih rentan terhadap infeksi daripada jaringan normal, dan banyak organisme penyebab infeksi berkembang dalam lingkungan yang hangat, lembab, dan gelap. Tidak hanya faktor-faktor ini dapat berkontribusi pada penyebab vulvovaginitis, mereka sering memperpanjang periode pemulihan.Kurangnya estrogen pada wanita postmenopause dapat menyebabkan kekeringan vagina dan penipisan kulit vagina dan vulva, yang juga dapat menyebabkan atau memperburuk kelamin gatal dan terbakar.
Nonspesifik vulvovaginitis (di mana penyebab dapat diidentifikasi) dapat dilihat dalam semua kelompok usia, tetapi paling sering terjadi pada anak gadis sebelum pubertas. Setelah pubertas dimulai, vagina menjadi lebih asam, yang cenderung untuk membantu mencegah infeksi.
Vulvovaginitis nonspesifik dapat terjadi pada anak perempuan dengan geital miskin kebersihan dan ditandai oleh berbau busuk, coklat-hijau pelepasan dan iritasi labia dan vagina. Kondisi ini sering dikaitkan dengan pertumbuhan berlebih dari suatu jenis bakteri yang biasanya ditemukan di dalam tinja. Bakteri ini kadang-kadang menyebar dari anus ke area vagina dengan mengusap dari belakang ke depan setelah menggunakan kamar mandi.
Pelecehan seksual harus dipertimbangkan pada anak-anak dengan infeksi yang tidak biasa dan berulang episode dijelaskan vulvovaginitis. Neisseria gonorrhoeae, organisme yang menyebabkan gonore, menghasilkan gonokokal vulvovaginitis di gadis-gadis muda. Gonocorrhea vaginitis terkait dianggap sebagai penyakit menular seksual. Jika tes laboratorium mengkonfirmasi diagnosis ini, gadis-gadis muda harus dievaluasi untuk pelecehan seksual.
Sekitar 20% dari non-hamil wanita usia 15-55 pelabuhan Candida albicans dalam vagina. Sebagian besar tidak mempunyai gejala dan itu berbahaya bagi mereka. Pertumbuhan yang berlebihan dari Candida albicans menyebabkan berat dadih putih seperti vagina, rasa panas di vagina dan vulva dan / atau ruam gatal di vulva dan kulit di sekitarnya.
Estrogen menyebabkan lapisan vagina untuk dewasa dan mengandung glikogen, sebuah substrat yang Candida albicans berkembang. Kurangnya estrogen pada wanita yang lebih muda dan lebih tua membuat kandidiasis Vulvovaginal jarang terjadi.
Pertumbuhan yang berlebihan dari Candida albicans terjadi paling sering dengan:
• Kehamilan
• Dosis tinggi pil KB kombinasi dan estrogen berbasis terapi penggantian hormon
• Sebuah rangkaian antibiotik spektrum luas seperti tetracycline atau amoxiclav
• Diabetes mellitus
• Anemia kekurangan zat besi
• Defisiensi imunologis misalnya, infeksi HIV
• Di atas kondisi kulit yang lain, sering psorias , Planus lumut atau lumut sclerosus.
• Penyakit lain
2.3. PATOFISIOLOGI
Proses infeksi dimulai dengan perlekatan Candida sp. pada sel epitel vagina. Kemampuan melekat ini lebih baik pada C.albicans daripada spesies Candida lainnya. Kemudian, Candida sp. mensekresikan enzim proteolitik yang mengakibatkan kerusakan ikatan-ikatan protein sel pejamu sehingga memudahkan proses invasi. Selain itu, Candida sp. juga mengeluarkan mikotoksin diantaranya gliotoksin yang mampu menghambat aktivitas fagositosis dan menekan sistem imun lokal. Terbentuknya kolonisasi Candida sp. memudahkan proses invasi tersebut berlangsung sehingga menimbulkan gejala pada pejamu.
2.4. MANIFESTASI KLINIS
Vulvovaginal gejala kandidiasis, yaitu, suatu pertumbuhan berlebih dari Candida albicans, meliputi:
• Gatal, nyeri dan / atau pembakaran ketidaknyamanan pada vagina dan vulva
• Berat dadih putih seperti vagina
• Ruam merah terang yang mempengaruhi bagian dalam dan luar dari vulva, kadang-kadang menyebar luas di pangkal paha untuk memasukkan daerah kemaluan, daerah inguinal dan paha.
Ini bisa berlangsung hanya beberapa jam atau bertahan selama berhari-hari, berminggu-minggu, atau jarang, bulan.
Gejala mungkin kadang-kadang diperparah oleh hubungan seksual.
2.5. KOMPLIKASI
• Ketidaknyamanan yang tidak hilang
• Infeksi kulit (dari garukan)
• Komplikasi karena penyebab kondisi (seperti gonore dan infeksi kandida)
2.6. PENCEHAGAHAN
Untuk mencegah infeksi jamur, mengenakan pakaian katun agar udara dapat bersirkulasi. Walaupun sejumlah obat untuk mengobati infeksi jamur baru-baru ini akan tersedia over-the-counter.Penggunaan kondom selama hubungan seksual bisa mencegah sebagian besar infeksi menular seksual vagina. Gunakan tempat yang pas dan memadai agar tidak dapat penyerap pakaian, dikombinasikan dengan baik kebersihan daerah genital juga mencegah banyak kasus infeksi non-vulvovaginitis.
Anak-anak harus diajarkan bagaimana cara benar membersihkan daerah genital saat memandikan atau mandi. Tepat menyeka setelah menggunakan toilet juga akan membantu (anak harus selalu menyeka dari depan ke belakang untuk menghindari memperkenalkan bakteri dari anus ke vagina).
Tangan harus dicuci bersih sebelum dan setelah menggunakan kamar mandi.
2.7. PERAWATAN
Kadang-kadang Candida albicans infeksi tetap ada meski terapi konvensional yang memadai. Pada beberapa wanita,hal ini mungkin merupakan tanda kekurangan zat besi , diabetes melitus atau masalah imun, dan tes yang sesuai yang harus dilakukan.
Perempuan yang mengalami berulang Vulvovaginal Candida albicans melakukannya karena infeksi persisten, daripada infeksi ulang. Tujuan dari perawatan dalam situasi ini adalah untuk menghindari pertumbuhan berlebih dari kandida yang mengarah ke gejala, daripada harus mampu mencapai pemberantasan menyelesaikan atau menyembuhkan.
a. Ada beberapa bukti bahwa langkah-langkah berikut dapat membantu:
1. Kapas atau uap air-wicking pakaian dalam dan pakaian longgar - menghindari stoking nilon.
2. Perendaman dalam garam mandi. Hindari sabun - menggunakan pembersih non-sabun atau krim untuk mencuci berair.
3. Terapkan hidrokortison krim untuk mengurangi gatal dan mengobati sekunder dermatitis mempengaruhi vulva.
4. Perlakukan dengan krim antijamur sebelum setiap periode menstruasi dan sebelum terapi antibiotik untuk mencegah kambuh.
Sebuah perjalanan panjang sebuah antijamur topikal agen kadang-kadang diperlukan (tapi hal ini mungkin sendiri menyebabkan dermatitis atau hasil dalam non-proliferasi candida albicans).
Anti jamur oral obat-obatan (itrakonazol atau flukonazol) dapat diambil secara teratur dan sebentar-sebentar (misalnya sekali sebulan). Dosis dan frekuensi yang cukup bervariasi, tergantung pada keparahan gejala. Oral agen antijamur mungkin tidak sesuai pada kehamilan. Mereka membutuhkan resep. Asam borat (boraks) 600mg sebagai supositoria pada malam hari dapat membantu untuk mengasamkan vagina dan mengurangi kehadiran khamir (albicans dan non-candida albicans).
b. Langkah-langkah berikut belum ditunjukkan untuk membantu.
1. Perawatan pasangan seksual - laki-laki mungkin mendapatkan singkat reaksi kulit pada penis, yang membersihkan cepat dengan krim antijamur.
2. Memperlakukan laki-laki tidak mengurangi jumlah episode kandidiasis pada pasangan wanita mereka.
3. Khusus gula rendah, rendah ragi atau yoghurt tinggi diet
4. Menempatkan yoghurt dalam vagina
5. Obat alami (dengan pengecualian asam borat)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLEIN
DENGAN INFEKSI VULVOVAGINA
3.1. PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
B. Keluhan Utama
Nyeri
Luka
Perubahan fungsi seksual
C. Riwayat Penyakit
1. Sekarang
Keluhan Klien menderita infeksi alat kelamin
2. Dahulu
Riwayat keluarga mempunyai penyakit serupa, gangguan reproduksi
D. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Bagian Luar
Inspeksi
Rambut pubis, distribusi, bandingkan sesuai usia perkembangan klien
Kulit dan area pubis, adakah lesi, eritema, visura, leokoplakia dan eksoria
Labia mayora, minora, klitoris, meatus uretra terhadap pemebengkakan ulkus, keluaran dan nodul
Pemeriksaan Bagian Dalam
Inspeksi
Serviks: ukuran, laserasi, erosi, nodula, massa, keluaran dan warnanya
Palpasi
Raba dinding vagina: Nyeri tekan dan nodula,
Serviks: posisi, ukuran, konsistensi, regularitas, mobilitas dan nyeri tekan
Uterus: ukuran, bentuk, konsistensi dan mobilitas
Ovarium: ukuran, mobilitas, bentuk, konsistensi dan nyeri tekan
3.2. DIAGNOSA
1. Perubahan kenyamanan b/d infeksi pada system reproduksi
2. Disfungsi seksual b/d perubahan kesehatan seksual
3. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
4. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
3.3. INTERVENSI
1. Perubahan kenyamanan b/d infeksi pada system reproduksi
Kriteria hasil:
Memperhatikan bahwa nyeri ini ada mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan dan menurunkan nyeri dapat mengidentifikasi dan menurunan sumber-sumber nyeri
Intervensi:
Berikan pengurang rasa nyeri yang optimal
Meluruskan kesalahan konsep pada keluarga
Bicarakan mengenai ketakutan, marah dan rasa frustasi klien
Berikan privasi selama prosedur tindakan
2. Disfungsi seksual b/d perubahan kesehatan seksual
Kriteria hasil:
Menceritakan masalah mengenai fungsi seksual, mengekspresikan peningkatan kepuasan dengan pola seksual. Melaporkan keinginan untuk melanjutkan aktivitas seksual
Intervensi:
Kaji riwayat seksual mengenai pola seksual, kepuasan, pengetahuan seksual, masalah seksual
Identifikasi masalah penghambat untuk memuaskan seksual
Berikan dorongan bertanya tentang seksual atau fungsi seksual
3. Resiko terhadap infeksi b/d kontak dengan mikroorganisme
Kriteria hasil:
Klien mampu memperlihatkan teknik cuci tangan yang benar, bebas dari proses infeksi nasokomial selama perawatan dan memperlihatkan pengetahuan tentang fakor resiko yang berkaitan dengan infeksi dan melakukan pencegahan yang tepat.
Intervensi:
Teknik antiseptik untuk membersihan alat genetalia
Amati terhadap manefestasi kliniks infeksi
Infomasikan kepada klien dan keluarga mengenai penyebab, resiko-resiko pada kekuatan penularan dari infeksi
Terafi antimikroba sesuai order dokter
4. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
Kriteria hasil:
Menunjukan pemahaman akan proses penyakit dan prognosis, mampu menunjukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan rasional dari tindakan dan pasien ikut serta dalam program pengobatan
Intervensi:
Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan
Berikan informasi mengenai terafi obat-obatan, interaksi, efek samping dan pentingnya pada program
Tinjau factor-faktor resiko individual dan bentuk penularan/tempat masuk infeksi
Tinjau perlunya pribadi dan kebersihan lingkungan.
3.4. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan kepada perawat untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Adapun tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan meliputi peningkatan kesehatan atau pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dari fasilitas yang dimiliki.
Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisiasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. Selama perawatan atau pelaksanaan perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih tindakan perawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien. dan meprioritaskannya. Semua tindakan keperawatan dicatat ke dalam format yang telah ditetapkan institusi.
3.5. EVALUASI
• Tingkat kenyamanan pasien kembali seperti sebelum sakit
• Pola seksualitas dapat berfungsi secara normal
• Tidak terjadi inveksi
• Klien mengerti mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
Infeksi vulvovaginitis adalah peradangan atau infeksi pada vulva dan vagina.
Vulvovaginal kandidiasis adalah nama yang sering diberikan untuk Candida albicans vagina infeksi berhubungan dengan dermatitis dari vulva (gatal ruam). 'Vaginal thrush', dan 'monilia' juga nama-nama untuk Candida albicans infeksi.
Candida albicans adalah jamur ragi biasanya bertanggung jawab atas vulva gatal dan pengosongan. Hal ini umumnya pelaku bahwa perempuan selalu merujuk pada setiap Vulvovaginal gatal sebagai "infeksi jamur," tapi perlu diketahui bahwa semua tidak selalu gatal disebabkan oleh ragi.
2.2. ETIOLOGI
Vulvovaginitis dapat mempengaruhi perempuan dari segala usia dan sangat umum. Hal ini dapat disebabkan oleh bakteri, ragi, virus, dan parasit lain. Beberapa penyakit menular seksual juga dapat menyebabkan vulvovaginitis, seperti yang bisa ditemukan berbagai bahan kimia gelembung mandi, sabun, dan parfum. Faktor-faktor lingkungan seperti kebersihan yang buruk dan alergen juga dapat menyebabkan kondisi ini.
Candida albicans, yang menyebabkan infeksi jamur, adalah salah satu penyebab paling umum vulvovaginitis perempuan dari segala usia. Penggunaan antibiotik dapat menyebabkan infeksi jamur dengan membunuh antijamur normal bakteri yang hidup di vagina. Infeksi jamur kelamin biasanya menyebabkan gatal-gatal dan tebal, putih discharg vagina, dan gejala lain. Untuk informasi lebih lanjut, lihat: ragi infeksi vagina
Penyebab lain adalah vulvovaginitis bakteri vaginosis, suatu pertumbuhan berlebih dari jenis bakteri tertentu dalam vagina. Bakteri vaginosis dapat menyebabkan tipis, warna abu-abu vagina dan bau amis.
Sebuah penyakit menular seksual yang disebut Trichomonas vaginitis infeksi adalah penyebab umum lain. Infeksi ini mengarah ke kelamin gatal, bau vagina, dan vagina yang berat, yang mungkin kuning-abu atau warna hijau.
Gelembung mandi, sabun, vagina kontrasepsi, feminin semprotan, dan parfum dapat menyebabkan iritasi ruam gatal di daerah genital, sedangkan nonabsorbent ketat atau pakaian kadang-kadang menyebabkan ruam panas.
Jaringan lebih rentan terhadap infeksi daripada jaringan normal, dan banyak organisme penyebab infeksi berkembang dalam lingkungan yang hangat, lembab, dan gelap. Tidak hanya faktor-faktor ini dapat berkontribusi pada penyebab vulvovaginitis, mereka sering memperpanjang periode pemulihan.Kurangnya estrogen pada wanita postmenopause dapat menyebabkan kekeringan vagina dan penipisan kulit vagina dan vulva, yang juga dapat menyebabkan atau memperburuk kelamin gatal dan terbakar.
Nonspesifik vulvovaginitis (di mana penyebab dapat diidentifikasi) dapat dilihat dalam semua kelompok usia, tetapi paling sering terjadi pada anak gadis sebelum pubertas. Setelah pubertas dimulai, vagina menjadi lebih asam, yang cenderung untuk membantu mencegah infeksi.
Vulvovaginitis nonspesifik dapat terjadi pada anak perempuan dengan geital miskin kebersihan dan ditandai oleh berbau busuk, coklat-hijau pelepasan dan iritasi labia dan vagina. Kondisi ini sering dikaitkan dengan pertumbuhan berlebih dari suatu jenis bakteri yang biasanya ditemukan di dalam tinja. Bakteri ini kadang-kadang menyebar dari anus ke area vagina dengan mengusap dari belakang ke depan setelah menggunakan kamar mandi.
Pelecehan seksual harus dipertimbangkan pada anak-anak dengan infeksi yang tidak biasa dan berulang episode dijelaskan vulvovaginitis. Neisseria gonorrhoeae, organisme yang menyebabkan gonore, menghasilkan gonokokal vulvovaginitis di gadis-gadis muda. Gonocorrhea vaginitis terkait dianggap sebagai penyakit menular seksual. Jika tes laboratorium mengkonfirmasi diagnosis ini, gadis-gadis muda harus dievaluasi untuk pelecehan seksual.
Sekitar 20% dari non-hamil wanita usia 15-55 pelabuhan Candida albicans dalam vagina. Sebagian besar tidak mempunyai gejala dan itu berbahaya bagi mereka. Pertumbuhan yang berlebihan dari Candida albicans menyebabkan berat dadih putih seperti vagina, rasa panas di vagina dan vulva dan / atau ruam gatal di vulva dan kulit di sekitarnya.
Estrogen menyebabkan lapisan vagina untuk dewasa dan mengandung glikogen, sebuah substrat yang Candida albicans berkembang. Kurangnya estrogen pada wanita yang lebih muda dan lebih tua membuat kandidiasis Vulvovaginal jarang terjadi.
Pertumbuhan yang berlebihan dari Candida albicans terjadi paling sering dengan:
• Kehamilan
• Dosis tinggi pil KB kombinasi dan estrogen berbasis terapi penggantian hormon
• Sebuah rangkaian antibiotik spektrum luas seperti tetracycline atau amoxiclav
• Diabetes mellitus
• Anemia kekurangan zat besi
• Defisiensi imunologis misalnya, infeksi HIV
• Di atas kondisi kulit yang lain, sering psorias , Planus lumut atau lumut sclerosus.
• Penyakit lain
2.3. PATOFISIOLOGI
Proses infeksi dimulai dengan perlekatan Candida sp. pada sel epitel vagina. Kemampuan melekat ini lebih baik pada C.albicans daripada spesies Candida lainnya. Kemudian, Candida sp. mensekresikan enzim proteolitik yang mengakibatkan kerusakan ikatan-ikatan protein sel pejamu sehingga memudahkan proses invasi. Selain itu, Candida sp. juga mengeluarkan mikotoksin diantaranya gliotoksin yang mampu menghambat aktivitas fagositosis dan menekan sistem imun lokal. Terbentuknya kolonisasi Candida sp. memudahkan proses invasi tersebut berlangsung sehingga menimbulkan gejala pada pejamu.
2.4. MANIFESTASI KLINIS
Vulvovaginal gejala kandidiasis, yaitu, suatu pertumbuhan berlebih dari Candida albicans, meliputi:
• Gatal, nyeri dan / atau pembakaran ketidaknyamanan pada vagina dan vulva
• Berat dadih putih seperti vagina
• Ruam merah terang yang mempengaruhi bagian dalam dan luar dari vulva, kadang-kadang menyebar luas di pangkal paha untuk memasukkan daerah kemaluan, daerah inguinal dan paha.
Ini bisa berlangsung hanya beberapa jam atau bertahan selama berhari-hari, berminggu-minggu, atau jarang, bulan.
Gejala mungkin kadang-kadang diperparah oleh hubungan seksual.
2.5. KOMPLIKASI
• Ketidaknyamanan yang tidak hilang
• Infeksi kulit (dari garukan)
• Komplikasi karena penyebab kondisi (seperti gonore dan infeksi kandida)
2.6. PENCEHAGAHAN
Untuk mencegah infeksi jamur, mengenakan pakaian katun agar udara dapat bersirkulasi. Walaupun sejumlah obat untuk mengobati infeksi jamur baru-baru ini akan tersedia over-the-counter.Penggunaan kondom selama hubungan seksual bisa mencegah sebagian besar infeksi menular seksual vagina. Gunakan tempat yang pas dan memadai agar tidak dapat penyerap pakaian, dikombinasikan dengan baik kebersihan daerah genital juga mencegah banyak kasus infeksi non-vulvovaginitis.
Anak-anak harus diajarkan bagaimana cara benar membersihkan daerah genital saat memandikan atau mandi. Tepat menyeka setelah menggunakan toilet juga akan membantu (anak harus selalu menyeka dari depan ke belakang untuk menghindari memperkenalkan bakteri dari anus ke vagina).
Tangan harus dicuci bersih sebelum dan setelah menggunakan kamar mandi.
2.7. PERAWATAN
Kadang-kadang Candida albicans infeksi tetap ada meski terapi konvensional yang memadai. Pada beberapa wanita,hal ini mungkin merupakan tanda kekurangan zat besi , diabetes melitus atau masalah imun, dan tes yang sesuai yang harus dilakukan.
Perempuan yang mengalami berulang Vulvovaginal Candida albicans melakukannya karena infeksi persisten, daripada infeksi ulang. Tujuan dari perawatan dalam situasi ini adalah untuk menghindari pertumbuhan berlebih dari kandida yang mengarah ke gejala, daripada harus mampu mencapai pemberantasan menyelesaikan atau menyembuhkan.
a. Ada beberapa bukti bahwa langkah-langkah berikut dapat membantu:
1. Kapas atau uap air-wicking pakaian dalam dan pakaian longgar - menghindari stoking nilon.
2. Perendaman dalam garam mandi. Hindari sabun - menggunakan pembersih non-sabun atau krim untuk mencuci berair.
3. Terapkan hidrokortison krim untuk mengurangi gatal dan mengobati sekunder dermatitis mempengaruhi vulva.
4. Perlakukan dengan krim antijamur sebelum setiap periode menstruasi dan sebelum terapi antibiotik untuk mencegah kambuh.
Sebuah perjalanan panjang sebuah antijamur topikal agen kadang-kadang diperlukan (tapi hal ini mungkin sendiri menyebabkan dermatitis atau hasil dalam non-proliferasi candida albicans).
Anti jamur oral obat-obatan (itrakonazol atau flukonazol) dapat diambil secara teratur dan sebentar-sebentar (misalnya sekali sebulan). Dosis dan frekuensi yang cukup bervariasi, tergantung pada keparahan gejala. Oral agen antijamur mungkin tidak sesuai pada kehamilan. Mereka membutuhkan resep. Asam borat (boraks) 600mg sebagai supositoria pada malam hari dapat membantu untuk mengasamkan vagina dan mengurangi kehadiran khamir (albicans dan non-candida albicans).
b. Langkah-langkah berikut belum ditunjukkan untuk membantu.
1. Perawatan pasangan seksual - laki-laki mungkin mendapatkan singkat reaksi kulit pada penis, yang membersihkan cepat dengan krim antijamur.
2. Memperlakukan laki-laki tidak mengurangi jumlah episode kandidiasis pada pasangan wanita mereka.
3. Khusus gula rendah, rendah ragi atau yoghurt tinggi diet
4. Menempatkan yoghurt dalam vagina
5. Obat alami (dengan pengecualian asam borat)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLEIN
DENGAN INFEKSI VULVOVAGINA
3.1. PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
B. Keluhan Utama
Nyeri
Luka
Perubahan fungsi seksual
C. Riwayat Penyakit
1. Sekarang
Keluhan Klien menderita infeksi alat kelamin
2. Dahulu
Riwayat keluarga mempunyai penyakit serupa, gangguan reproduksi
D. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Bagian Luar
Inspeksi
Rambut pubis, distribusi, bandingkan sesuai usia perkembangan klien
Kulit dan area pubis, adakah lesi, eritema, visura, leokoplakia dan eksoria
Labia mayora, minora, klitoris, meatus uretra terhadap pemebengkakan ulkus, keluaran dan nodul
Pemeriksaan Bagian Dalam
Inspeksi
Serviks: ukuran, laserasi, erosi, nodula, massa, keluaran dan warnanya
Palpasi
Raba dinding vagina: Nyeri tekan dan nodula,
Serviks: posisi, ukuran, konsistensi, regularitas, mobilitas dan nyeri tekan
Uterus: ukuran, bentuk, konsistensi dan mobilitas
Ovarium: ukuran, mobilitas, bentuk, konsistensi dan nyeri tekan
3.2. DIAGNOSA
1. Perubahan kenyamanan b/d infeksi pada system reproduksi
2. Disfungsi seksual b/d perubahan kesehatan seksual
3. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
4. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
3.3. INTERVENSI
1. Perubahan kenyamanan b/d infeksi pada system reproduksi
Kriteria hasil:
Memperhatikan bahwa nyeri ini ada mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan dan menurunkan nyeri dapat mengidentifikasi dan menurunan sumber-sumber nyeri
Intervensi:
Berikan pengurang rasa nyeri yang optimal
Meluruskan kesalahan konsep pada keluarga
Bicarakan mengenai ketakutan, marah dan rasa frustasi klien
Berikan privasi selama prosedur tindakan
2. Disfungsi seksual b/d perubahan kesehatan seksual
Kriteria hasil:
Menceritakan masalah mengenai fungsi seksual, mengekspresikan peningkatan kepuasan dengan pola seksual. Melaporkan keinginan untuk melanjutkan aktivitas seksual
Intervensi:
Kaji riwayat seksual mengenai pola seksual, kepuasan, pengetahuan seksual, masalah seksual
Identifikasi masalah penghambat untuk memuaskan seksual
Berikan dorongan bertanya tentang seksual atau fungsi seksual
3. Resiko terhadap infeksi b/d kontak dengan mikroorganisme
Kriteria hasil:
Klien mampu memperlihatkan teknik cuci tangan yang benar, bebas dari proses infeksi nasokomial selama perawatan dan memperlihatkan pengetahuan tentang fakor resiko yang berkaitan dengan infeksi dan melakukan pencegahan yang tepat.
Intervensi:
Teknik antiseptik untuk membersihan alat genetalia
Amati terhadap manefestasi kliniks infeksi
Infomasikan kepada klien dan keluarga mengenai penyebab, resiko-resiko pada kekuatan penularan dari infeksi
Terafi antimikroba sesuai order dokter
4. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
Kriteria hasil:
Menunjukan pemahaman akan proses penyakit dan prognosis, mampu menunjukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan rasional dari tindakan dan pasien ikut serta dalam program pengobatan
Intervensi:
Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan
Berikan informasi mengenai terafi obat-obatan, interaksi, efek samping dan pentingnya pada program
Tinjau factor-faktor resiko individual dan bentuk penularan/tempat masuk infeksi
Tinjau perlunya pribadi dan kebersihan lingkungan.
3.4. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan kepada perawat untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Adapun tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan meliputi peningkatan kesehatan atau pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dari fasilitas yang dimiliki.
Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisiasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. Selama perawatan atau pelaksanaan perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih tindakan perawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien. dan meprioritaskannya. Semua tindakan keperawatan dicatat ke dalam format yang telah ditetapkan institusi.
3.5. EVALUASI
• Tingkat kenyamanan pasien kembali seperti sebelum sakit
• Pola seksualitas dapat berfungsi secara normal
• Tidak terjadi inveksi
• Klien mengerti mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
Asuhan Keperawatan Kelainan Haid
2.1. Definisi
Kelainan haid adalah masalah fisik atau mental yang mempengaruhi siklus menstruasi, menyebabkan nyeri, perdarahan yang tidak biasa yang lebih banyak atau sedikit, terlambatnya menarche atau hilangnya siklus menstruasi tertentu.
Kelainan haid sering menimbulkan kecemasan pada wanita karena kehawatiran akan pengaruh kelainan haid terhadap kesuburan dan kesehatan wanita pada umumnya.
2.2. Fisiologi menstruasi
Siklus menstruasi normal berlangsung selama 21-35 hari, 2-8 hari adalah waktu keluarnya darah haid yang berkisar 20-60 ml per hari. Penelitian menunjukkan wanita dengan siklus mentruasi normal hanya terdapat pada 2/3 wanita dewasa, sedangkan pada usia reproduksi yang ekstrim (setelah menarche dan menopause) lebih banyak mengalami siklus yang tidak teratur atau siklus yang tidak mengandung sel telur.
Siklus mentruasi ini melibatkan kompleks hipotalamus-hipofisis-ovarium.
Gambar1.KompleksHipotalamus-Hipofisis-Ovarium
2.3 Gangguan haid dan siklusnya dalam masa reproduksi dapat digolongkan dalam :
A. Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada haid : Hipermenorea atau menoragia dan Hipomenorea
Definisi
a. Hipermenore atau Menoragia
Hipermenore adalah Perdarahan haid lebih banyak dari normal atau lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari), kadang disertai dengan bekuan darah sewaktu menstruasi.
Sebab-sebab
1. Hipoplasia uteri, dapat mengakibatkan amenorea, hipomenorea, menoragia. Terapi : uterotonika
2. Asthenia, terjadi karena tonus otot kurang. Terapi : uterotonika, roborantia.
3. Myoma uteri, disebabkan oleh : kontraksi otot rahim kurang, cavum uteri luas, bendungan pembuluh darah balik.
4. Hipertensi
5. Dekompensio cordis
6. Infeksi, misalnya : endometritis, salpingitis.
7. Retofleksi uteri, dikarenakan bendungan pembuluh darah balik.
8. Penyakit darah, misalnya Werlhoff, hemofili
Tindakan Bidan
Memberikan anti perdarahan seperti ergometrin tablet/injeksi; KIEM untuk pemeriksaan selanjutnya; Merujuk ke fasilitas yang lebih tinggi dan lengkap.
b. Hipomenorea
Adalah perdarahan haid yang lebih pendek dan atau lebih kurang dari biasa.
Sebab-sebab
Hipomenorea disebabkan oleh karena kesuburan endometrium kurang akibat dari kurang gizi, penyakit menahun maupun gangguan hormonal.
Tindakan Bidan
Merujuk ke fasilitas yang lebih tinggi dan lengkap.
B. Kelainan Siklus
Dibagi menjadi 3 yaitu :
1) Polimenorea
a.Definisi
Polimenorrhea adalah kelainan haid dimana siklus kurang dari 21 hari dan menurut literatur lain siklus lebih pendek dari 25 hari.
b.Etiologi
Bila siklus pendek namun teratur ada kemungkinan stadium proliferasi pendek atau stadium sekresi pendek atau kedua stadium memendek. Yang paling sering dijumpai adalah pemendekan stadium proliferasi. Bila siklus lebih pendek dari 21 hari kemungkinan melibatkan stadium sekresi juga dan hal ini menyebabkan infertilitas.
Siklus yang tadinya normal menjadi pendek biasanya disebabkan pemendekan stadium sekresi karena korpus luteum lekas mati. Hal ini sering terjadi pada disfungsi ovarium saat klimakterium, pubertas atau penyakit kronik seperti TBC.
c.Terapi
Keadaan ini dapat diperbaiki dengan menggunakan terapi hormonal. Stadium proliferasi dapat diperpanjang dengan estrogen dan stadium sekresi dapat diperpanjang dengan kombinasi estrogen-progesteron.
2) Oligomenorea
A. . a. Definisi
Oligomenorrhea disebut juga sebagai haid jarang atau siklus panjang. Oligomenorrhea terjadi bila siklus lebih dari 35 hari. Darah haid biasanya berkurang.
b.Etiologi
Oligomenorrhea biasanya berhubungan dengan anovulasi atau dapat juga disebabkan kelainan endokrin seperti kehamilan, gangguan hipofise-hipotalamus, dan menopouse atau sebab sistemik seperti kehilangan berat badan berlebih.
Oligomenorrhea sering terdapat pada wanita astenis. Dapat juga terjadi pada wanita dengan sindrom ovarium polikistik dimana pada keadaan ini dihasilkan androgen yang lebih tinggi dari kadara pada wanita normal.
Oligomenorrhea dapat juga terjadi pada stress fisik dan emosional, penyakit kronis, tumor yang mensekresikan estrogen dan nutrisi buruk. Oligomenorrhe dapat juga disebabkan ketidakseimbangan hormonal seperti pada awal pubertas.
Oligomenorrhea yang menetap dapat terjadi akibat perpanjangan stadium folikular, perpanjangan stadium luteal, ataupun perpanjang kedua stadium tersebut. Bila siklus tiba-tiba memanjang maka dapat disebabkan oleh pengaruh psikis atau pengaruh penyakit.
c. Gejala
Gejala oligomenorrhea terdiri dari periode menstruasi yang lebih panjang dari 35 hari dimana hanya didapatkan 4-9 periode dalam 1 tahun. Beberapa wanita dengan oligomenorrhea mungkin sulit hamil. Bila kadar estrogen yang menjadi penyebab, wanita tersebut mungkin mengalami osteoporosis dan penyakit kardiovaskular. Wanita tersebut juga memiliki resiko besar untuk mengalami kanker uterus.
d. Pengobatan
Pengobatan oligomenorrhea tergantung dengan penyebab. Pada oligomenorrhea dengan anovulatoir serta pada remaja dan wanita yang mendekati menopouse tidak memerlukan terapi. Perbaikan status gizi pada penderita dengan gangguan nutrisi dapat memperbaiki keadaan oligomenorrhea. Oligomenorrhea sering diobati dengan pil KB untuk memperbaiki ketidakseimbangan hormonal. Pasien dengan sindrom ovarium polikistik juga sering diterapi dengan hormonal. Bila gejala terjadi akibat adanya tumor, operasi mungkin diperlukan. Pengobatan alternatif lainnya dapat menggunakan akupuntur atau ramuan herbal.
e. Komplikasi
Komplikasi yang paling menakutkan adalah terganggunya fertilitas dan stress
emosional pada penderita sehingga dapat meperburuk terjadinya kelainan haid lebih lanjut. Prognosa akan buruk bila oligomenorrhea mengarah pada infertilitas atau tanda dari keganasan.
3) Amenorea
Definisi
Adalah keadaan tidak datang haid selama 3 bulan berturut-turut.
Klasifikasi
1. Amenorea Primer, apabila belum pernah datang haid sampai umur 18 tahun.
2. Amenorea Sekunder, apabila berhenti haid setelah menarche atau pernah mengalami haid tetapi berhenti berturut-turut selama 3 bulan.
Sebab-sebab
Fisiologis; terjadi sebelum pubertas, dalam kehamilan, dalam masa laktasi maupun dalam masa menopause; gangguan pada aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium; kelainan kongenital; gangguan sistem hormonal; penyakit-penyakit lain; ketidakstabilan emosi; kurang zat makanan yang mempunyai nilai gizi lebih.
Terapi
Terapi pada amenorea, tergantung dengan etiologinya. Secara umum dapat diberikan hormon-hormon yang merangsang ovulasi, iradiasi dari ovarium dan pengembalian keadaan umum, menyeimbangkan antara kerja-rekreasi dan istirahat.
C. Perdarahan di luar haid
Metroragia
Definisi
Adalah perdarahan yang tidak teratur dan tidak ada hubungannya dengan haid.
Klasifikasi
1. Metroragia oleh karena adanya kehamilan; seperti abortus, kehamilan ektopik.
2. Metroragia diluar kehamilan.
Sebab-sebab
1. Metroragia diluar kehamilan dapat disebabkan oleh luka yang tidak sembuh; carcinoma corpus uteri, carcinoma cervicitis; peradangan dari haemorrhagis (seperti kolpitis haemorrhagia, endometritis haemorrhagia); hormonal.
2. Perdarahan fungsional : a) Perdarahan Anovulatoar; disebabkan oleh psikis, neurogen, hypofiser, ovarial (tumor atau ovarium yang polikistik) dan kelainan gizi, metabolik, penyakit akut maupun kronis. b) Perdarahan Ovulatoar; akibat korpus luteum persisten, kelainan pelepasan endometrium, hipertensi, kelainan darah dan penyakit akut ataupun kronis.
Terapi : kuretase dan hormonal.
D. Gangguan Lain Yang Ada Hubungan Dengan Haid
Dismenorea
Dismenorrhea adalah nyeri sewaktu haid. Dismenorrhea terdiri dari gejala yang kompleks berupa kram perut bagian bawah yang menjalar ke punggung atau kaki dan biasanya disertai gejala gastrointestinal dan gejala neurologis seperti kelemahan umum.Dismenorrhea dibagi menjadi 2,yaitu:
Dismenorrhea primer (idiopatik)
Dismenorrhea primer adalah dismenorrhea yang mulai terasa sejak menarche dan tidak ditemukan kelainan dari alat kandungan atau organ lainnya. Dismenorrhea primer terjadi pada 90% wanita dan biasanya terasa setelah mereka menarche dan berlanjut hingga usia pertengahan 20-an atau hingga mereka memiliki anak. Sekitar 10% penderita dismenorrhea primer tidak dapat mengikuti kegiatan sehari-hari. Gejala nya mulai terasa pada 1 atau 2 hari sebelum haid dan berakhir setelah haid dimulai. Biasanya nyeri berakhir setelah diberi kompres panas atau oleh pemberian analgesik.
Dismenorrhea primer biasanya diobati oleh NSAID seperti ibuprofen dan naproxen yang dapat mengurangi nyeri pada 64% penderita dissmenorrhea primer. Pil kontrasepsi menghilangkan nyeri dan gejala lainnya pada 90% penderita dengan menekan ovulasi dan jumlah perdarahan. Terapi ini membutuhkan waktu 3 siklus untuk menghilangkan gejala. Kompres panas juga dapat mengurangi nyeri.
Dismenorrhea sekunder
Dismenorrhea sekunder biasanya terjadi kemudian setelah menarche. Biasanya disebabkan hal lain. Nyeri biasanya bersifat regular pada setiap haid namun berlangsung lebih lama dan bisa berlangsung selama siklus. Nyeri mungkin nyeri pada salah satu sisi abdomen.
Dismenorrhea sekunder dapat disebabkan oleh endometriosis dimana jaringan uterus tumbuh di luar uterus dan ini dapat terjadi pada wanita tua maupun muda. Implan ini masih bereaksi terhadap estrogen dan progesteron sehingga dapat meluruh sat haid. Hasil peluruhan bila jatuh ke dalam rongga abdomen dan merangsang peritoneum akan menghasilkan nyeri. Endometriosis ditemukan pada 10-15% wanita usia 25-33 tahun. Dismenorrhea sekunder dapat juga disebabkan fibroid, penyakit radang panggul; IUD; tumor pada tuba fallopi, usus atau vesika urinaria; polip uteri; inflmatory bowel desease; skar atau perlengketan akibat operasi sebelumnya dan adenomiosis yaitu suatu keadaan dimana endometrium tumbuh menembus miometrium.
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Keluhan utama
a. Nyeri perut saat haid klien dengan disminore.
b. Keluarnya darah haid berlebihan atau sedikit pada hiperminore dan hipominore
c. Adanya keluhan haid disiklus menstruasi pada oligominore dan poliminore dan aminore.
2. Riwayat penyakit sekarang
a. Mual dan Muntah
b. Pusing.
c. Kelelahan.
d. Nyeri yang menjalar dari bawah perut sampai punggung belakang (PQRST)
3. Riwayat penyakit dahulu.
a. Pernah hamil atau belum pernah hamil.
b. Pernah melakukan oprasi atau pembedahan,DM dll.
4. Riwayat obstetri
a. Riwayat abortus
b. Riwayat siklus haid.
• Apakah haid teratur.
• Siklus berapa.
• Apakah ada masalah dengan haid.
• HPHT.
c. Riwayat kehamilan.
• Hamil berapa kali
• Ada masalah dalam kehamilan.
d. Riwayat KB
• Jenis kontrasepsi yang pernah digunakan.
• Masalah dengan cara tersebut.
• Jenis kontrasepsi yang telah digunakan setelah persalinan.
5. Riwayat psikososial
a. Keadaan yang menimbulkan perubahan terhadap kehidupan sehar-hari klien.
b. Pendapat klien terhadap penyakit saat ini.
c. Perubahan yang timbul saat haid
6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
• Tekanan darah: 110/70-130/90 mmHg.
• Respiratori: 16-24x/mnit
• BB
• Kesadaran.
• Nadi:76-92x/mnit
• Suhu:36-37x/mnit.
• TB.
b. Mata.
• Conjungtiva pucat pada perdarahan banyak (anemis).
c. Dada.
• Mammae pada penderita aminore tidah tumbuh.
d. Respiratori.
• Jalan nafas.
e. Abdomen
• Nodul/pembesaran tmbulnya mioma.
f. Genitalia.
• Perinium.
• Vesika urinaria.
g. Extrimitas (Integumen)
• Turgor kulit (CRT)
• Warna kulit.
• Kesulitan dalam pergerakan.
7. Data penunjang.
• Lab (Urine,Hb)
• USG
• Terapi
Diagnosa keperwatan
1. Nyeri(akut atau kronis) bd kontraksi uterus selama haid.
2. Resiko kurangnya volume cairan bd perdarahan.
3. Resiko gangguan perfusi jaringan bd kurangnya Hb sekunder adanya perdarahan berlebihan.
B. Implementasi.
1. Nyeri(akut atau kronis) bd kontraksi uterus selama haid.
Tujuan: Nyeri teratasi
Kreteria hasil:
• Klien mengungkapkan adanya penurunan rasa nyeri/hilang.
• Klien bisa relaksasi dengan ekspresi wajah yang tidak menunjukkan rasa nyeri.
• TTV dalam batas normal.
Intervensi:
1. Kaji tingkat nyeri.
2. Jelaskan penyebab nyeri pada klien.
3. Sarankan untuk relaksasi dengan mengatur posisi dan mengalihkan perhatian.
4. Anjurkan dan bantu klien pada disminore dikompres dengan air hangat.
5. Kolaborasi penberian obat anti nyeri.
6. Observasi TTV.
2. Resiko kurangnya volume cairan bd perdarahan.
Tujuan:Resiko tidak terjadi kurangnya volume cairan.
Kreteria hasil:
• Turgor kulit baik baik( ).
• Mukosa bibir tidak kering.
• Kelopa mata tidak cekung.
• Klien tidak haus.
• Kencing Output kurang dan pekat.
Intervensi:
1. Kaji status hidrasi pada klien.
2. Kaji intek output cairan dan banyaknya pendarahan.
3. Jelaskan pada klien penyebabnya pendarahan dan rencana tindakan keperawatan selanjutnya.
4. Anjurkan klien untuk minum secara adekuat(Minum 2,5liter/hri).
5. Kolaborasi pemberian cairan parenteral( jika diperlukan).
6. Kolaborasi pemnberian obat untuk penderahan.
7. Observasi TTV.
DAFTAR PUSTAKA
Referensi
• Adobe Reader-[cdk_133_obstertri_dan_ginekologi.pdf]. Junizar, Galya, dkk, 2001. Pengobatan Dismenore Secara Akupuntur. KSMF Akupunktur Rumah Sakit UmumPusat Nasional Dr. Ciptomangunkusumo. Jakarta.
Adobe Reader-[Amenorea.pdf].
• Bagian Obstetric dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. 1981. Ginekologi. Elstar Offset, Bandung.
• Manuaba, IBG, 1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Arcan. Jakarta.
• Manuaba, IBG, 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana Untuk Bidan. EGC. Jakarta.
• Rabe, Thomas, 2002. Buku Saku Ilmu Kandungan, Hipokrates, Jakarta.
Sarwono, 1999. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.
Scoot, J. 2002. Buku Saku Obstetri & Ginekologi. Jakarta, Widya Medika.
Kelainan haid adalah masalah fisik atau mental yang mempengaruhi siklus menstruasi, menyebabkan nyeri, perdarahan yang tidak biasa yang lebih banyak atau sedikit, terlambatnya menarche atau hilangnya siklus menstruasi tertentu.
Kelainan haid sering menimbulkan kecemasan pada wanita karena kehawatiran akan pengaruh kelainan haid terhadap kesuburan dan kesehatan wanita pada umumnya.
2.2. Fisiologi menstruasi
Siklus menstruasi normal berlangsung selama 21-35 hari, 2-8 hari adalah waktu keluarnya darah haid yang berkisar 20-60 ml per hari. Penelitian menunjukkan wanita dengan siklus mentruasi normal hanya terdapat pada 2/3 wanita dewasa, sedangkan pada usia reproduksi yang ekstrim (setelah menarche dan menopause) lebih banyak mengalami siklus yang tidak teratur atau siklus yang tidak mengandung sel telur.
Siklus mentruasi ini melibatkan kompleks hipotalamus-hipofisis-ovarium.
Gambar1.KompleksHipotalamus-Hipofisis-Ovarium
2.3 Gangguan haid dan siklusnya dalam masa reproduksi dapat digolongkan dalam :
A. Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada haid : Hipermenorea atau menoragia dan Hipomenorea
Definisi
a. Hipermenore atau Menoragia
Hipermenore adalah Perdarahan haid lebih banyak dari normal atau lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari), kadang disertai dengan bekuan darah sewaktu menstruasi.
Sebab-sebab
1. Hipoplasia uteri, dapat mengakibatkan amenorea, hipomenorea, menoragia. Terapi : uterotonika
2. Asthenia, terjadi karena tonus otot kurang. Terapi : uterotonika, roborantia.
3. Myoma uteri, disebabkan oleh : kontraksi otot rahim kurang, cavum uteri luas, bendungan pembuluh darah balik.
4. Hipertensi
5. Dekompensio cordis
6. Infeksi, misalnya : endometritis, salpingitis.
7. Retofleksi uteri, dikarenakan bendungan pembuluh darah balik.
8. Penyakit darah, misalnya Werlhoff, hemofili
Tindakan Bidan
Memberikan anti perdarahan seperti ergometrin tablet/injeksi; KIEM untuk pemeriksaan selanjutnya; Merujuk ke fasilitas yang lebih tinggi dan lengkap.
b. Hipomenorea
Adalah perdarahan haid yang lebih pendek dan atau lebih kurang dari biasa.
Sebab-sebab
Hipomenorea disebabkan oleh karena kesuburan endometrium kurang akibat dari kurang gizi, penyakit menahun maupun gangguan hormonal.
Tindakan Bidan
Merujuk ke fasilitas yang lebih tinggi dan lengkap.
B. Kelainan Siklus
Dibagi menjadi 3 yaitu :
1) Polimenorea
a.Definisi
Polimenorrhea adalah kelainan haid dimana siklus kurang dari 21 hari dan menurut literatur lain siklus lebih pendek dari 25 hari.
b.Etiologi
Bila siklus pendek namun teratur ada kemungkinan stadium proliferasi pendek atau stadium sekresi pendek atau kedua stadium memendek. Yang paling sering dijumpai adalah pemendekan stadium proliferasi. Bila siklus lebih pendek dari 21 hari kemungkinan melibatkan stadium sekresi juga dan hal ini menyebabkan infertilitas.
Siklus yang tadinya normal menjadi pendek biasanya disebabkan pemendekan stadium sekresi karena korpus luteum lekas mati. Hal ini sering terjadi pada disfungsi ovarium saat klimakterium, pubertas atau penyakit kronik seperti TBC.
c.Terapi
Keadaan ini dapat diperbaiki dengan menggunakan terapi hormonal. Stadium proliferasi dapat diperpanjang dengan estrogen dan stadium sekresi dapat diperpanjang dengan kombinasi estrogen-progesteron.
2) Oligomenorea
A. . a. Definisi
Oligomenorrhea disebut juga sebagai haid jarang atau siklus panjang. Oligomenorrhea terjadi bila siklus lebih dari 35 hari. Darah haid biasanya berkurang.
b.Etiologi
Oligomenorrhea biasanya berhubungan dengan anovulasi atau dapat juga disebabkan kelainan endokrin seperti kehamilan, gangguan hipofise-hipotalamus, dan menopouse atau sebab sistemik seperti kehilangan berat badan berlebih.
Oligomenorrhea sering terdapat pada wanita astenis. Dapat juga terjadi pada wanita dengan sindrom ovarium polikistik dimana pada keadaan ini dihasilkan androgen yang lebih tinggi dari kadara pada wanita normal.
Oligomenorrhea dapat juga terjadi pada stress fisik dan emosional, penyakit kronis, tumor yang mensekresikan estrogen dan nutrisi buruk. Oligomenorrhe dapat juga disebabkan ketidakseimbangan hormonal seperti pada awal pubertas.
Oligomenorrhea yang menetap dapat terjadi akibat perpanjangan stadium folikular, perpanjangan stadium luteal, ataupun perpanjang kedua stadium tersebut. Bila siklus tiba-tiba memanjang maka dapat disebabkan oleh pengaruh psikis atau pengaruh penyakit.
c. Gejala
Gejala oligomenorrhea terdiri dari periode menstruasi yang lebih panjang dari 35 hari dimana hanya didapatkan 4-9 periode dalam 1 tahun. Beberapa wanita dengan oligomenorrhea mungkin sulit hamil. Bila kadar estrogen yang menjadi penyebab, wanita tersebut mungkin mengalami osteoporosis dan penyakit kardiovaskular. Wanita tersebut juga memiliki resiko besar untuk mengalami kanker uterus.
d. Pengobatan
Pengobatan oligomenorrhea tergantung dengan penyebab. Pada oligomenorrhea dengan anovulatoir serta pada remaja dan wanita yang mendekati menopouse tidak memerlukan terapi. Perbaikan status gizi pada penderita dengan gangguan nutrisi dapat memperbaiki keadaan oligomenorrhea. Oligomenorrhea sering diobati dengan pil KB untuk memperbaiki ketidakseimbangan hormonal. Pasien dengan sindrom ovarium polikistik juga sering diterapi dengan hormonal. Bila gejala terjadi akibat adanya tumor, operasi mungkin diperlukan. Pengobatan alternatif lainnya dapat menggunakan akupuntur atau ramuan herbal.
e. Komplikasi
Komplikasi yang paling menakutkan adalah terganggunya fertilitas dan stress
emosional pada penderita sehingga dapat meperburuk terjadinya kelainan haid lebih lanjut. Prognosa akan buruk bila oligomenorrhea mengarah pada infertilitas atau tanda dari keganasan.
3) Amenorea
Definisi
Adalah keadaan tidak datang haid selama 3 bulan berturut-turut.
Klasifikasi
1. Amenorea Primer, apabila belum pernah datang haid sampai umur 18 tahun.
2. Amenorea Sekunder, apabila berhenti haid setelah menarche atau pernah mengalami haid tetapi berhenti berturut-turut selama 3 bulan.
Sebab-sebab
Fisiologis; terjadi sebelum pubertas, dalam kehamilan, dalam masa laktasi maupun dalam masa menopause; gangguan pada aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium; kelainan kongenital; gangguan sistem hormonal; penyakit-penyakit lain; ketidakstabilan emosi; kurang zat makanan yang mempunyai nilai gizi lebih.
Terapi
Terapi pada amenorea, tergantung dengan etiologinya. Secara umum dapat diberikan hormon-hormon yang merangsang ovulasi, iradiasi dari ovarium dan pengembalian keadaan umum, menyeimbangkan antara kerja-rekreasi dan istirahat.
C. Perdarahan di luar haid
Metroragia
Definisi
Adalah perdarahan yang tidak teratur dan tidak ada hubungannya dengan haid.
Klasifikasi
1. Metroragia oleh karena adanya kehamilan; seperti abortus, kehamilan ektopik.
2. Metroragia diluar kehamilan.
Sebab-sebab
1. Metroragia diluar kehamilan dapat disebabkan oleh luka yang tidak sembuh; carcinoma corpus uteri, carcinoma cervicitis; peradangan dari haemorrhagis (seperti kolpitis haemorrhagia, endometritis haemorrhagia); hormonal.
2. Perdarahan fungsional : a) Perdarahan Anovulatoar; disebabkan oleh psikis, neurogen, hypofiser, ovarial (tumor atau ovarium yang polikistik) dan kelainan gizi, metabolik, penyakit akut maupun kronis. b) Perdarahan Ovulatoar; akibat korpus luteum persisten, kelainan pelepasan endometrium, hipertensi, kelainan darah dan penyakit akut ataupun kronis.
Terapi : kuretase dan hormonal.
D. Gangguan Lain Yang Ada Hubungan Dengan Haid
Dismenorea
Dismenorrhea adalah nyeri sewaktu haid. Dismenorrhea terdiri dari gejala yang kompleks berupa kram perut bagian bawah yang menjalar ke punggung atau kaki dan biasanya disertai gejala gastrointestinal dan gejala neurologis seperti kelemahan umum.Dismenorrhea dibagi menjadi 2,yaitu:
Dismenorrhea primer (idiopatik)
Dismenorrhea primer adalah dismenorrhea yang mulai terasa sejak menarche dan tidak ditemukan kelainan dari alat kandungan atau organ lainnya. Dismenorrhea primer terjadi pada 90% wanita dan biasanya terasa setelah mereka menarche dan berlanjut hingga usia pertengahan 20-an atau hingga mereka memiliki anak. Sekitar 10% penderita dismenorrhea primer tidak dapat mengikuti kegiatan sehari-hari. Gejala nya mulai terasa pada 1 atau 2 hari sebelum haid dan berakhir setelah haid dimulai. Biasanya nyeri berakhir setelah diberi kompres panas atau oleh pemberian analgesik.
Dismenorrhea primer biasanya diobati oleh NSAID seperti ibuprofen dan naproxen yang dapat mengurangi nyeri pada 64% penderita dissmenorrhea primer. Pil kontrasepsi menghilangkan nyeri dan gejala lainnya pada 90% penderita dengan menekan ovulasi dan jumlah perdarahan. Terapi ini membutuhkan waktu 3 siklus untuk menghilangkan gejala. Kompres panas juga dapat mengurangi nyeri.
Dismenorrhea sekunder
Dismenorrhea sekunder biasanya terjadi kemudian setelah menarche. Biasanya disebabkan hal lain. Nyeri biasanya bersifat regular pada setiap haid namun berlangsung lebih lama dan bisa berlangsung selama siklus. Nyeri mungkin nyeri pada salah satu sisi abdomen.
Dismenorrhea sekunder dapat disebabkan oleh endometriosis dimana jaringan uterus tumbuh di luar uterus dan ini dapat terjadi pada wanita tua maupun muda. Implan ini masih bereaksi terhadap estrogen dan progesteron sehingga dapat meluruh sat haid. Hasil peluruhan bila jatuh ke dalam rongga abdomen dan merangsang peritoneum akan menghasilkan nyeri. Endometriosis ditemukan pada 10-15% wanita usia 25-33 tahun. Dismenorrhea sekunder dapat juga disebabkan fibroid, penyakit radang panggul; IUD; tumor pada tuba fallopi, usus atau vesika urinaria; polip uteri; inflmatory bowel desease; skar atau perlengketan akibat operasi sebelumnya dan adenomiosis yaitu suatu keadaan dimana endometrium tumbuh menembus miometrium.
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Keluhan utama
a. Nyeri perut saat haid klien dengan disminore.
b. Keluarnya darah haid berlebihan atau sedikit pada hiperminore dan hipominore
c. Adanya keluhan haid disiklus menstruasi pada oligominore dan poliminore dan aminore.
2. Riwayat penyakit sekarang
a. Mual dan Muntah
b. Pusing.
c. Kelelahan.
d. Nyeri yang menjalar dari bawah perut sampai punggung belakang (PQRST)
3. Riwayat penyakit dahulu.
a. Pernah hamil atau belum pernah hamil.
b. Pernah melakukan oprasi atau pembedahan,DM dll.
4. Riwayat obstetri
a. Riwayat abortus
b. Riwayat siklus haid.
• Apakah haid teratur.
• Siklus berapa.
• Apakah ada masalah dengan haid.
• HPHT.
c. Riwayat kehamilan.
• Hamil berapa kali
• Ada masalah dalam kehamilan.
d. Riwayat KB
• Jenis kontrasepsi yang pernah digunakan.
• Masalah dengan cara tersebut.
• Jenis kontrasepsi yang telah digunakan setelah persalinan.
5. Riwayat psikososial
a. Keadaan yang menimbulkan perubahan terhadap kehidupan sehar-hari klien.
b. Pendapat klien terhadap penyakit saat ini.
c. Perubahan yang timbul saat haid
6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
• Tekanan darah: 110/70-130/90 mmHg.
• Respiratori: 16-24x/mnit
• BB
• Kesadaran.
• Nadi:76-92x/mnit
• Suhu:36-37x/mnit.
• TB.
b. Mata.
• Conjungtiva pucat pada perdarahan banyak (anemis).
c. Dada.
• Mammae pada penderita aminore tidah tumbuh.
d. Respiratori.
• Jalan nafas.
e. Abdomen
• Nodul/pembesaran tmbulnya mioma.
f. Genitalia.
• Perinium.
• Vesika urinaria.
g. Extrimitas (Integumen)
• Turgor kulit (CRT)
• Warna kulit.
• Kesulitan dalam pergerakan.
7. Data penunjang.
• Lab (Urine,Hb)
• USG
• Terapi
Diagnosa keperwatan
1. Nyeri(akut atau kronis) bd kontraksi uterus selama haid.
2. Resiko kurangnya volume cairan bd perdarahan.
3. Resiko gangguan perfusi jaringan bd kurangnya Hb sekunder adanya perdarahan berlebihan.
B. Implementasi.
1. Nyeri(akut atau kronis) bd kontraksi uterus selama haid.
Tujuan: Nyeri teratasi
Kreteria hasil:
• Klien mengungkapkan adanya penurunan rasa nyeri/hilang.
• Klien bisa relaksasi dengan ekspresi wajah yang tidak menunjukkan rasa nyeri.
• TTV dalam batas normal.
Intervensi:
1. Kaji tingkat nyeri.
2. Jelaskan penyebab nyeri pada klien.
3. Sarankan untuk relaksasi dengan mengatur posisi dan mengalihkan perhatian.
4. Anjurkan dan bantu klien pada disminore dikompres dengan air hangat.
5. Kolaborasi penberian obat anti nyeri.
6. Observasi TTV.
2. Resiko kurangnya volume cairan bd perdarahan.
Tujuan:Resiko tidak terjadi kurangnya volume cairan.
Kreteria hasil:
• Turgor kulit baik baik( ).
• Mukosa bibir tidak kering.
• Kelopa mata tidak cekung.
• Klien tidak haus.
• Kencing Output kurang dan pekat.
Intervensi:
1. Kaji status hidrasi pada klien.
2. Kaji intek output cairan dan banyaknya pendarahan.
3. Jelaskan pada klien penyebabnya pendarahan dan rencana tindakan keperawatan selanjutnya.
4. Anjurkan klien untuk minum secara adekuat(Minum 2,5liter/hri).
5. Kolaborasi pemberian cairan parenteral( jika diperlukan).
6. Kolaborasi pemnberian obat untuk penderahan.
7. Observasi TTV.
DAFTAR PUSTAKA
Referensi
• Adobe Reader-[cdk_133_obstertri_dan_ginekologi.pdf]. Junizar, Galya, dkk, 2001. Pengobatan Dismenore Secara Akupuntur. KSMF Akupunktur Rumah Sakit UmumPusat Nasional Dr. Ciptomangunkusumo. Jakarta.
Adobe Reader-[Amenorea.pdf].
• Bagian Obstetric dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. 1981. Ginekologi. Elstar Offset, Bandung.
• Manuaba, IBG, 1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Arcan. Jakarta.
• Manuaba, IBG, 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana Untuk Bidan. EGC. Jakarta.
• Rabe, Thomas, 2002. Buku Saku Ilmu Kandungan, Hipokrates, Jakarta.
Sarwono, 1999. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.
Scoot, J. 2002. Buku Saku Obstetri & Ginekologi. Jakarta, Widya Medika.
Asuhan Keperawatan Keracunan
KONSEP TEORI KERACUNAN PADA ANAK
A. PENGERTIAN
Keracunan adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran pencernaan, saluran nafas, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan gejala klinis.
Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, terdapat perbedaan - perbedaan baik fisik, fisiologis maupun psikologis dengan orang dewasa. Fungsi organ-organ tubuh belum matang, demikian pula dengan fungsi pertahanan tubuh yang belum sempurna.
B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPERMUDAH TERJADINYA KERACUNAN
Secara umum factor-faktor yang mempermudah terjadinya keracunan antara lain :
1) Perkembangan kepribadian anak usia 0 - 5 tahun masih dalam fase oral sehingga ada kecenderungan untuk memasukkan segala yang dipegang kedalam mulutnya.
2) Anak-anak masih belum mengetahui apa yang berbahaya bagi dirinya (termasuk disini anak dengan retardasi mental)
3) Anak-anak mempunyai rasa ingin tahu yang besar.
4) Anak-anak pada usia ini mempunyai sifat negativistik yaitu selalu menentang perintah atau melanggar larangan.
C. ETIOLOGI
Pada dasarnya semua bahan dapat menyebabkan keracunan tergantung seberapa banyak bahan tersebut masuk kedalam tubuh. Bahan-bahan yang dapat menyebabkan keracunaan adalah :
1) Obat-obatan : Salisilat, asetaminofen, digitalis, aminofilin
2) Gas toksin : Karbon monoksida, gas toksin iritan
3) Zat kimia industri : Metil alkohol, asam sianida, kaustik, hidrokarbon
4) Zat kimia pertanian : Insektisida
5) Makanan : Singkong, Jengkol, Bongkrek
6) Bisa ular atau serangga
D. GEJALA
1) Rasa terbakar di tenggorokan dan lambung.
2) Pernafasan yang cepat dan dalam, hilang selera makan, anak terlihat lemah.
3) Mual, muntah, haus, buang air besar cair.
4) Sakit kepala, telinga berdenging, sukar mendengar, dan pandangan kabur.
5) Bingung.
6) Koma yang dalam dan kematian karena kegagalan pernafasan.
7) Reaksi lain yang kadang bisa terjadi ; demam tinggi, haus, banyak berkeringat, bintik merah kecil di kulit dan membran mukosa.
E. TANDA – TANDA KHUSUS PADA KERACUNAN
Tanda-tanda khusus pada keracunan tertentu antara lain :
1) B A U
- Aceton : Methanol, isopropyl alcohol, acetyl salicylic acid
- Coal gas : Carbon monoksida
- Buah per : Chloralhidrat
- Bawang putih : Arsen, fosfor, thalium, organofosfat
- Alkohol : Ethanol, methanol
- Minyak : Minyak tanah atau destilat minyak
2) K U L I T
- Kemerahan : Co, cyanida, asam borax, anticholinergik
- Berkeringat : Amfetamin, LSD, organofosfat, cocain, barbiturate
- Kering : Anticholinergik
- Bulla : Barbiturat, carbonmonoksida
- Ikterus : Acetaminofen, carbontetrachlorida, besi, fosfor, jamur
- Purpura : Aspirin, warfarin, gigitan ular
- Sianosis : Nitrit, nitrat, fenacetin, benzocain
3) SUHU TUBUH
- Hipothermia : Sedatif hipnotik, ethanol, carbonmonoksida, clonidin, fenothiazin
- Hiperthermia : Anticholinergik, salisilat, amfetamin, cocain, fenothiazin, theofilin
4) TEKANAN DARAH
- Hipertensi : Simpatomimetik, organofosfat, amfetamin
- Hipotensi : Sedatif hipnotik, narkotika, fenothiazin, clonidin, beta-blocker
5) N A D I
- Bradikardia : Digitalis, sedatif hipnotik, beta-blocker, ethchlorvynol
- Tachikardia : Anticholinergik, amfetamin, simpatomimetik, alkohol, cokain, aspirin, theofilin
- Arithmia : Anticholinergik,organofosfat, fenothiazin, carbonmonoksida, cyanida, beta-blocker
6) SELAPUT LENDIR
- Kering : Anticholinergik
- Salivasi : Organofosfat, carbamat
- Lesi mulut : Bahan korosif, paraquat
- Lakrimasi : Kaustik, organofosfat, gas irritant
7) RESPIRASI
- Depressi : Alkohol, narkotika, barbiturat, sedatif hipnotik
- Tachipnea : Salisilat, amfetamin, carbonmonoksida
- Kussmaull : Methanol, ethyliene glycol, salisilat
8) OEDEMA PARU : Salisilat, narkotika, simpatomimetik
9) SUS. SARAF PUSAT
- Kejang : Amfetamin, fenothiazin, cocain, camfer, tembaga, isoniazid, organofosfat, salisilat, antihistamin, propoxyphene.
- Miosis : Narkotika ( kecuali demerol dan lomotil ), fenothiazin, diazepam, organofosfat (stadium lanjut), barbiturat,jamur.
- Midriasis : Anticholinergik, simpatomimetik, cocain, methanol, lSD, glutethimid.
- Buta,atropi optik : Methanol
- Fasikulasi : Organofosfat
- Nistagmus : Difenilhidantoin, barbiturat, carbamazepim, ethanol, carbon monoksida, ethanol
- Hipertoni : Anticholinergik, fenothiazin, strichnyn
- Mioklonus,rigiditas : Anticholinergik, fenothiazin, haloperidol
- Delirium/psikosis :Anticholinergik, simpatomimetik, alkohol, fenothiazin, logam berat, marijuana, cocain, heroin, metaqualon
- Koma : Alkohol, anticholinergik, sedative hipnotik, carbonmonoksida, Narkotika, anti depressi trisiklik, salisilat, organofosfat
- Kelemahan,paralise : Organofosfat, carbamat, logam berat
10) SAL.PENCERNAAN
- Muntah,diare, : Besi, fosfat, logam berat, jamur, lithium, flourida, organofosfat
- Nyeri perut
F. KERACUNAN KHUSUS YANG SERING DIJUMPAI
1) Keracunan Hidrokarbon
2) Keracunan Insektisida
3) Organofosfat
4) Keracunan Carbamate ( baygon )
5) Keracunan Ketela Pohon
6) Keracunan Jengkol
7) Botulisme
8) Keracunan Makanan
9) Salisilat
G. PENATALAKSANAAN
1) Tindakan emergensi
Airway : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi.
Breathing : Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas spontan atau pernapasan tidak adekuat.
Circulation : Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki perfusi jaringan.
2) Identifikasi penyebab keracunan.
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi hendaknya usaha mencari penyebab keracunan ini tidak sampai menunda usaha-usaha penyelamatan penderita yang harus segera dilakukan.
3) Eliminasi racun.
1. Racun yang ditelan
a) Rangsang muntah
Akan sangat bermanfaat bila dilakukan dalam 1 jam pertama sesudah menelan bahan beracun, bila sudah lebih dari 1 jam tidak perlu dilakukan rangsang muntah kecuali bila bahan beracun tersebut mempunyai efek yang menghambat motilitas ( memperpanjang pengosongan ) lambung.
Rangsang muntah dapat dilakukan secara mekanis dengan merangsang palatum mole atau dinding belakang faring,atau dapat dilakukan dengan pemberian obat- obatan :
- Sirup Ipecac
Dapat diberikan pada anak diatas 6 bulan. Pada anak usia 6 - 12 bulan 10 ml
1 – 12 tahun 15 ml > 12 tahun 30 ml. Pemberian sirup ipecac diikuti dengan pemberian 200 ml air putih. Bila sesudah 20 menit tidak terjadi muntah pada anak diatas 1 tahun pemberian ipecac dapat diulangi.
- Apomorphine
Sangat efektif dengan tingkat keberhasilan hampir 100%,dapat menyebabkan muntah dalam 2 - 5 menit. Dapat diberikan dengan dosis 0,07 mg/kg BB secara subkutan.
Kontraindikasi rangsang muntah :
- Keracunan hidrokarbon, kecuali bila hidrokarbon tersebut mengandung bahan-bahan yang berbahaya seperti camphor, produk-produk yang mengandung halogenat atau aromatik, logam berat dan pestisida.
- Keracunan bahan korossif
- Keracunan bahan-2 perangsang CNS ( CNS stimulant , seperti strichnin )
- Penderita kejang
- Penderita dengan gangguan kesadaran
b) Kumbah lambung
Kumbah lambung akan berguna bila dilakukan dalam 1-2 jam sesudah menelan bahan beracun, kecuali bila menelan bahan yang dapat menghambat pengosongan lambung.
Kumbah lambung seperti pada rangsang muntah tidak boleh dilakukan pada :
- Keracunan bahan korosif
- Keracunan hidrokarbon
- Kejang
c) Pemberian Norit ( activated charcoal )
Jangan diberikan bersama obat muntah, pemberian norit harus menunggu paling tidak 30 - 60 menit sesudah emesis. Dosis 1 gram/kg BB dan bisa diulang tiap 2 - 4 jam bila diperlukan, diberikan per oral atau melalui pipa nasogastrik.
Indikasi pemberian norit untuk keracunan :
- Obat2 analgesik/ antiinflammasi : acetamenophen, salisilat, antiinflamasi non steroid,morphine,propoxyphene.
- Anticonvulsants/ sedative : barbiturat, carbamazepine, chlordiazepoxide, diazepam phenytoin, sodium valproate.
- Lain-lain : amphetamine, chlorpheniramine, cocaine, digitalis, quinine, theophylline, cyclic anti – depressants Norit tidak efektif pada keracunan Fe, lithium, cyanida, asam basa kuat dan alcohol.
d) Catharsis
Efektivitasnya masih dipertanyakan. Jangan diberikan bila ada gagal ginjal, diare yang berat ( severe diarrhea ), ileus paralitik atau trauma abdomen.
e) Diuretika paksa ( Forced diuretic )
Diberikan pada keracunan salisilat dan phenobarbital ( alkalinisasi urine ). Tujuan adalah untuk mendapatkan produksi urine 5,0 ml/kg/jam,hati-hati jangan sampai terjadi overload cairan. Harus dilakukan monitor dari elektrolit serum pada pemberian diuresis paksa.
Kontraindikasi : edema otak dan gagal ginjal
f) Dialysis
Hanya dilakukan bila usaha-usaha lain sudah tidak membawa hasil. Bermanfaat hanya pada bahan beracun yang bisa melewati filter dialisis ( dialysa ble toxin ) seperti phenobarbital, salisilat, theophylline, methanol, ethylene glycol dan lithium.
Dialysis dilakukan bila :
- Asidosis berat
- Gagal ginjal
- Ada gejala gangguan visus
- Tidak ada respon terhadap tindakan pengobatan.
g) Hemoperfusi masih merupakan kontroversi dan jarang digunakan.
2. Racun yang disuntikkan atau sengatan
a) Immobilisasi
b) Pemasangan torniquet diproksimal dari suntikan
c) Berikan antidotum bila ada
3. Racun pada kulit dan mata
Lepaskan semua yang dipakai kemudian bersihkan dengan sabun dan siram dengan air yang mengalir selama 15 menit. Jangan diberi antidotum.
4. Racun yang dihisap melalui saluran nafas
Keluarkan penderita dari ruang yang mengandung gas racun. Berikan oksigen. Kalau perlu lakukan pernafasan buatan.
4) Pengobatan Supportif
1. Pemberian cairan dan elektrolit
2. Perhatikan nutrisi penderita
3. Pengobatan simtomatik ( kejang, hipoglikemia, kelainan elektrolit dsb.)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KERACUNAN
A. PENGKAJIAN
1. Data Subyektif
1) Pengkajian difokuskan pada masalah yang mendesak seperti jalan nafas dan sirkulasi yang mengancam jiwa, adanya gangguan asam basa, keadaan status jantung dan status kesadaran.
2) Riwayat kesadaran : riwayat keracunan, bahan racun yang digunakan, berapa lama diketahui setelah keracunan, ada masalah lain sebagai pencetus keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan terjadinya.
2. Data Obyektif
1) Saluran pencernaan : mual, muntah, nyeri perut, dehidrasi dan perdarahan saluran pencernaan.
2) Susunan saraf pusat : pernafasan cepat dan dalam tinnitus, disorientasi, delirium, kejang sampai koma.
3) BMR meningkat : tachipnea, tachikardi, panas dan berkeringat.
4) Gangguan metabolisme karbohidrat : ekskresi asam organic dalam jumlah besar, hipoglikemi atau hiperglikemi dan ketosis.
5) Gangguan koagulasi : gangguan aggregasi trombosit dan trombositopenia.
6) Gangguan elektrolit : hiponatremia, hipernatremia, hipokalsemia atau hipokalsemia.
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium dengan pemeriksaan lengkap ( urin, gula darah, cairan lambung, analisa gas darah, darah lengkap, osmolalitas serum, elektrolit, urea N, kreatinin, glukosa, transaminase hati ), EKG, Foto toraks/ abdomen, Skrining toksikologi untuk kelebihan dosis obat, Tes toksikologi kuantitatif.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Tidak efektifnya pola nafas b.d hipoventilasi/hiperventilasi
2) Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh b.d mual dan muntah
3) Tidak efektifnya koping individu b.d kecemasan
D. INTERVENSI
1) Tidak efektifnya pola nafas b.d hipoventilasi/hiperventilasi
Intervensi :
- Jika pernafasan depresi ,berikan oksigen dan lakukan suction. Ventilator mungkin bisa diperlukan
- Pertolongan pertama yang dilakukan meliputi : tindakan umum yang bertujuan untuk keselamatan hidup,mencegah penyerapan dan penawar racun ( antidotum ) yang meliputi resusitasi, : Air way, breathing, circulasi eliminasi untuk menghambat absorsi melalui pencernaaan dengan cara kumbah lambung, emesis, atau katarsis dan keramas rambut.
- Perawatan suportif; meliputi mempertahankan agar pasien tidak sampai demam atau mengigil, monitor perubahan-perubahan fisik seperti perubahan nadi yang cepat, distress pernafasan, sianosis, diaphoresis, dan tanda-tanda lain kolaps pembuluh darah dan kemungkinan fatal atau kematian.
2) Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh b.d mual dan muntah
Intervensi :
- Monitir vital sign setiap 15 menit untuk beberapa jam dan laporkan perubahan segera kepada dokter.
- Catat tanda-tanda seperti muntah,mual,dan nyeri abdomen serta monotor semua muntah akan adanya darah.
- Observasi fese dan urine serta pertahankan cairan intravenous sesuai pesanan dokter.
3) Tidak efektifnya koping individu b.d kecemasan
Intervensi :
- Memberikan penjelasan pada orang tua sehubungan dengan yang sedang dialami anak
- Memberikan health education pada orang tua tentang penyebab keracunan
- Memberikan teknik relaksasi pada anak.
A. PENGERTIAN
Keracunan adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran pencernaan, saluran nafas, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan gejala klinis.
Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, terdapat perbedaan - perbedaan baik fisik, fisiologis maupun psikologis dengan orang dewasa. Fungsi organ-organ tubuh belum matang, demikian pula dengan fungsi pertahanan tubuh yang belum sempurna.
B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPERMUDAH TERJADINYA KERACUNAN
Secara umum factor-faktor yang mempermudah terjadinya keracunan antara lain :
1) Perkembangan kepribadian anak usia 0 - 5 tahun masih dalam fase oral sehingga ada kecenderungan untuk memasukkan segala yang dipegang kedalam mulutnya.
2) Anak-anak masih belum mengetahui apa yang berbahaya bagi dirinya (termasuk disini anak dengan retardasi mental)
3) Anak-anak mempunyai rasa ingin tahu yang besar.
4) Anak-anak pada usia ini mempunyai sifat negativistik yaitu selalu menentang perintah atau melanggar larangan.
C. ETIOLOGI
Pada dasarnya semua bahan dapat menyebabkan keracunan tergantung seberapa banyak bahan tersebut masuk kedalam tubuh. Bahan-bahan yang dapat menyebabkan keracunaan adalah :
1) Obat-obatan : Salisilat, asetaminofen, digitalis, aminofilin
2) Gas toksin : Karbon monoksida, gas toksin iritan
3) Zat kimia industri : Metil alkohol, asam sianida, kaustik, hidrokarbon
4) Zat kimia pertanian : Insektisida
5) Makanan : Singkong, Jengkol, Bongkrek
6) Bisa ular atau serangga
D. GEJALA
1) Rasa terbakar di tenggorokan dan lambung.
2) Pernafasan yang cepat dan dalam, hilang selera makan, anak terlihat lemah.
3) Mual, muntah, haus, buang air besar cair.
4) Sakit kepala, telinga berdenging, sukar mendengar, dan pandangan kabur.
5) Bingung.
6) Koma yang dalam dan kematian karena kegagalan pernafasan.
7) Reaksi lain yang kadang bisa terjadi ; demam tinggi, haus, banyak berkeringat, bintik merah kecil di kulit dan membran mukosa.
E. TANDA – TANDA KHUSUS PADA KERACUNAN
Tanda-tanda khusus pada keracunan tertentu antara lain :
1) B A U
- Aceton : Methanol, isopropyl alcohol, acetyl salicylic acid
- Coal gas : Carbon monoksida
- Buah per : Chloralhidrat
- Bawang putih : Arsen, fosfor, thalium, organofosfat
- Alkohol : Ethanol, methanol
- Minyak : Minyak tanah atau destilat minyak
2) K U L I T
- Kemerahan : Co, cyanida, asam borax, anticholinergik
- Berkeringat : Amfetamin, LSD, organofosfat, cocain, barbiturate
- Kering : Anticholinergik
- Bulla : Barbiturat, carbonmonoksida
- Ikterus : Acetaminofen, carbontetrachlorida, besi, fosfor, jamur
- Purpura : Aspirin, warfarin, gigitan ular
- Sianosis : Nitrit, nitrat, fenacetin, benzocain
3) SUHU TUBUH
- Hipothermia : Sedatif hipnotik, ethanol, carbonmonoksida, clonidin, fenothiazin
- Hiperthermia : Anticholinergik, salisilat, amfetamin, cocain, fenothiazin, theofilin
4) TEKANAN DARAH
- Hipertensi : Simpatomimetik, organofosfat, amfetamin
- Hipotensi : Sedatif hipnotik, narkotika, fenothiazin, clonidin, beta-blocker
5) N A D I
- Bradikardia : Digitalis, sedatif hipnotik, beta-blocker, ethchlorvynol
- Tachikardia : Anticholinergik, amfetamin, simpatomimetik, alkohol, cokain, aspirin, theofilin
- Arithmia : Anticholinergik,organofosfat, fenothiazin, carbonmonoksida, cyanida, beta-blocker
6) SELAPUT LENDIR
- Kering : Anticholinergik
- Salivasi : Organofosfat, carbamat
- Lesi mulut : Bahan korosif, paraquat
- Lakrimasi : Kaustik, organofosfat, gas irritant
7) RESPIRASI
- Depressi : Alkohol, narkotika, barbiturat, sedatif hipnotik
- Tachipnea : Salisilat, amfetamin, carbonmonoksida
- Kussmaull : Methanol, ethyliene glycol, salisilat
8) OEDEMA PARU : Salisilat, narkotika, simpatomimetik
9) SUS. SARAF PUSAT
- Kejang : Amfetamin, fenothiazin, cocain, camfer, tembaga, isoniazid, organofosfat, salisilat, antihistamin, propoxyphene.
- Miosis : Narkotika ( kecuali demerol dan lomotil ), fenothiazin, diazepam, organofosfat (stadium lanjut), barbiturat,jamur.
- Midriasis : Anticholinergik, simpatomimetik, cocain, methanol, lSD, glutethimid.
- Buta,atropi optik : Methanol
- Fasikulasi : Organofosfat
- Nistagmus : Difenilhidantoin, barbiturat, carbamazepim, ethanol, carbon monoksida, ethanol
- Hipertoni : Anticholinergik, fenothiazin, strichnyn
- Mioklonus,rigiditas : Anticholinergik, fenothiazin, haloperidol
- Delirium/psikosis :Anticholinergik, simpatomimetik, alkohol, fenothiazin, logam berat, marijuana, cocain, heroin, metaqualon
- Koma : Alkohol, anticholinergik, sedative hipnotik, carbonmonoksida, Narkotika, anti depressi trisiklik, salisilat, organofosfat
- Kelemahan,paralise : Organofosfat, carbamat, logam berat
10) SAL.PENCERNAAN
- Muntah,diare, : Besi, fosfat, logam berat, jamur, lithium, flourida, organofosfat
- Nyeri perut
F. KERACUNAN KHUSUS YANG SERING DIJUMPAI
1) Keracunan Hidrokarbon
2) Keracunan Insektisida
3) Organofosfat
4) Keracunan Carbamate ( baygon )
5) Keracunan Ketela Pohon
6) Keracunan Jengkol
7) Botulisme
8) Keracunan Makanan
9) Salisilat
G. PENATALAKSANAAN
1) Tindakan emergensi
Airway : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi.
Breathing : Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas spontan atau pernapasan tidak adekuat.
Circulation : Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki perfusi jaringan.
2) Identifikasi penyebab keracunan.
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi hendaknya usaha mencari penyebab keracunan ini tidak sampai menunda usaha-usaha penyelamatan penderita yang harus segera dilakukan.
3) Eliminasi racun.
1. Racun yang ditelan
a) Rangsang muntah
Akan sangat bermanfaat bila dilakukan dalam 1 jam pertama sesudah menelan bahan beracun, bila sudah lebih dari 1 jam tidak perlu dilakukan rangsang muntah kecuali bila bahan beracun tersebut mempunyai efek yang menghambat motilitas ( memperpanjang pengosongan ) lambung.
Rangsang muntah dapat dilakukan secara mekanis dengan merangsang palatum mole atau dinding belakang faring,atau dapat dilakukan dengan pemberian obat- obatan :
- Sirup Ipecac
Dapat diberikan pada anak diatas 6 bulan. Pada anak usia 6 - 12 bulan 10 ml
1 – 12 tahun 15 ml > 12 tahun 30 ml. Pemberian sirup ipecac diikuti dengan pemberian 200 ml air putih. Bila sesudah 20 menit tidak terjadi muntah pada anak diatas 1 tahun pemberian ipecac dapat diulangi.
- Apomorphine
Sangat efektif dengan tingkat keberhasilan hampir 100%,dapat menyebabkan muntah dalam 2 - 5 menit. Dapat diberikan dengan dosis 0,07 mg/kg BB secara subkutan.
Kontraindikasi rangsang muntah :
- Keracunan hidrokarbon, kecuali bila hidrokarbon tersebut mengandung bahan-bahan yang berbahaya seperti camphor, produk-produk yang mengandung halogenat atau aromatik, logam berat dan pestisida.
- Keracunan bahan korossif
- Keracunan bahan-2 perangsang CNS ( CNS stimulant , seperti strichnin )
- Penderita kejang
- Penderita dengan gangguan kesadaran
b) Kumbah lambung
Kumbah lambung akan berguna bila dilakukan dalam 1-2 jam sesudah menelan bahan beracun, kecuali bila menelan bahan yang dapat menghambat pengosongan lambung.
Kumbah lambung seperti pada rangsang muntah tidak boleh dilakukan pada :
- Keracunan bahan korosif
- Keracunan hidrokarbon
- Kejang
c) Pemberian Norit ( activated charcoal )
Jangan diberikan bersama obat muntah, pemberian norit harus menunggu paling tidak 30 - 60 menit sesudah emesis. Dosis 1 gram/kg BB dan bisa diulang tiap 2 - 4 jam bila diperlukan, diberikan per oral atau melalui pipa nasogastrik.
Indikasi pemberian norit untuk keracunan :
- Obat2 analgesik/ antiinflammasi : acetamenophen, salisilat, antiinflamasi non steroid,morphine,propoxyphene.
- Anticonvulsants/ sedative : barbiturat, carbamazepine, chlordiazepoxide, diazepam phenytoin, sodium valproate.
- Lain-lain : amphetamine, chlorpheniramine, cocaine, digitalis, quinine, theophylline, cyclic anti – depressants Norit tidak efektif pada keracunan Fe, lithium, cyanida, asam basa kuat dan alcohol.
d) Catharsis
Efektivitasnya masih dipertanyakan. Jangan diberikan bila ada gagal ginjal, diare yang berat ( severe diarrhea ), ileus paralitik atau trauma abdomen.
e) Diuretika paksa ( Forced diuretic )
Diberikan pada keracunan salisilat dan phenobarbital ( alkalinisasi urine ). Tujuan adalah untuk mendapatkan produksi urine 5,0 ml/kg/jam,hati-hati jangan sampai terjadi overload cairan. Harus dilakukan monitor dari elektrolit serum pada pemberian diuresis paksa.
Kontraindikasi : edema otak dan gagal ginjal
f) Dialysis
Hanya dilakukan bila usaha-usaha lain sudah tidak membawa hasil. Bermanfaat hanya pada bahan beracun yang bisa melewati filter dialisis ( dialysa ble toxin ) seperti phenobarbital, salisilat, theophylline, methanol, ethylene glycol dan lithium.
Dialysis dilakukan bila :
- Asidosis berat
- Gagal ginjal
- Ada gejala gangguan visus
- Tidak ada respon terhadap tindakan pengobatan.
g) Hemoperfusi masih merupakan kontroversi dan jarang digunakan.
2. Racun yang disuntikkan atau sengatan
a) Immobilisasi
b) Pemasangan torniquet diproksimal dari suntikan
c) Berikan antidotum bila ada
3. Racun pada kulit dan mata
Lepaskan semua yang dipakai kemudian bersihkan dengan sabun dan siram dengan air yang mengalir selama 15 menit. Jangan diberi antidotum.
4. Racun yang dihisap melalui saluran nafas
Keluarkan penderita dari ruang yang mengandung gas racun. Berikan oksigen. Kalau perlu lakukan pernafasan buatan.
4) Pengobatan Supportif
1. Pemberian cairan dan elektrolit
2. Perhatikan nutrisi penderita
3. Pengobatan simtomatik ( kejang, hipoglikemia, kelainan elektrolit dsb.)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KERACUNAN
A. PENGKAJIAN
1. Data Subyektif
1) Pengkajian difokuskan pada masalah yang mendesak seperti jalan nafas dan sirkulasi yang mengancam jiwa, adanya gangguan asam basa, keadaan status jantung dan status kesadaran.
2) Riwayat kesadaran : riwayat keracunan, bahan racun yang digunakan, berapa lama diketahui setelah keracunan, ada masalah lain sebagai pencetus keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan terjadinya.
2. Data Obyektif
1) Saluran pencernaan : mual, muntah, nyeri perut, dehidrasi dan perdarahan saluran pencernaan.
2) Susunan saraf pusat : pernafasan cepat dan dalam tinnitus, disorientasi, delirium, kejang sampai koma.
3) BMR meningkat : tachipnea, tachikardi, panas dan berkeringat.
4) Gangguan metabolisme karbohidrat : ekskresi asam organic dalam jumlah besar, hipoglikemi atau hiperglikemi dan ketosis.
5) Gangguan koagulasi : gangguan aggregasi trombosit dan trombositopenia.
6) Gangguan elektrolit : hiponatremia, hipernatremia, hipokalsemia atau hipokalsemia.
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium dengan pemeriksaan lengkap ( urin, gula darah, cairan lambung, analisa gas darah, darah lengkap, osmolalitas serum, elektrolit, urea N, kreatinin, glukosa, transaminase hati ), EKG, Foto toraks/ abdomen, Skrining toksikologi untuk kelebihan dosis obat, Tes toksikologi kuantitatif.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Tidak efektifnya pola nafas b.d hipoventilasi/hiperventilasi
2) Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh b.d mual dan muntah
3) Tidak efektifnya koping individu b.d kecemasan
D. INTERVENSI
1) Tidak efektifnya pola nafas b.d hipoventilasi/hiperventilasi
Intervensi :
- Jika pernafasan depresi ,berikan oksigen dan lakukan suction. Ventilator mungkin bisa diperlukan
- Pertolongan pertama yang dilakukan meliputi : tindakan umum yang bertujuan untuk keselamatan hidup,mencegah penyerapan dan penawar racun ( antidotum ) yang meliputi resusitasi, : Air way, breathing, circulasi eliminasi untuk menghambat absorsi melalui pencernaaan dengan cara kumbah lambung, emesis, atau katarsis dan keramas rambut.
- Perawatan suportif; meliputi mempertahankan agar pasien tidak sampai demam atau mengigil, monitor perubahan-perubahan fisik seperti perubahan nadi yang cepat, distress pernafasan, sianosis, diaphoresis, dan tanda-tanda lain kolaps pembuluh darah dan kemungkinan fatal atau kematian.
2) Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh b.d mual dan muntah
Intervensi :
- Monitir vital sign setiap 15 menit untuk beberapa jam dan laporkan perubahan segera kepada dokter.
- Catat tanda-tanda seperti muntah,mual,dan nyeri abdomen serta monotor semua muntah akan adanya darah.
- Observasi fese dan urine serta pertahankan cairan intravenous sesuai pesanan dokter.
3) Tidak efektifnya koping individu b.d kecemasan
Intervensi :
- Memberikan penjelasan pada orang tua sehubungan dengan yang sedang dialami anak
- Memberikan health education pada orang tua tentang penyebab keracunan
- Memberikan teknik relaksasi pada anak.
Asuhan Keperawatan Pada BAyi Dengan Tetanus Neonatorum
A. PENGERTIAN
Tetanus neonatorim adalah suatu penyakit infeksi yang di sebabkan oleh kuman,clostridium tetani.
Tetanus neonatorium merupakan penyebab kejang yang sering di jumpai pada BBL yang di sebabkan oleh infeksi selama masa neonatal, yang antara lain terjadi sebagai akibat pemotogan tali pusat atau perawatan tidak aseptik.
B. ETIOLOGI
Penyebab penyakit ini adalah clostridium tetani. Kuman ini bersifat anaerobik dan mengeluarkan eksotoksin yang neorotropoik.
C.Epidemiologi
Clostridium tetani berbentuk batang langsing, tidak berkapsul, gram positip. Dapat bergerak dan membentuk sporaspora, terminal yang menyerupai tongkat penabuh genderang (drum stick). Spora spora tersebut kebal terhadap berbagai bahan dan keadaan yang merugikan termasuk perebusan, tetapi dapat dihancurkan jika dipanaskan dengan otoklaf. Kuman ini dapat hidup bertahun-tahun di dalam tanah, asalkan tidak terpapar sinar matahari, selain dapat ditemukan pula dalam debu, tanah, air laut, air tawar dan traktus digestivus manusia serta hewan.
C. GAMBARAN KLINIK
Masa inkubasi biasanya 3 – 10 hari. Gejala permulaan adalah bayi mendadak tidak mau atau tidak bisa menetek karena mulut tertutup (trismus), mulut mencucu seperti ikan, dapat terjadi spasmus otot yang luas dan kejang yang umum. Leher menjadi kaku dan kepala mendongak ke atas (opistotonus). Dinding abdomen kaku, mengeras dan kalau terdapat kejang otot pernafasan, dapat terjadi sianosis. Suhu dapat meningkat sampai 390 C. Naiknya suhu ini mempunyai prognosis yang tidak baik.
D. MANIFESTASI
Gejala klinik pada tetanus neonatorum sangat khas sehingga masyarakat yang primitifpun mampu mengenalinya. Anak yang semula menangis, menetek dan hidup normal, mulai hari ketiga menunjukan gejala klinik yang bervariasi mulai dari kekakuan mulut dan kesulitan menetek, risus sardonicus sampai opistotonus. Trismus pada tetanus neonatorum tidak sejelas pada penderita anak atau dewasa, karena kekakuan otot leher lebih kuat dari otot masseter, sehingga rahang bawah tertarik dan mulut justru agak membuka dan kaku (Athvale, dan Pai, 1965, Marshall, 1968).
Bentukan mulut menjadi mecucu (Jw) seperti mulut ikan karper. Bayi yang semula kembali lemas setelah kejang dengan cepat menjadi lebih kaku dan frekuensi kejang-kejang menjadi makin sering dengan tanda-tanda klinik kegagalan nafas (Irwantono, Ismudijanto dan MF Kaspan 1987). Kekakuan pada tetanus sangat khusus : fleksi pada tangan, ekstensi pada tungkai namun fleksi plantar pada jari kaki tidak tampak sejelas pada penderita anak.
Kekakuan dimulai pada otot-otot setempat atau trismus kemudian menjalar ke seluruh tubuh, tanpa disertai gangguan kesadaran. Seluruh tubuh bayi menjadi kaku, bengkok (flexi) pada siku dengan tangan dikepal keras keras. Hipertoni menjadi semakin tinggi, sehingga bayi dapat diangkat bagaikan sepotong kayu. Leher yang kaku seringkali menyebabkan kepala dalam posisi menengadah
3.1.2. Patologi
Kelainan patologik biasanya terdapat pada otak pada sumsum tulang belakang, dan terutama pada nukleus motorik. Kematian disebabkan oleh asfiksia akibat spasmus laring pada kejang yang lama. Selain itu kematian dapat disebabkan oleh pengaruh langsung pada pusat pernafasan dan peredaran darah. Sebab kematian yang lain ialah pneumonia aspirasi dan sepsis. Kedua sebab yang terakhir ini mungkin sekali merupakan sebab utama kematian tetanus neonatorum di Indonesia.
E . PATOFISIOLOGI
Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak sambil menghasilkan toxin. Dalam jaringan yang anaerobic ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oxigen jaringan akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi. Secara intra axonal toxin disalurkan ke sel saraf (cel body) yang memakan waktu sesuai dengan panjang axonnya dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel saraf walaupun toksin telah terkumpul dalam sel. Dalam sungsum belakang toksin menjalar dari sel saraf lower motorneuron ke lekuk sinaps dan diteruskan ke ujung presinaps dari spinal inhibitory neurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada inhibitory transmitter dan menimbulkan kekakuan.
Tanda – tanda
1. Bayi yang semula dapat disusui dengan baik, tiba – tiba tidak mau menyusu.
2. Mulut mencucu, seperti mulut ikan.
3. Mudah sekali dan sering kejang, terutama jika disentuh, terkena sinar, atau mendengar suara keras.
4. Wajahnya kebiruan.
5. Kadang – kadang demam.
Tanda – tanda tersebut mulai timbul antara 3 – 14 hari sesudah lahir, tetapi kadang – kadang lebih lambat. Tetanus neonatorum terjadi karena pemotongan tali pusat bayi dengan menggunakan alat yang tidak bersih, luka tali pusat kotor atau tidak bersih karena diberi bermacam – macam ramuan, atau ibu hamil tidak mendapat imunisasi TT lengkap sehingga bayi yang dikandungnya tidak kebal terhadap penyakit tetanus neonatorum.
F. FAKTOR RESIKO DAN PENCEGAHAN
1. Faktor resiko
Tetanus neonatorum terjadi pada masa perinatal, antara umur 0 sampai 28 hari, terutama pada saat luka puntung tali pusat belum kering, sehingga spora C. tetani dapat mencemari dan berbiak menjadi kuman vegetatif.
Menurut Foster, (1983) serta Sub Dinas PPM Propinsi Jawa Timur, (1989) terdapat 5 faktor resiko pokok tetanus neonatorum yaitu : (a) faktor resiko pencemaran lingkungan fisik dan biologik, (b) faktor cara pemotongan tali pusat, (c) faktor cara perawatan tali pusat, (d) faktor kebersihan pelayanan persalinan dan (e) faktor kekebalan ibu hamil.
* Faktor Risiko Pencemaran Lingkungan Fisik dan Biologik
Merupakan faktor yang menentukan kepadatan kuman dan tingginya tingkat pencemaran spora di lingkungannya. Risiko akan hilang bila lahan pertanian dan peternakan diubah penggunaannya
* Faktor Cara Pemotongan Tali Pusat
Penggunaan sembilu, pisau cukur atau silet untuk memotong tali pusat tergantung pada pengertian masyarakat akan sterilitas. Setelah dipotong, tali pusat dapat disimpul erat-erat atau diikat dengan benang. Penolong persalinan biasanya lebih memusatkan perhatian pada ”kelahiran” plasenta dan perdarahan ibu.
* Faktor Cara Perawatan Tali Pusat
Tata cara perawatan perinatal sangat berkaitan erat dengan hasil interaksi antara tingkat pengetahuan, budaya, ekonomi masyarakat dan adanya pelayanan kesehatan di lingkungan sekitarnya. Masyarakat di banyak daerah masih menggunakan daun-daun, ramuan, serbuk abu dan kopi untuk pengobatan luika puntung tali pusat. Kebiasaan ini tidak dapat dihilangkan hanya dengan pendidikan dukun bayi saja.
* Faktor Kebersihan Pelayanan Persalinan
Merupakan interaksi antara kondisi setempat dengan tersedianya pelayanan kesehatan yang baik di daerah tersebut yang menentukan subyek penolong persalinan dan kebersihan persalinan. Untuk daerah terpencil yang belum terjangkau oleh pelayanan persalinan yang higienis maupun daerah perkotaan yang biaya persalinannya tak terjangkau oleh masarakat, peranan dukun bayi (terlatih atau tidak) maupun penolong lain sangatlah besar. Pelatihan dukun bayi dapat menurunkan kematian perinatal namun tidak berpengaruh pada kejadian tetanus neonatorum.
Masih banyak ibu yang tidak memeriksakan kehamilannya (25 sampai 60%) dan lebih banyak lagi yang persalinannya tidak ditolong oleh tenaga medis (70%) sehingga resiko tetanus neonatorum bagi bayi lahir di Indonesia besar.
* Faktor Kekebalan Ibu Hamil
Merupakan faktor yang sangat penting. Antibodi antitetanus dalam darah ibu hamil yang dapat disalurkan pada bayinya dapat mencegah manifestasi klinik infeksi dengan kuman C. tetani (Suri, dkk,1964). Suntikan tetanus toksoid 1 kalipun dapat mengurangi kematian tetanus neonatorum dari 70-78 per 1000 kelahiran hidup menjadi 40 per 1000 kelahiran hidup (Newell, 1966, Black, 1980, Rahman, 1982).
3.1.3. Pencegahan
3.1.7.1. Melaui pertolongan persalinan tiga bersih, yaitu bersih tangan, bersih alas, dan bersih alat.
1. Bersih tangan
Sebelum menolong persalinan, tangan poenolong disikat dan dicuci dengan sabun sampai bersih. Kotoran di bawah kuku dibersihkan dengan sabun. Cuci tangan dilakukan selama 15 – 30 “ . Mencuci tangan secara benar dan menggunakan sarung tangan pelindung merupakan kunci untuk menjaga lingkungan bebas dari infeksi.
2. Bersih alas
Tempat atau alas yang dipakai untuk persaliunan harus bersih, karena clostrodium tetani bisa menular dari saluran genetal ibu pada waktu kelahiran.
3. Bersih alat
Pemotongan tali pusat harus menggunakan alat yang steril. Metode sterilisasi ada 2, yang pertama dengan pemanasan kering : 1700 C selama 60 ‘ dan yang kedua menggunakan otoklaf : 106 kPa, 1210 C selama 30 ‘ jika dibungkus, dan 20 ‘ jika alat tidak dibungkus.
3.1.7.2. Perawatan tali pusat yang baik
Untuk perawatan tali pusat baik sebelum maupun setelah lepas, cara yang murah dan baik yaitu mernggunakan alkohol 70 % dan kasa steril. Kasa steril yang telah dibasahi dengan alkohol dibungkuskan pada tali pusat terutama pada pangkalnya. Kasa dibasahi lagi dengan alkohol jika sudah kering. Jika tali pusat telah lepas, kompres alkohol ditruskan lagi sampai luka bekas tali pusat kering betul (selama 3 – 5 hari). Jangan membubuhkan bubuk dermatol atau bedak kepada bekas tali pusat karena akan terjadi infeksi.
3.1.7.3. Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) pada ibu hamil
Kekebalan terhadap tetanus hanya dapat diperoleh melalui imunisasi TT. Ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT dalam tubuhnya akan membentuk antibodi tetanus. Seperti difteri, antibodi tetanus termasuk dalam golongan Ig G yang mudah melewati sawar plasenta, masuk dan menyebar melalui aliran darah janin ke seluruh tubuh janin, yang akan mencegah terjadinya tetanis neonatorum.
Imunisasi TT pada ibu hamil diberikan 2 kali ( 2 dosis). Jarak pemberian TT pertama dan kedua, serta jarak antara TT kedua dengan saat kelahiran, sangat menentukan kadar antibodi tetanus dalam darah bayi. Semakin lama interval antara pemberian TT pertama dan kedua serta antara TT kedua dengan kelahiran bayi maka kadar antibosi tetanus dalam darah bayi akan semakin tinggi, karena interval yang panjang akan mempertinggi respon imunologik dan diperoleh cukup waktu untuk menyeberangkan antibodi tetanus dalam jumlah yan cukup dari tubuh ibu hamil ke tubuh bayinya.
TT adalah antigen yang sangat aman dan juga aman untuk ibu hamil tidak ada bahaya bagi janin apabila ibu hamil mendapatkan imunisasi TT . Pada ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT tidak didapatkan perbedaan resiko cacat bawaan ataupun abortus dengan mereka yang tidak mendapatkan imunisasi
Pemberia Imunisasi TT dan Lamanya Perlindungan
Dosis Saat Pemberian % Perlindungan Lama Perlindungan
TT1
TT2
TT3
TT4
TT5
Pada kunjungan pertama atau sedini mungkin pada kehamilan
Minimal 4 minggu setelah TT1
Minimal 6 bulan setelah TT2 atau selama kehamilan berikutnya
Minimal setahun setelah TT3 atau selama kehamilan berikutnya
Minimal setahun setelah TT4 atau selama kehamilan berikutnya 0
80 %
95 %
99 %
99 %
Tidak ada
3 tahun
5 tahun
10 tahun
selama usia subur
3.1.8. Penatalaksanaan
3.1.8.1. Medik
1. Mengatasi kejang
Kejang dapat diatasi dengan mengurangi rangsangan atau pemberian obat anti kejang. Obat yang dapat dipakai adalah kombinasi fenobarbital dan largaktil. Fenobarbital dapat diberikas mula-mula 30 – 60 mg parenteral kemudian dilanjutkan per os dengan dosis maksimum 10 mg per hari. Largaktil dapat diberikan bersama luminal, mula-mula 7,5 mg parenteral, kemudian diteruskan dengan dosis 6 x 2,5 mg setiap hari. Kombinasi yang lain adalah luminal dan diazepam dengan dosis 0,5 mg/kg BB. Obat anti kejang yang lain adalah kloralhidrat yang diberikan lewat rektum.
2. Pemberian antitoksin
Untuk mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi A.T.S (antitetanus serum) dengan dosis 10.000 satuan setiap hari serlama 2 hari .
3. Pemberian antibiotika
Untuk mengatasi inferksi dapat digunakan penisilin 200.000 satuan setiap hari dan diteruskan sampai 3 hari panas turun.
4. Tali pusat dibersihkan atau di kompres dengan alkohol 70 % atau betadin 10 %.
5. Memperhatikan jalan nafas, diuresis, dan tanda vital. Lendir sering dihisap.
Diagnosis
Diagnosis tetanus neonetorum tidak susah. Trismus, kejang umum, dan mengkakunya otot-otot merupakan gejala utama tetanus neonatorum. Kejang dan mengkakunya otot-otot dapat pula ditemukan misalnya pada kernicterus, hipokalsemia, meningitis, trauma lahir, dan lain-lain. Gejala trismus biasanya hanya terdapat pada tetanus.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
II. Riwayat kehamilan prenatal.
Ditanyakan apakah ibu sudah diimunisasi TT.
III. Riwayat natal ditanyakan.
Siapa penolong persalinan karena data ini akan membantu membedakan persalinan yang bersih/higienis atau tidak. Alat pemotong tali pusat, tempat persalinan.
IV. Riwayat postnatal.
Ditanyakan cara perawatan tali pusat, mulai kapan bayi tidak dapat menetek (incubation period). Berapa lama selang waktu antara gejala tidak dapat menetek dengan gejala kejang yang pertama (period of onset).
V. Riwayat imunisasi pada tetanus anak.
Ditanyakan apakah sudah pernah imunisasi DPT/DT atau TT dan kapan terakhir
VI. Riwayat psiko sosial.
a) Kebiasaan anak bermain di mana
b) Hygiene sanitasi
VII. Pemeriksaan fisik.
Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan gejala dari tetanus, bayi normal dan bisa menetek dalam 3 hari pertama. Hari berikutnya bayi sukar menetek, mulut “mecucu” seperti mulut ikan. Risus sardonikus dan kekakuan otot ekstrimitas. Tanda-tanda infeksi tali pusat kotor. Hipoksia dan sianosis.
Pada anak keluhan dimulai dengan kaku otot lokal disusul dengan kesukaran untuk membuka mulut (trismus).
Pada wajah : Risus Sardonikus ekspresi muka yang khas akibat kekakuan otot-otot mimik, dahi mengkerut, alis terangkat, mata agak menyipit, sudut mulut keluar dan ke bawah.
Opisthotonus tubuh yang kaku akibat kekakuan otot leher, otot punggung, otot pinggang, semua trunk muscle.
Pada perut : otot dinding perut seperti papan. Kejang umum, mula-mula terjadi setelah dirangsang lambat laun anak jatuh dalam status konvulsius.
Pada daerah ekstrimitas apakah ada luka tusuk, luka dengan nanah, atau gigitan binatang.
VIII. Tata laksana pasien tetanus
Umum
1. Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi. Pemberian cairan secara i.v., sekalian untuk memberikan obat-obatan secara syringe pump (valium pump).
2. Menjaga saluran nafas tetap bebas, pada kasus yang berat perlu tracheostomy.
3. Memeriksa tambahan oksigen secara nasal atau sungkup.
4. Kejang harus segera dihentikan dengan pemberian valium/diazepam bolus i.v. 5 mg untuk neonatus, bolus i.v. atau perectal 10 mg untuk anak-anak (maksimum 0.7 mg/kg BB).
Khusus
1. Antibiotika PP 50.000-100.000 IU/kg BB.
2. Sera anti. Dapat diberikan ATS 5000 IU i.m. atau TIGH (Tetanus Immune Globulin Human) 500-3.000 IU. Pemberian sera anti harus disertai dengan imunisasi aktif dengan toksoid (DPT/DT/TT)
3. Perawatan luka sangat penting dan harus secara steril dan perawatan terbuka (debridement).
4. Konsultasi dengan dokter gigi atau dokter bedah atau dokter
IX. Diagnosa Keperawatan
Setelah pengumpulan data, menganalisa data, dan menentukan diagnosa keperawatan yang tepat sesuai dengan data yang ditemukan, kemudian direncanakan membuat prioritas diagnosa keperawatan, membuat kriteria hasil, dan intervensi keperawatan.
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. peningkatan kebutuhan kalori yang tinggi, makan tidak adekuat.
2. Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan sirkulasi (hipoksia berat).
3. Ketidakefektifan jalan nafas b.d. terkumpulnya liur di dalam rongga mulut (adanya spasme pada otot faring).
4. Koping keluarga tidak efektif b.d. kurang pengetahuan keluarga tentang diagnosis/prognosis penyakit anak
5. Gangguan komunikasi verbal b.d. sukar untuk membuka mulut (kekakuan otot-otot masseter)
6. Risti gangguan pertukaran gas b.d. penurunan oksigen di otak.
7. Risti injuri b.d. kejang spontan yang terus-menerus (kurang suplai oksigen karena adanya oedem laring).
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. Peningkatan kebutuhan kalori yang tinggi, makan tidak adekuat.
Tujuan : nutrisi dan cairan dapat dipertahankan sesuai dengan berat badan dan pertumbuhan normal.
Kriteria hasil :
Tidak terjadi dehidrasi
Tidak terjadi penurunan BB
Hasil lab. tidak menunjukkan penurunan albumin dan Hb
Tidak menunjukkan tanda-tanda malnutrisi
Intervensi :
1. Catat intake dan output secara akurat.
2. Berikan makan minum personde tepat waktu.
3. Berikan perawatan kebersihan mulut.
4. Gunakan aliran oksigen untuk menurunkan distress nafas.
5. Berikan formula yang mengandung kalori tinggi dan protein tinggi dan
sesuaikan dengan kebutuhan.
6. Ajarkan dan awasi penggunaan makanan sehari-hari.
7. Tegakkan diet yang ditentukan dalam bekerja sama dengan ahli gizi.
2. Ketidakefektifan jalan nafas b.d. terkumpulnya liur di dalam rongga mulut (adanya spasme pada otot faring)
Tujuan : kelancaran lalu lintas udara (pernafasan) terpenuhi secara maksimal.
Kriteria hasil :
Tidak terjadi aspirasi
Bunyi napas terdengar bersih
Rongga mulut bebas dari sumbatan
Intervensi :
1. Berikan O2 nebulizer
2. Ajarkan pasien tehnik batuk yang benar.
3. Ajarkan pasien atau orang terdekat untuk mengatur frekuensi batuk.
4. Ajarkan pada orang terdekat untuk menjaga kebersihan mulut.
5. Berikan perawatan kebersihan mulut.
6. Lakukan penghisapan bila pasien tidak dapat batuk secara efektif dengan melihat waktu.
Tetanus neonatorim adalah suatu penyakit infeksi yang di sebabkan oleh kuman,clostridium tetani.
Tetanus neonatorium merupakan penyebab kejang yang sering di jumpai pada BBL yang di sebabkan oleh infeksi selama masa neonatal, yang antara lain terjadi sebagai akibat pemotogan tali pusat atau perawatan tidak aseptik.
B. ETIOLOGI
Penyebab penyakit ini adalah clostridium tetani. Kuman ini bersifat anaerobik dan mengeluarkan eksotoksin yang neorotropoik.
C.Epidemiologi
Clostridium tetani berbentuk batang langsing, tidak berkapsul, gram positip. Dapat bergerak dan membentuk sporaspora, terminal yang menyerupai tongkat penabuh genderang (drum stick). Spora spora tersebut kebal terhadap berbagai bahan dan keadaan yang merugikan termasuk perebusan, tetapi dapat dihancurkan jika dipanaskan dengan otoklaf. Kuman ini dapat hidup bertahun-tahun di dalam tanah, asalkan tidak terpapar sinar matahari, selain dapat ditemukan pula dalam debu, tanah, air laut, air tawar dan traktus digestivus manusia serta hewan.
C. GAMBARAN KLINIK
Masa inkubasi biasanya 3 – 10 hari. Gejala permulaan adalah bayi mendadak tidak mau atau tidak bisa menetek karena mulut tertutup (trismus), mulut mencucu seperti ikan, dapat terjadi spasmus otot yang luas dan kejang yang umum. Leher menjadi kaku dan kepala mendongak ke atas (opistotonus). Dinding abdomen kaku, mengeras dan kalau terdapat kejang otot pernafasan, dapat terjadi sianosis. Suhu dapat meningkat sampai 390 C. Naiknya suhu ini mempunyai prognosis yang tidak baik.
D. MANIFESTASI
Gejala klinik pada tetanus neonatorum sangat khas sehingga masyarakat yang primitifpun mampu mengenalinya. Anak yang semula menangis, menetek dan hidup normal, mulai hari ketiga menunjukan gejala klinik yang bervariasi mulai dari kekakuan mulut dan kesulitan menetek, risus sardonicus sampai opistotonus. Trismus pada tetanus neonatorum tidak sejelas pada penderita anak atau dewasa, karena kekakuan otot leher lebih kuat dari otot masseter, sehingga rahang bawah tertarik dan mulut justru agak membuka dan kaku (Athvale, dan Pai, 1965, Marshall, 1968).
Bentukan mulut menjadi mecucu (Jw) seperti mulut ikan karper. Bayi yang semula kembali lemas setelah kejang dengan cepat menjadi lebih kaku dan frekuensi kejang-kejang menjadi makin sering dengan tanda-tanda klinik kegagalan nafas (Irwantono, Ismudijanto dan MF Kaspan 1987). Kekakuan pada tetanus sangat khusus : fleksi pada tangan, ekstensi pada tungkai namun fleksi plantar pada jari kaki tidak tampak sejelas pada penderita anak.
Kekakuan dimulai pada otot-otot setempat atau trismus kemudian menjalar ke seluruh tubuh, tanpa disertai gangguan kesadaran. Seluruh tubuh bayi menjadi kaku, bengkok (flexi) pada siku dengan tangan dikepal keras keras. Hipertoni menjadi semakin tinggi, sehingga bayi dapat diangkat bagaikan sepotong kayu. Leher yang kaku seringkali menyebabkan kepala dalam posisi menengadah
3.1.2. Patologi
Kelainan patologik biasanya terdapat pada otak pada sumsum tulang belakang, dan terutama pada nukleus motorik. Kematian disebabkan oleh asfiksia akibat spasmus laring pada kejang yang lama. Selain itu kematian dapat disebabkan oleh pengaruh langsung pada pusat pernafasan dan peredaran darah. Sebab kematian yang lain ialah pneumonia aspirasi dan sepsis. Kedua sebab yang terakhir ini mungkin sekali merupakan sebab utama kematian tetanus neonatorum di Indonesia.
E . PATOFISIOLOGI
Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak sambil menghasilkan toxin. Dalam jaringan yang anaerobic ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oxigen jaringan akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi. Secara intra axonal toxin disalurkan ke sel saraf (cel body) yang memakan waktu sesuai dengan panjang axonnya dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel saraf walaupun toksin telah terkumpul dalam sel. Dalam sungsum belakang toksin menjalar dari sel saraf lower motorneuron ke lekuk sinaps dan diteruskan ke ujung presinaps dari spinal inhibitory neurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada inhibitory transmitter dan menimbulkan kekakuan.
Tanda – tanda
1. Bayi yang semula dapat disusui dengan baik, tiba – tiba tidak mau menyusu.
2. Mulut mencucu, seperti mulut ikan.
3. Mudah sekali dan sering kejang, terutama jika disentuh, terkena sinar, atau mendengar suara keras.
4. Wajahnya kebiruan.
5. Kadang – kadang demam.
Tanda – tanda tersebut mulai timbul antara 3 – 14 hari sesudah lahir, tetapi kadang – kadang lebih lambat. Tetanus neonatorum terjadi karena pemotongan tali pusat bayi dengan menggunakan alat yang tidak bersih, luka tali pusat kotor atau tidak bersih karena diberi bermacam – macam ramuan, atau ibu hamil tidak mendapat imunisasi TT lengkap sehingga bayi yang dikandungnya tidak kebal terhadap penyakit tetanus neonatorum.
F. FAKTOR RESIKO DAN PENCEGAHAN
1. Faktor resiko
Tetanus neonatorum terjadi pada masa perinatal, antara umur 0 sampai 28 hari, terutama pada saat luka puntung tali pusat belum kering, sehingga spora C. tetani dapat mencemari dan berbiak menjadi kuman vegetatif.
Menurut Foster, (1983) serta Sub Dinas PPM Propinsi Jawa Timur, (1989) terdapat 5 faktor resiko pokok tetanus neonatorum yaitu : (a) faktor resiko pencemaran lingkungan fisik dan biologik, (b) faktor cara pemotongan tali pusat, (c) faktor cara perawatan tali pusat, (d) faktor kebersihan pelayanan persalinan dan (e) faktor kekebalan ibu hamil.
* Faktor Risiko Pencemaran Lingkungan Fisik dan Biologik
Merupakan faktor yang menentukan kepadatan kuman dan tingginya tingkat pencemaran spora di lingkungannya. Risiko akan hilang bila lahan pertanian dan peternakan diubah penggunaannya
* Faktor Cara Pemotongan Tali Pusat
Penggunaan sembilu, pisau cukur atau silet untuk memotong tali pusat tergantung pada pengertian masyarakat akan sterilitas. Setelah dipotong, tali pusat dapat disimpul erat-erat atau diikat dengan benang. Penolong persalinan biasanya lebih memusatkan perhatian pada ”kelahiran” plasenta dan perdarahan ibu.
* Faktor Cara Perawatan Tali Pusat
Tata cara perawatan perinatal sangat berkaitan erat dengan hasil interaksi antara tingkat pengetahuan, budaya, ekonomi masyarakat dan adanya pelayanan kesehatan di lingkungan sekitarnya. Masyarakat di banyak daerah masih menggunakan daun-daun, ramuan, serbuk abu dan kopi untuk pengobatan luika puntung tali pusat. Kebiasaan ini tidak dapat dihilangkan hanya dengan pendidikan dukun bayi saja.
* Faktor Kebersihan Pelayanan Persalinan
Merupakan interaksi antara kondisi setempat dengan tersedianya pelayanan kesehatan yang baik di daerah tersebut yang menentukan subyek penolong persalinan dan kebersihan persalinan. Untuk daerah terpencil yang belum terjangkau oleh pelayanan persalinan yang higienis maupun daerah perkotaan yang biaya persalinannya tak terjangkau oleh masarakat, peranan dukun bayi (terlatih atau tidak) maupun penolong lain sangatlah besar. Pelatihan dukun bayi dapat menurunkan kematian perinatal namun tidak berpengaruh pada kejadian tetanus neonatorum.
Masih banyak ibu yang tidak memeriksakan kehamilannya (25 sampai 60%) dan lebih banyak lagi yang persalinannya tidak ditolong oleh tenaga medis (70%) sehingga resiko tetanus neonatorum bagi bayi lahir di Indonesia besar.
* Faktor Kekebalan Ibu Hamil
Merupakan faktor yang sangat penting. Antibodi antitetanus dalam darah ibu hamil yang dapat disalurkan pada bayinya dapat mencegah manifestasi klinik infeksi dengan kuman C. tetani (Suri, dkk,1964). Suntikan tetanus toksoid 1 kalipun dapat mengurangi kematian tetanus neonatorum dari 70-78 per 1000 kelahiran hidup menjadi 40 per 1000 kelahiran hidup (Newell, 1966, Black, 1980, Rahman, 1982).
3.1.3. Pencegahan
3.1.7.1. Melaui pertolongan persalinan tiga bersih, yaitu bersih tangan, bersih alas, dan bersih alat.
1. Bersih tangan
Sebelum menolong persalinan, tangan poenolong disikat dan dicuci dengan sabun sampai bersih. Kotoran di bawah kuku dibersihkan dengan sabun. Cuci tangan dilakukan selama 15 – 30 “ . Mencuci tangan secara benar dan menggunakan sarung tangan pelindung merupakan kunci untuk menjaga lingkungan bebas dari infeksi.
2. Bersih alas
Tempat atau alas yang dipakai untuk persaliunan harus bersih, karena clostrodium tetani bisa menular dari saluran genetal ibu pada waktu kelahiran.
3. Bersih alat
Pemotongan tali pusat harus menggunakan alat yang steril. Metode sterilisasi ada 2, yang pertama dengan pemanasan kering : 1700 C selama 60 ‘ dan yang kedua menggunakan otoklaf : 106 kPa, 1210 C selama 30 ‘ jika dibungkus, dan 20 ‘ jika alat tidak dibungkus.
3.1.7.2. Perawatan tali pusat yang baik
Untuk perawatan tali pusat baik sebelum maupun setelah lepas, cara yang murah dan baik yaitu mernggunakan alkohol 70 % dan kasa steril. Kasa steril yang telah dibasahi dengan alkohol dibungkuskan pada tali pusat terutama pada pangkalnya. Kasa dibasahi lagi dengan alkohol jika sudah kering. Jika tali pusat telah lepas, kompres alkohol ditruskan lagi sampai luka bekas tali pusat kering betul (selama 3 – 5 hari). Jangan membubuhkan bubuk dermatol atau bedak kepada bekas tali pusat karena akan terjadi infeksi.
3.1.7.3. Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) pada ibu hamil
Kekebalan terhadap tetanus hanya dapat diperoleh melalui imunisasi TT. Ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT dalam tubuhnya akan membentuk antibodi tetanus. Seperti difteri, antibodi tetanus termasuk dalam golongan Ig G yang mudah melewati sawar plasenta, masuk dan menyebar melalui aliran darah janin ke seluruh tubuh janin, yang akan mencegah terjadinya tetanis neonatorum.
Imunisasi TT pada ibu hamil diberikan 2 kali ( 2 dosis). Jarak pemberian TT pertama dan kedua, serta jarak antara TT kedua dengan saat kelahiran, sangat menentukan kadar antibodi tetanus dalam darah bayi. Semakin lama interval antara pemberian TT pertama dan kedua serta antara TT kedua dengan kelahiran bayi maka kadar antibosi tetanus dalam darah bayi akan semakin tinggi, karena interval yang panjang akan mempertinggi respon imunologik dan diperoleh cukup waktu untuk menyeberangkan antibodi tetanus dalam jumlah yan cukup dari tubuh ibu hamil ke tubuh bayinya.
TT adalah antigen yang sangat aman dan juga aman untuk ibu hamil tidak ada bahaya bagi janin apabila ibu hamil mendapatkan imunisasi TT . Pada ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT tidak didapatkan perbedaan resiko cacat bawaan ataupun abortus dengan mereka yang tidak mendapatkan imunisasi
Pemberia Imunisasi TT dan Lamanya Perlindungan
Dosis Saat Pemberian % Perlindungan Lama Perlindungan
TT1
TT2
TT3
TT4
TT5
Pada kunjungan pertama atau sedini mungkin pada kehamilan
Minimal 4 minggu setelah TT1
Minimal 6 bulan setelah TT2 atau selama kehamilan berikutnya
Minimal setahun setelah TT3 atau selama kehamilan berikutnya
Minimal setahun setelah TT4 atau selama kehamilan berikutnya 0
80 %
95 %
99 %
99 %
Tidak ada
3 tahun
5 tahun
10 tahun
selama usia subur
3.1.8. Penatalaksanaan
3.1.8.1. Medik
1. Mengatasi kejang
Kejang dapat diatasi dengan mengurangi rangsangan atau pemberian obat anti kejang. Obat yang dapat dipakai adalah kombinasi fenobarbital dan largaktil. Fenobarbital dapat diberikas mula-mula 30 – 60 mg parenteral kemudian dilanjutkan per os dengan dosis maksimum 10 mg per hari. Largaktil dapat diberikan bersama luminal, mula-mula 7,5 mg parenteral, kemudian diteruskan dengan dosis 6 x 2,5 mg setiap hari. Kombinasi yang lain adalah luminal dan diazepam dengan dosis 0,5 mg/kg BB. Obat anti kejang yang lain adalah kloralhidrat yang diberikan lewat rektum.
2. Pemberian antitoksin
Untuk mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi A.T.S (antitetanus serum) dengan dosis 10.000 satuan setiap hari serlama 2 hari .
3. Pemberian antibiotika
Untuk mengatasi inferksi dapat digunakan penisilin 200.000 satuan setiap hari dan diteruskan sampai 3 hari panas turun.
4. Tali pusat dibersihkan atau di kompres dengan alkohol 70 % atau betadin 10 %.
5. Memperhatikan jalan nafas, diuresis, dan tanda vital. Lendir sering dihisap.
Diagnosis
Diagnosis tetanus neonetorum tidak susah. Trismus, kejang umum, dan mengkakunya otot-otot merupakan gejala utama tetanus neonatorum. Kejang dan mengkakunya otot-otot dapat pula ditemukan misalnya pada kernicterus, hipokalsemia, meningitis, trauma lahir, dan lain-lain. Gejala trismus biasanya hanya terdapat pada tetanus.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
II. Riwayat kehamilan prenatal.
Ditanyakan apakah ibu sudah diimunisasi TT.
III. Riwayat natal ditanyakan.
Siapa penolong persalinan karena data ini akan membantu membedakan persalinan yang bersih/higienis atau tidak. Alat pemotong tali pusat, tempat persalinan.
IV. Riwayat postnatal.
Ditanyakan cara perawatan tali pusat, mulai kapan bayi tidak dapat menetek (incubation period). Berapa lama selang waktu antara gejala tidak dapat menetek dengan gejala kejang yang pertama (period of onset).
V. Riwayat imunisasi pada tetanus anak.
Ditanyakan apakah sudah pernah imunisasi DPT/DT atau TT dan kapan terakhir
VI. Riwayat psiko sosial.
a) Kebiasaan anak bermain di mana
b) Hygiene sanitasi
VII. Pemeriksaan fisik.
Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan gejala dari tetanus, bayi normal dan bisa menetek dalam 3 hari pertama. Hari berikutnya bayi sukar menetek, mulut “mecucu” seperti mulut ikan. Risus sardonikus dan kekakuan otot ekstrimitas. Tanda-tanda infeksi tali pusat kotor. Hipoksia dan sianosis.
Pada anak keluhan dimulai dengan kaku otot lokal disusul dengan kesukaran untuk membuka mulut (trismus).
Pada wajah : Risus Sardonikus ekspresi muka yang khas akibat kekakuan otot-otot mimik, dahi mengkerut, alis terangkat, mata agak menyipit, sudut mulut keluar dan ke bawah.
Opisthotonus tubuh yang kaku akibat kekakuan otot leher, otot punggung, otot pinggang, semua trunk muscle.
Pada perut : otot dinding perut seperti papan. Kejang umum, mula-mula terjadi setelah dirangsang lambat laun anak jatuh dalam status konvulsius.
Pada daerah ekstrimitas apakah ada luka tusuk, luka dengan nanah, atau gigitan binatang.
VIII. Tata laksana pasien tetanus
Umum
1. Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi. Pemberian cairan secara i.v., sekalian untuk memberikan obat-obatan secara syringe pump (valium pump).
2. Menjaga saluran nafas tetap bebas, pada kasus yang berat perlu tracheostomy.
3. Memeriksa tambahan oksigen secara nasal atau sungkup.
4. Kejang harus segera dihentikan dengan pemberian valium/diazepam bolus i.v. 5 mg untuk neonatus, bolus i.v. atau perectal 10 mg untuk anak-anak (maksimum 0.7 mg/kg BB).
Khusus
1. Antibiotika PP 50.000-100.000 IU/kg BB.
2. Sera anti. Dapat diberikan ATS 5000 IU i.m. atau TIGH (Tetanus Immune Globulin Human) 500-3.000 IU. Pemberian sera anti harus disertai dengan imunisasi aktif dengan toksoid (DPT/DT/TT)
3. Perawatan luka sangat penting dan harus secara steril dan perawatan terbuka (debridement).
4. Konsultasi dengan dokter gigi atau dokter bedah atau dokter
IX. Diagnosa Keperawatan
Setelah pengumpulan data, menganalisa data, dan menentukan diagnosa keperawatan yang tepat sesuai dengan data yang ditemukan, kemudian direncanakan membuat prioritas diagnosa keperawatan, membuat kriteria hasil, dan intervensi keperawatan.
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. peningkatan kebutuhan kalori yang tinggi, makan tidak adekuat.
2. Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan sirkulasi (hipoksia berat).
3. Ketidakefektifan jalan nafas b.d. terkumpulnya liur di dalam rongga mulut (adanya spasme pada otot faring).
4. Koping keluarga tidak efektif b.d. kurang pengetahuan keluarga tentang diagnosis/prognosis penyakit anak
5. Gangguan komunikasi verbal b.d. sukar untuk membuka mulut (kekakuan otot-otot masseter)
6. Risti gangguan pertukaran gas b.d. penurunan oksigen di otak.
7. Risti injuri b.d. kejang spontan yang terus-menerus (kurang suplai oksigen karena adanya oedem laring).
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. Peningkatan kebutuhan kalori yang tinggi, makan tidak adekuat.
Tujuan : nutrisi dan cairan dapat dipertahankan sesuai dengan berat badan dan pertumbuhan normal.
Kriteria hasil :
Tidak terjadi dehidrasi
Tidak terjadi penurunan BB
Hasil lab. tidak menunjukkan penurunan albumin dan Hb
Tidak menunjukkan tanda-tanda malnutrisi
Intervensi :
1. Catat intake dan output secara akurat.
2. Berikan makan minum personde tepat waktu.
3. Berikan perawatan kebersihan mulut.
4. Gunakan aliran oksigen untuk menurunkan distress nafas.
5. Berikan formula yang mengandung kalori tinggi dan protein tinggi dan
sesuaikan dengan kebutuhan.
6. Ajarkan dan awasi penggunaan makanan sehari-hari.
7. Tegakkan diet yang ditentukan dalam bekerja sama dengan ahli gizi.
2. Ketidakefektifan jalan nafas b.d. terkumpulnya liur di dalam rongga mulut (adanya spasme pada otot faring)
Tujuan : kelancaran lalu lintas udara (pernafasan) terpenuhi secara maksimal.
Kriteria hasil :
Tidak terjadi aspirasi
Bunyi napas terdengar bersih
Rongga mulut bebas dari sumbatan
Intervensi :
1. Berikan O2 nebulizer
2. Ajarkan pasien tehnik batuk yang benar.
3. Ajarkan pasien atau orang terdekat untuk mengatur frekuensi batuk.
4. Ajarkan pada orang terdekat untuk menjaga kebersihan mulut.
5. Berikan perawatan kebersihan mulut.
6. Lakukan penghisapan bila pasien tidak dapat batuk secara efektif dengan melihat waktu.
Asuhan Keperawatan Kista Ovarium
A. DEFINISI
Tumor ovarium adalah kista yang permukaannya rata dan halus biasanya bertangkai,bilateral dan dapat menjadi besar ( Arif Mansjoer )
Tumor ovarium adalah kista ada yang bersifat neoplastik dan nonneoplastik ( sarwono p ).
Tumor ovarium adalah pertimbuhan jinak yang berkembang dari sel-sel otot polos Kista ovarium merupakan suatu pengumpulan cairan yang terjadi pad indung telur yang dibungkus oleh semacam semacam selaput yang terbentuk dari lapisan terluar dari ovarium ( www.yahoo.com ).
Kista ovarium itu bersifat neoplastik dan non neo plastic. Tumor non neoplastik akibat peradangan umumnya dalam anamnesis menunjukan gejala-gejala ke arah peradangan genetalia dan pada pemeriksaan tumor-tumor akibat peradangan tidak dapat digeraakkan karena perlengkatan. Kista Non neoplastik umumnya tidak menjadi besar dan di antaranya pada lain waktu biasanya hilang sendiri. (Prawirohardjo, 2005:350).
B. ETIOLOGI
Etiologi dari kista ovary belum diketahui secara pasti akan tetapi ada faktor yang menyebabkan tumor ovarium diantaranya :
1. Faktor genetik
2. Wanita yan menderita kanker payudara
3. Riwayat kanker kolon
4. Gangguan hormonal
5. Diet tinggi lemak
6. Merokok
7. Minum alkohol
8. Pengunaan bedak talk perineal
9. Sosial ekonomi yang rendah
Kista ovarium terbentuk oleh bermacam sebab. Penyebab inilah nantinya yang akan menentukan tipe dari kista. Diantara beberapa kista ovarium , tipe folikuler merupakan tipe kista yang paling banyak ditemukan. Cairan yang mengisi kista sebagian besar berupa darah yang keluar dari akibat perlukaan yang terjadi pada pembuluh darah kecil ovarium.Pada beberapa kasus, kista dapat pula diisi oleh jaringan abnormal tubuh seperti rambut dan gigi.
C. PATOFISIOLOGI
Fungsi ovarium yang normal tergantung kepada sejumlah hormone dan kegagalan pembentukan salah satu hormone tersebut bisa mempengaruhi fungsi ovarium. Ovarium tidak akan berfungsi secara normal jika tubuh wanita tidak menghasilkan hormone hipofisa dalam jumlah yang tepat.
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa kista folikular dan luteal yang kadang-kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG.
Kista demikian seringnya adalah multipel dan timbul langsung di bawah lapisan serosa yang menutupi ovarium, biasanya kecil, dengan diameter 1- 1,5 cm dan berisi cairan serosa yang bening, tetapi ada kalanya penimbunan cairan cukup banyak, sampai mencapai diameter 4-5 cm, sehingga teraba massa dan menimbulkan sakit pada daerah pelvis.
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Letak tumor yan tersembunyi dalam rongga perut dan sangat berbahaya dapat menjadi besar tanpa disadari oleh penderita
2. Pertumbuhan primer diikuti oleh infiltrasi kejaringan sekitar yang menyebabkan berbagai keluhan samar-samar:
- Perasaan sebah
- Rasa nyeri pada perut bagian bawah dan panggul
- Makan sedikit terasa cepat kenyang
- Sering kembung
- Nyeri sanggama
- Nafsu makan menurun
- Rasa penuh pada perut bagian bawah
- Gangguan miksi karena adanya tekanan pada kandung kemih dan juga tekanan pada dubur
- Gangguan menstuasi. Pada umumnya tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali tumor itu sendiri mengeluarakan hormon seperti pada tumor sel granulosa yang dapat menyebabkan hipermenorrea.
Akibat Pertumbuhan adalah dengan adanya tumor didalam perut bisa menyebabkan pembengkakan perut. Tekanan pada alat atau organ sekitar disebabkan oleh besarnya tumor atau posisinya dalam perut. Misalnya sebuah kista yang tidak seberapa besar tetapi posisinya terletak didepan uterus sehingga dapat menekan kandung kencing dan menyebabkan gangguan miksi dan sedang kista besar yang terletak didalam rongga perut kadang-kadang hanya menimbulkan rasa berta pada perut. Selain gangguan miksi obstipasi dan oedema pada tungkai dapat terjadi.
E. GAMBARAN KLINIK KISTA OVARIUM
Gejala akibat kista ovarium dapat dijabarkan
1. Akibat Pertumuhan
Menimbulkan rasa berat di abdomen bagian bawah
Menggnggu miksi atau defekasi
Tekanan tumor dapat menimbulkan obstipasi atau odema pada tungkai bawah. Pada tumor yang besar dapat terjadi tdak nafsu makan, rasa sesak
2. Akibat Altifitas Horomnal
Pada umumnya tumor ovarium tidak mngubah pada haid kecuali pada tumor itu sendiri menimbulkan hormon. Tumor sel granulasa dapat menimbulkan hipermenorea dan archenoblastoma dapat menyebabkan menorea (Prawwirohardjo, 2005; 347)
3. Akibat Komplikasi
Perdarahan intra-tumor
Perdarahan menimbulkan gejala klinik nyeri abdomen mendadak dan memerlukan tindakan cepat
Perputaran tangkai
Tumor bertangkai sering terjadi perputaran tangkai secara perlahan sehingga tidak banyak menimbulkan rasa nyeri abdomen. Perputaran tungkai mendadak menimbulkan nyeri abdomen mendadak dan segerqa memerlukan tindakan medis.
Terjadi infieksi pada tumor
Kerna suatu hal terjadi infeksi kista ovarium sehingga menimbulkan gejala infeksi yaitu badan panas, nyeri pada abdomen, mengganggu aktifitas sehari-hari
Robekan dinding Kista
Pada torsi tangkai kista ada kemungkinan terjadi robekan sehingga isi kista tumbuh ke dalam ruangan abdomen
Deerasi ganas kista ovarium
Keganasan kista ovarium kista sering dijumpai :
Kista pada usia sebelum menarche
Kista pada usia di atas 45 tahun
(Manuba, 1998:418)
4. Sindrom Meigs
Sindrom yang disebabkan oleh meigs menyebutkan terdapat fibrosa ovarii, asites, hidrotoraks. Dengan tindakan operasi fibiosa ovarii, maka sindrom akan hilan dengan sendirinya.
(Manuba, 1998:418)
F. KLASIFIKASI
I. Tumor ovarii yang beniqna
A. Kistik
1. Non Neopastik
a. Kista Follikel
Berasal dari folikel de graaf yang tidak berovulasi namun tumbuh terus menjadi kista follikel atau dari beberapa follikel primer yang yang setelah tumbuh dibawah pengaruh estrogen membesar menjadi kista dengan diameter 1-1,5 cm.Tidak jarang ruangan follikel diisi cairan sehingga kista bertambah besar .Biasanya besarnya tidak melebihi sebesar jeruk / lemon .Cairan pada kista dapat mengandung estrogen sehingga dapat meyebabkan gangguan haid.Kista ini akan hilang spontan dalam 2 bulan.
b. Kista Lutein
Pada mola ,korio karsinoma dapat membesar dan menjadi kistik , kista bilateral dan bias menjadi sebesar tinju .Tumbuhnya kista disebabkan hormon korio gonadotropin meningkat .Jika mola dan Ca hilang maka kista mengecil spontan.
c. Kista Stein. Leventhal
Gejala: Infertilitas, amenorrhea,oligomenorrea sekunder dan gemuk hirsutisme tanpa maskulinisasi,ke 2 ovarium membesra ,pucat polikistikn dengan permukaan licin Etiologi:Gangguan hormonal sehingga terdapat gangguan ovulasi karena endometrium hanya dipengaruhi oleh estrogen Diagnosis: berdasarkan gejala,laparaskopi.Terapi: Klomifen Wedge Resction.
d. Endometrioid
Kista ini biasanya unilateral dengan permukaan licin pada dinding dalam terdapat satu lapisan sel yang menyerupai epitel endometrium
e. Peradangan tuba oarial
f. Inclusion germinal
Terjadi karena invaginasi dan isolasi bagian terkecil dari epitel germinativum pada permukaan ovarium. Sering terdapat pada wanita lansia dengan diameter < 1 cm.
2. Neoplastik
a. Cysta denoma mucinosum
Gambaran klinik .Tumor ini lazimnya berbentuk multilokuler dengan permukaan berbagala.Kira kira 10 % dapat mencapai ukuran yang besar dan tidak ditemukan lagi ovarium yang normal.Biasanya unilateral dapat juga dijumpai bilateral.Kista menerima darah dari tangkai kadang kadan dapat terjadi torsi. yang dapat mengakibatkan perdarahan dan perubahan degeneratif didaam kista yang memudahkan perlekatan kista dengan omentum ,usus-usus dan peritonium parietale.Pada pembukaan dinding kista agak tebal pada pembukaan terdapat cairan yang berwarna kuning coklat terdapat dalam satu apisan mempunyai potensi untuk tumbuh eperti stuktur kelenjer dan menjadi kista baru sehingga kista menjadi multilokuler.Jika terdapat robekan pada dinding kista maka jaringan kista dapat tersebar di permukaan peritoneum ronga perut dan pseudomiksosa peritoneum Penanganan : Pengangkatan tumor .Jika pada operasi tumor sudah cukup besar dan sehingga tidak tampak banyak sisa ovarium yang normal biasanay dilkukan pengangkatan ovarium beserta saluran tuba ( salpingo ooferektomi ).Pad waktu pengangkatan sedapatnya dilakukan secara in toto tanpa pungsi terlebih dahulu untuk menghindari terjadinya psedomiksosa peritonei.Jikapaun harus melakukan pungsi mak tutup lubang pada tumor dengan rapi baru setelah itu tumor dikeluarkan Setelah itu perlu dilakukan pemeriksaan histologik dan ovarium yang lain perlu diperiks
b. Cysta denoma Serosa
Menurut Meyer kista berasal dari teratoma. Gambaran klinis terdapat perdarahan dalam kista dan perubahan degeneratif sehingga timbul perlekatan kista denga momentum. Penatalaksanaan dengan pengangkatan kista secara in toto ,pungsi terlebih dahulu dengan atau tanpa salpingo ooferektomi tergantung besarnya kista.
c. Dermoid
Merupakan kista jinak yang struktur ektodermal denagn diferensiasi sempurnaeperti epitel kulit ,gigi,dan produk glandula sebasea.Angka kejadian 10 5 dari seluruh neoplasma kistik dan sering terjadi pada wanita mudadan dapat menjadi besar.Gambaran klinik : dinding kisat kelihatan putih keabuabuan dan agak tipis.Kalu dibelah biasanya nampak sat kista besar dengan ruangan kecil didalamnya.Tumor mengandung elemen ektodermal mesoderma dan ento dermal mak dapat ditemukan kulit rambut kelenjer sebasea ,gigi dll.
B. Solid
1. Fribroma
2. Lymphangioma
3. Mesothelioma
4. Osteochondroma
5. Brenner
II. Tumor Ovarii yang maligna
A. Kisti
1. Cysta denocarcinoma mucinosum
2. Cysta denocarcinoma serosum
3. Epidermoid carcinoma dari kista dermoid
B. Solid
1. Carcinoma
2. Endometrioid carcinoma
3. Mesonephroma
III. Tumor maligna yang lain (jarang)
1. Teratoma
2. Chorionephithelioma
3. Sarcoma
4. Lympoma
5. Melanoma
IV. Tumor-tumor dengan potensi endokrin
1. Dysontogenik : a. Dysgerminoma, biasanya inert
b. Granulosa theca biasanya berpengaruh feminasi
c. Arrahenoblastoma biasanya berpengaruh virilisasi
2. Tumor sisia adignal, biasanya mengadakan virilisasi
3. Adenoma sel hilus, pengaruhnya virilisasi
4. Tumor-tumor dengan matrix yang berfunsi
V. Metastatik
Misalnya tumor krukenberg
Pembagian lain (Hertiq dan gure) didasarkan atas asalnya tumor :
1. Epitel Germinal : Cysta denoma serosum mucinosum endometrioid
2. Jaringan ikat : Saroma fibrosa
3. Tumor sel benih : Dysgerminoma teratoma choricarcinoma
4. Stroma gonade : Arrhenoblastoma tumor granulosatecha
5. Tumor sisia esligial : Mesonephroma tumor sel halus
6. Tumor melastatik
(Padjajaran, bandung bagian obsetri & ginekologi 1981:122)
G. DIAGNOSA
Pembesaran pada abnomen bagian bawah merupakan salah satu keluhan yang mendorong wanita untuk melakukan pemerikasaan . Apabila pemeriksaan ditemukan benjolan perut bagian bawah dan rongga panggul, maka setelah diteliti sifatnya (besarnya, lokalisasi, permukaan, karakteristik apakah dapat dapat dierakkan atau tidak). Pada tumor donum biasanya uterus dapat diraba tersendiri terdapatt dari tumor. Jika tumor oarium tertebak pada garis lincah dalam rongga perut bagian bawah dan tumor itu besar perlu dipikirkan adanya kehamilan atau kandung kemih penuh. Umumnya dengan memikirkan kemungkinan ini , pada pengambilan anamnesis yang cermat dan disertai pemeriksaan tambahan kemungkiinan ini dapat disinkirkan.
Di negara berkembang, karena tidak dioprasi tumor aarium bisa menjadi besar, sehingga menisi rongga perut. Dalam hal ini kadang-kadang sukar untuk menentuikan apakah pembesaran perut disebabkan oleh tumor atau asites fibrosa ovarii 9Sindrom meigs0 dan tumor ovarii menyebabkan asites, tapi bisa di sebabkan oleh penyakit lin seperti sitosis hepatis. Pemeriksaan bimanual sebelum atau sesudah fungsi asites bisa memberi petunjuk apakah ia disebabkan oleh tumor ovarium. Pemeriksaan kimiawi caira dan pemeriksaan histologik sedimen cairan dapat membantu dalam pembuatan dianosis
(Prawirihardjo, 2005:349)
Metode yang dapat membantu pembuatan dianosis antara lain :
1. Laparoskopi
Pemerikasaan ini untuk mengetahui apakah sebuah tumor berasal dari oarium atau tidak dan untuk menentukan sifat-sifat tumor itu.
2. Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ini dapat di tentukan letak dan batas tumor. Apakah tumor berasal dari uterus oarium dan kandung kemih, apakah tumor kisti dan solid dapat dibedakan pula antara cairan dalam rongga perut yang ebas dan yang tidak
3. Foto Rongten
Untuk menentukan hidrotoraks, selanjutnya pada kista dermoid kadang-kadang dapt dilihat adanya gigi dalam tumor penggunaan foto rongten pada pielogram intra ena dan pemasukan bubur barium dalam kolon
4. Parasentesis
Telah disebut bahwa fungsi pada asites berguna untuk menentukan sebab asites perlu diangkat bahwa tindakan tersebut dapa mencemarkan kaum peritosi dengan isi kista bila dinding kista berbusuk
(Prawirihardjo, 2005:350)
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
a. Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.
b. Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
d. Supotif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000)
Dapat dipakai sebagai prinsip bahwa tumor ovarium neoplastik memerlukan operasidan tumor non neoplastik tidak melebihi jeruk nipis dengan diameter 5 cm kemungkinan besar tumor tersebut adalah kista folikel atau kista korpus litium. Jadi tumor non neoplastik tida jarang tumor-tumor tersebut mengalami pengecilan secara spontan dan menghilang sehingga pada pemeriksaan bulanan sebelah beberapa minggu dapat ditemukan ovarium yang kira-kira besarnya normal.
Tindakan operasi pada tumor oarium neoplastik yang tidak ganas adalah pengangkatan tumor dengan mengakan reseksi pada bagian ovarium yang mengandung tumor. Akan tetapi, jika tumornya besar dan ada komplikasi perlu dilakukan pengangkatan oarium biasanya disertai pengangkatan tuba (salpingo-oofo rektomi). Pada saat operasi kedua oarium harus diperiksa untuk mengetahui apakah tumor ditemuan pada satu atau dua oarium.
Pada operasi oarium yang di angkat harus segera dibuka apaah ada keganasan atau tidak. Jika keadaan meragukan, perlu ada waktu operasi dilakukan pemeriksaan sediaan yang di bekukan (frozensection) oleh ahli patologi anatomik untuk mendapatkan tumor ganas atau tidak.
Jika terdapat keganasan, operasi yang tepat ialah histerektomi dan salpingo okerektomi bilateral. Akan tetapi pada wanita muda masih ingin mendapatkan keturunan dengan tingkat keganasan tumor yang rendah (misalnya tumor sel granulosa) dapat dipertanggung jawabkan untuk mengambil resiko dengan melakukan operasi yang tidak beberapa radikal
(Prawirihardjo, 2005:350)
I. KOMPLIKASI
1. Perdarahan dalam kista: Perlahan menimbulan rasa sakit dan kemudian mendadak menjadi akut abdomen.
2. Torsi tangkai kista. Dapat terjadi pada tumor dengan panjang tangkai sekitar 5 cm atau lebih dan ukurannya masih kecil dan gerakan yang terbatas. Sering terjadi pada saat hamil dan asca partumdan saat terjadi akut abdomen.
3. Robekan dinding kista
Disebabkan oleh trauma langsung pada kista ovarii terjadi saat torsikista dan dapat menimbulkan perdarahan akut abdomen
4. Infeksi kista
Menimbulkan gejala dolor , kolor dan fungsiolesa.perut tegang dan panas hasil pemeriksaan laboratorium menujukkan gejala infeksi
5. Degenerasi ganas
Keganasan ovarium silent killer diketahui setelah stadium lanjut sedangkan perubahan tidak jelas.
6. Gejala keganasan kista ovarii: tumor cepat membesar, berbenjol benjol,terdapat asites, tubuh bagian atas kering sedangkan bagian bawah terjadi oedema.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
A. DATA SUBJEKTIF
1. Biodata
Umur penderita cystoma ovarii rata-rata antara 30-60 th. Pendidikan dan tingkat sosial ekonomi yang rendah cenderung terkena cystoma ovarii.
(Hanifa, 2005. Hal 381)
2. Keluhan Utama
Terdapat benjolan di bawah perut. Ada yang terletak di depan uterus dapat menekan kandung kemih dan dapat menimbulkan gangguan nmiksi.
(Prawirohardjo, 2005:347)
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan yang lalu
Pernah menderita penyakit PMS (Penyakit menular seksual)
Penyakit yang berhubungan, (andiloma akuminota, gonorea, adnexitis) (Hanifa, hal 382)
b. Riwayat penyakit
Terdapat benjolan di bagian perut, nyeri abdomen, dismenorea.
c. Riwayat penyakit keluarga
Adanya faktor heredier, karena prematuritas sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu.
4. Riwayat Perkawinan
Menikah lebih dari satu kali, sering berganti-ganti pasangan (multipartner)
5. Riwayat KB
Pemakaian KB IUD diduga mempunyai hubungan dengan cystoma ovarii
6. Riwayat Kebidanan
a. Riwayat menstruasi
Terdapat nyeri hebat saat menstruasi
b. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Tidak bisa memiliki keturunan
7. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Nutrisi
Kystoma ovarii dapat terjadi penurunan nafsu makan
b. Eliminasi
Gangguan pada miksi akibat pembesaran cystoma ovarii dan dapat terjadi gangguan defekasi
(Prawirohardjo, 2005:347)
c. Istirahat
Tumor ovarii dapat menyebabkan nyeri abdomen hipermenoria dan arhenoblastoma dapat menebabkan amenorea yang mengganggu istirahat.
d. Aktifitas
Terganggu akibat rasa nyeri yang timbul
(Prawirohardjo, 2005:342)
B. DATA OBJEKTIF
a. Keadaan umum baik bila tumor ovarii masih kecil tidak menimbulkan gangguan atau keluhan bila klien mengalami nyeri.
Suhu : Dapat normal maupun mengalami peningkatan apabila terjadi infeksi pada tumor
Nadi : Biasanya bila tenang tidak ada penurunan tekanan
Pernafasan : Dapat mengalami peningkatan sehubungan dengan gejala sekunder yaitu sesak nafas karena adanya sirkulasi O2 dalam darah berkurang sehubungan dengan penurunan kadar Hb karena adanya pendarahan.
(Prawirohardjo, 2005:349)
b. Pemeriksaan Fisik
Muka : Pada pasien pada Gynekologis dengan perdarahan banyak pada konjungtiva tampak anemis.
Abdomen : Teraba adanya masa abnormal pada perut bagian bawah konsisten keras Bentuk tidak teratur, gerakan bebas tidak sakit tapi kadang-kadang ditemui nyeri. Terdapat benjolan pada perut bagian bawah/ rongga panggul
Genetalia : Dapat terjadi pengeluaran darah pervagina kadang seelumnya terdapat keputihan yang lama.
Anus : Akan timbula hemoroid, luka dna varises pecah karena keadaan obstipasi akibat penekannan kista ovarii pada remtum.
Ekstermirtas : Penekanan pada pembuluh darah dan pembuluh limfe dari panggul dapat menyebabkan odem tungkai.
(Hanifa, 2005:391)
c. Pemeriksaan Penunjang
USG abdominal dapat membantu dan menegakkan dugaan klinis
Pemeriksaan Laboratorium
Hb akan terjadi penurunan apabila desertai perdarahan yang hebat
Terapi
Pengobatan operasi : Pengangkatan tumor ovarii\um
Pengobatan operatif : Histerektomi dan salpingoooforektomi bilateral
(Prawirohardjo, 2005:349)
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN RENCANA KEPERAWATAN
1. Gangguan Rasa Nyaman Nyeri
Kriteria Hasil:
• Px tidak lagi menyeringai
• Px tidak lagi memegang perut
• Penuruan skala nyeri
Intervensi:
• Beri posisi yang nyaman kepada Px
• Kompres panas maupun dingin
• Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgesic
2. Resiko tinggi terjadinya metastase
• Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian antibiotik
3. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tindakan medis
Kriteria Hasil
• Px mau menerima tindakan keperawatan
• Px responsif terhadap setiap tindakan medis yang dilakukan
• Tidak tampak wajah takut pada Px
Intervensi
• - Menyatakan kesadaran terhadap ansietas dan cara sehat untuk mengatasinya.
• - Mengakui dan mendiskusikan takut.
• - Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatangani.
• - Menunjukkan pemecahan masalah dan pengunaan sumber efektif.
Intervensi :
• a) Observasi peningkatan gelisah, emosi labil.
Rasional : Memburuknya penyakit dapat menyebabkan atau meningkatkan ansietas.
• b) Pertahankan lingkungan tenang dengan sedikit rangsangan.
Rasional : Menurunkan ansietas dengan meningkatkan relaksasi dan penghematan energi.
• c) Tunjukkan/ Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi, bimbingan imajinasi.
Rasional : Memberikan kesempatan untuk pasien menangani ansietasnya sendiri dan merasa terkontrol.
• d) Identifikasi perspsi klien terhadap ancaman yang ada oleh situasi.
Rasional : Membantu pengenalan ansietas/ takut dan mengidentifikasi tindakan yang dapat membantu untuk individu.
• e) Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaan.
Rasional : Langkah awal dalam mengatasi perasaan adalah terhadap identifikasi dan ekspresi. Mendorong penerimaan situasi dan kemampuan diri untuk mengatasi.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer ,Arif.2001.Kapita Selekta Kedokteran .Jakarta : EGC
Prawiroharjo,Sarwono.2005.Ilmu Kandungan .Jakarta : YBPSP
---------.2005.Ilmu Kebidanan .Jakarta : YBPSP
TIM FK UNPADJ.2001.Ginekologi.Bandung : FK UNPADJ
Manuaba ,I Gede Bagus.2004,Kapita Selekta Kedokteran dan KB .Jakarta : EGC
www.askep-askeb-kita.blogspot.com
Tumor ovarium adalah kista yang permukaannya rata dan halus biasanya bertangkai,bilateral dan dapat menjadi besar ( Arif Mansjoer )
Tumor ovarium adalah kista ada yang bersifat neoplastik dan nonneoplastik ( sarwono p ).
Tumor ovarium adalah pertimbuhan jinak yang berkembang dari sel-sel otot polos Kista ovarium merupakan suatu pengumpulan cairan yang terjadi pad indung telur yang dibungkus oleh semacam semacam selaput yang terbentuk dari lapisan terluar dari ovarium ( www.yahoo.com ).
Kista ovarium itu bersifat neoplastik dan non neo plastic. Tumor non neoplastik akibat peradangan umumnya dalam anamnesis menunjukan gejala-gejala ke arah peradangan genetalia dan pada pemeriksaan tumor-tumor akibat peradangan tidak dapat digeraakkan karena perlengkatan. Kista Non neoplastik umumnya tidak menjadi besar dan di antaranya pada lain waktu biasanya hilang sendiri. (Prawirohardjo, 2005:350).
B. ETIOLOGI
Etiologi dari kista ovary belum diketahui secara pasti akan tetapi ada faktor yang menyebabkan tumor ovarium diantaranya :
1. Faktor genetik
2. Wanita yan menderita kanker payudara
3. Riwayat kanker kolon
4. Gangguan hormonal
5. Diet tinggi lemak
6. Merokok
7. Minum alkohol
8. Pengunaan bedak talk perineal
9. Sosial ekonomi yang rendah
Kista ovarium terbentuk oleh bermacam sebab. Penyebab inilah nantinya yang akan menentukan tipe dari kista. Diantara beberapa kista ovarium , tipe folikuler merupakan tipe kista yang paling banyak ditemukan. Cairan yang mengisi kista sebagian besar berupa darah yang keluar dari akibat perlukaan yang terjadi pada pembuluh darah kecil ovarium.Pada beberapa kasus, kista dapat pula diisi oleh jaringan abnormal tubuh seperti rambut dan gigi.
C. PATOFISIOLOGI
Fungsi ovarium yang normal tergantung kepada sejumlah hormone dan kegagalan pembentukan salah satu hormone tersebut bisa mempengaruhi fungsi ovarium. Ovarium tidak akan berfungsi secara normal jika tubuh wanita tidak menghasilkan hormone hipofisa dalam jumlah yang tepat.
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa kista folikular dan luteal yang kadang-kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG.
Kista demikian seringnya adalah multipel dan timbul langsung di bawah lapisan serosa yang menutupi ovarium, biasanya kecil, dengan diameter 1- 1,5 cm dan berisi cairan serosa yang bening, tetapi ada kalanya penimbunan cairan cukup banyak, sampai mencapai diameter 4-5 cm, sehingga teraba massa dan menimbulkan sakit pada daerah pelvis.
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Letak tumor yan tersembunyi dalam rongga perut dan sangat berbahaya dapat menjadi besar tanpa disadari oleh penderita
2. Pertumbuhan primer diikuti oleh infiltrasi kejaringan sekitar yang menyebabkan berbagai keluhan samar-samar:
- Perasaan sebah
- Rasa nyeri pada perut bagian bawah dan panggul
- Makan sedikit terasa cepat kenyang
- Sering kembung
- Nyeri sanggama
- Nafsu makan menurun
- Rasa penuh pada perut bagian bawah
- Gangguan miksi karena adanya tekanan pada kandung kemih dan juga tekanan pada dubur
- Gangguan menstuasi. Pada umumnya tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali tumor itu sendiri mengeluarakan hormon seperti pada tumor sel granulosa yang dapat menyebabkan hipermenorrea.
Akibat Pertumbuhan adalah dengan adanya tumor didalam perut bisa menyebabkan pembengkakan perut. Tekanan pada alat atau organ sekitar disebabkan oleh besarnya tumor atau posisinya dalam perut. Misalnya sebuah kista yang tidak seberapa besar tetapi posisinya terletak didepan uterus sehingga dapat menekan kandung kencing dan menyebabkan gangguan miksi dan sedang kista besar yang terletak didalam rongga perut kadang-kadang hanya menimbulkan rasa berta pada perut. Selain gangguan miksi obstipasi dan oedema pada tungkai dapat terjadi.
E. GAMBARAN KLINIK KISTA OVARIUM
Gejala akibat kista ovarium dapat dijabarkan
1. Akibat Pertumuhan
Menimbulkan rasa berat di abdomen bagian bawah
Menggnggu miksi atau defekasi
Tekanan tumor dapat menimbulkan obstipasi atau odema pada tungkai bawah. Pada tumor yang besar dapat terjadi tdak nafsu makan, rasa sesak
2. Akibat Altifitas Horomnal
Pada umumnya tumor ovarium tidak mngubah pada haid kecuali pada tumor itu sendiri menimbulkan hormon. Tumor sel granulasa dapat menimbulkan hipermenorea dan archenoblastoma dapat menyebabkan menorea (Prawwirohardjo, 2005; 347)
3. Akibat Komplikasi
Perdarahan intra-tumor
Perdarahan menimbulkan gejala klinik nyeri abdomen mendadak dan memerlukan tindakan cepat
Perputaran tangkai
Tumor bertangkai sering terjadi perputaran tangkai secara perlahan sehingga tidak banyak menimbulkan rasa nyeri abdomen. Perputaran tungkai mendadak menimbulkan nyeri abdomen mendadak dan segerqa memerlukan tindakan medis.
Terjadi infieksi pada tumor
Kerna suatu hal terjadi infeksi kista ovarium sehingga menimbulkan gejala infeksi yaitu badan panas, nyeri pada abdomen, mengganggu aktifitas sehari-hari
Robekan dinding Kista
Pada torsi tangkai kista ada kemungkinan terjadi robekan sehingga isi kista tumbuh ke dalam ruangan abdomen
Deerasi ganas kista ovarium
Keganasan kista ovarium kista sering dijumpai :
Kista pada usia sebelum menarche
Kista pada usia di atas 45 tahun
(Manuba, 1998:418)
4. Sindrom Meigs
Sindrom yang disebabkan oleh meigs menyebutkan terdapat fibrosa ovarii, asites, hidrotoraks. Dengan tindakan operasi fibiosa ovarii, maka sindrom akan hilan dengan sendirinya.
(Manuba, 1998:418)
F. KLASIFIKASI
I. Tumor ovarii yang beniqna
A. Kistik
1. Non Neopastik
a. Kista Follikel
Berasal dari folikel de graaf yang tidak berovulasi namun tumbuh terus menjadi kista follikel atau dari beberapa follikel primer yang yang setelah tumbuh dibawah pengaruh estrogen membesar menjadi kista dengan diameter 1-1,5 cm.Tidak jarang ruangan follikel diisi cairan sehingga kista bertambah besar .Biasanya besarnya tidak melebihi sebesar jeruk / lemon .Cairan pada kista dapat mengandung estrogen sehingga dapat meyebabkan gangguan haid.Kista ini akan hilang spontan dalam 2 bulan.
b. Kista Lutein
Pada mola ,korio karsinoma dapat membesar dan menjadi kistik , kista bilateral dan bias menjadi sebesar tinju .Tumbuhnya kista disebabkan hormon korio gonadotropin meningkat .Jika mola dan Ca hilang maka kista mengecil spontan.
c. Kista Stein. Leventhal
Gejala: Infertilitas, amenorrhea,oligomenorrea sekunder dan gemuk hirsutisme tanpa maskulinisasi,ke 2 ovarium membesra ,pucat polikistikn dengan permukaan licin Etiologi:Gangguan hormonal sehingga terdapat gangguan ovulasi karena endometrium hanya dipengaruhi oleh estrogen Diagnosis: berdasarkan gejala,laparaskopi.Terapi: Klomifen Wedge Resction.
d. Endometrioid
Kista ini biasanya unilateral dengan permukaan licin pada dinding dalam terdapat satu lapisan sel yang menyerupai epitel endometrium
e. Peradangan tuba oarial
f. Inclusion germinal
Terjadi karena invaginasi dan isolasi bagian terkecil dari epitel germinativum pada permukaan ovarium. Sering terdapat pada wanita lansia dengan diameter < 1 cm.
2. Neoplastik
a. Cysta denoma mucinosum
Gambaran klinik .Tumor ini lazimnya berbentuk multilokuler dengan permukaan berbagala.Kira kira 10 % dapat mencapai ukuran yang besar dan tidak ditemukan lagi ovarium yang normal.Biasanya unilateral dapat juga dijumpai bilateral.Kista menerima darah dari tangkai kadang kadan dapat terjadi torsi. yang dapat mengakibatkan perdarahan dan perubahan degeneratif didaam kista yang memudahkan perlekatan kista dengan omentum ,usus-usus dan peritonium parietale.Pada pembukaan dinding kista agak tebal pada pembukaan terdapat cairan yang berwarna kuning coklat terdapat dalam satu apisan mempunyai potensi untuk tumbuh eperti stuktur kelenjer dan menjadi kista baru sehingga kista menjadi multilokuler.Jika terdapat robekan pada dinding kista maka jaringan kista dapat tersebar di permukaan peritoneum ronga perut dan pseudomiksosa peritoneum Penanganan : Pengangkatan tumor .Jika pada operasi tumor sudah cukup besar dan sehingga tidak tampak banyak sisa ovarium yang normal biasanay dilkukan pengangkatan ovarium beserta saluran tuba ( salpingo ooferektomi ).Pad waktu pengangkatan sedapatnya dilakukan secara in toto tanpa pungsi terlebih dahulu untuk menghindari terjadinya psedomiksosa peritonei.Jikapaun harus melakukan pungsi mak tutup lubang pada tumor dengan rapi baru setelah itu tumor dikeluarkan Setelah itu perlu dilakukan pemeriksaan histologik dan ovarium yang lain perlu diperiks
b. Cysta denoma Serosa
Menurut Meyer kista berasal dari teratoma. Gambaran klinis terdapat perdarahan dalam kista dan perubahan degeneratif sehingga timbul perlekatan kista denga momentum. Penatalaksanaan dengan pengangkatan kista secara in toto ,pungsi terlebih dahulu dengan atau tanpa salpingo ooferektomi tergantung besarnya kista.
c. Dermoid
Merupakan kista jinak yang struktur ektodermal denagn diferensiasi sempurnaeperti epitel kulit ,gigi,dan produk glandula sebasea.Angka kejadian 10 5 dari seluruh neoplasma kistik dan sering terjadi pada wanita mudadan dapat menjadi besar.Gambaran klinik : dinding kisat kelihatan putih keabuabuan dan agak tipis.Kalu dibelah biasanya nampak sat kista besar dengan ruangan kecil didalamnya.Tumor mengandung elemen ektodermal mesoderma dan ento dermal mak dapat ditemukan kulit rambut kelenjer sebasea ,gigi dll.
B. Solid
1. Fribroma
2. Lymphangioma
3. Mesothelioma
4. Osteochondroma
5. Brenner
II. Tumor Ovarii yang maligna
A. Kisti
1. Cysta denocarcinoma mucinosum
2. Cysta denocarcinoma serosum
3. Epidermoid carcinoma dari kista dermoid
B. Solid
1. Carcinoma
2. Endometrioid carcinoma
3. Mesonephroma
III. Tumor maligna yang lain (jarang)
1. Teratoma
2. Chorionephithelioma
3. Sarcoma
4. Lympoma
5. Melanoma
IV. Tumor-tumor dengan potensi endokrin
1. Dysontogenik : a. Dysgerminoma, biasanya inert
b. Granulosa theca biasanya berpengaruh feminasi
c. Arrahenoblastoma biasanya berpengaruh virilisasi
2. Tumor sisia adignal, biasanya mengadakan virilisasi
3. Adenoma sel hilus, pengaruhnya virilisasi
4. Tumor-tumor dengan matrix yang berfunsi
V. Metastatik
Misalnya tumor krukenberg
Pembagian lain (Hertiq dan gure) didasarkan atas asalnya tumor :
1. Epitel Germinal : Cysta denoma serosum mucinosum endometrioid
2. Jaringan ikat : Saroma fibrosa
3. Tumor sel benih : Dysgerminoma teratoma choricarcinoma
4. Stroma gonade : Arrhenoblastoma tumor granulosatecha
5. Tumor sisia esligial : Mesonephroma tumor sel halus
6. Tumor melastatik
(Padjajaran, bandung bagian obsetri & ginekologi 1981:122)
G. DIAGNOSA
Pembesaran pada abnomen bagian bawah merupakan salah satu keluhan yang mendorong wanita untuk melakukan pemerikasaan . Apabila pemeriksaan ditemukan benjolan perut bagian bawah dan rongga panggul, maka setelah diteliti sifatnya (besarnya, lokalisasi, permukaan, karakteristik apakah dapat dapat dierakkan atau tidak). Pada tumor donum biasanya uterus dapat diraba tersendiri terdapatt dari tumor. Jika tumor oarium tertebak pada garis lincah dalam rongga perut bagian bawah dan tumor itu besar perlu dipikirkan adanya kehamilan atau kandung kemih penuh. Umumnya dengan memikirkan kemungkinan ini , pada pengambilan anamnesis yang cermat dan disertai pemeriksaan tambahan kemungkiinan ini dapat disinkirkan.
Di negara berkembang, karena tidak dioprasi tumor aarium bisa menjadi besar, sehingga menisi rongga perut. Dalam hal ini kadang-kadang sukar untuk menentuikan apakah pembesaran perut disebabkan oleh tumor atau asites fibrosa ovarii 9Sindrom meigs0 dan tumor ovarii menyebabkan asites, tapi bisa di sebabkan oleh penyakit lin seperti sitosis hepatis. Pemeriksaan bimanual sebelum atau sesudah fungsi asites bisa memberi petunjuk apakah ia disebabkan oleh tumor ovarium. Pemeriksaan kimiawi caira dan pemeriksaan histologik sedimen cairan dapat membantu dalam pembuatan dianosis
(Prawirihardjo, 2005:349)
Metode yang dapat membantu pembuatan dianosis antara lain :
1. Laparoskopi
Pemerikasaan ini untuk mengetahui apakah sebuah tumor berasal dari oarium atau tidak dan untuk menentukan sifat-sifat tumor itu.
2. Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ini dapat di tentukan letak dan batas tumor. Apakah tumor berasal dari uterus oarium dan kandung kemih, apakah tumor kisti dan solid dapat dibedakan pula antara cairan dalam rongga perut yang ebas dan yang tidak
3. Foto Rongten
Untuk menentukan hidrotoraks, selanjutnya pada kista dermoid kadang-kadang dapt dilihat adanya gigi dalam tumor penggunaan foto rongten pada pielogram intra ena dan pemasukan bubur barium dalam kolon
4. Parasentesis
Telah disebut bahwa fungsi pada asites berguna untuk menentukan sebab asites perlu diangkat bahwa tindakan tersebut dapa mencemarkan kaum peritosi dengan isi kista bila dinding kista berbusuk
(Prawirihardjo, 2005:350)
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
a. Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.
b. Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
d. Supotif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000)
Dapat dipakai sebagai prinsip bahwa tumor ovarium neoplastik memerlukan operasidan tumor non neoplastik tidak melebihi jeruk nipis dengan diameter 5 cm kemungkinan besar tumor tersebut adalah kista folikel atau kista korpus litium. Jadi tumor non neoplastik tida jarang tumor-tumor tersebut mengalami pengecilan secara spontan dan menghilang sehingga pada pemeriksaan bulanan sebelah beberapa minggu dapat ditemukan ovarium yang kira-kira besarnya normal.
Tindakan operasi pada tumor oarium neoplastik yang tidak ganas adalah pengangkatan tumor dengan mengakan reseksi pada bagian ovarium yang mengandung tumor. Akan tetapi, jika tumornya besar dan ada komplikasi perlu dilakukan pengangkatan oarium biasanya disertai pengangkatan tuba (salpingo-oofo rektomi). Pada saat operasi kedua oarium harus diperiksa untuk mengetahui apakah tumor ditemuan pada satu atau dua oarium.
Pada operasi oarium yang di angkat harus segera dibuka apaah ada keganasan atau tidak. Jika keadaan meragukan, perlu ada waktu operasi dilakukan pemeriksaan sediaan yang di bekukan (frozensection) oleh ahli patologi anatomik untuk mendapatkan tumor ganas atau tidak.
Jika terdapat keganasan, operasi yang tepat ialah histerektomi dan salpingo okerektomi bilateral. Akan tetapi pada wanita muda masih ingin mendapatkan keturunan dengan tingkat keganasan tumor yang rendah (misalnya tumor sel granulosa) dapat dipertanggung jawabkan untuk mengambil resiko dengan melakukan operasi yang tidak beberapa radikal
(Prawirihardjo, 2005:350)
I. KOMPLIKASI
1. Perdarahan dalam kista: Perlahan menimbulan rasa sakit dan kemudian mendadak menjadi akut abdomen.
2. Torsi tangkai kista. Dapat terjadi pada tumor dengan panjang tangkai sekitar 5 cm atau lebih dan ukurannya masih kecil dan gerakan yang terbatas. Sering terjadi pada saat hamil dan asca partumdan saat terjadi akut abdomen.
3. Robekan dinding kista
Disebabkan oleh trauma langsung pada kista ovarii terjadi saat torsikista dan dapat menimbulkan perdarahan akut abdomen
4. Infeksi kista
Menimbulkan gejala dolor , kolor dan fungsiolesa.perut tegang dan panas hasil pemeriksaan laboratorium menujukkan gejala infeksi
5. Degenerasi ganas
Keganasan ovarium silent killer diketahui setelah stadium lanjut sedangkan perubahan tidak jelas.
6. Gejala keganasan kista ovarii: tumor cepat membesar, berbenjol benjol,terdapat asites, tubuh bagian atas kering sedangkan bagian bawah terjadi oedema.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
A. DATA SUBJEKTIF
1. Biodata
Umur penderita cystoma ovarii rata-rata antara 30-60 th. Pendidikan dan tingkat sosial ekonomi yang rendah cenderung terkena cystoma ovarii.
(Hanifa, 2005. Hal 381)
2. Keluhan Utama
Terdapat benjolan di bawah perut. Ada yang terletak di depan uterus dapat menekan kandung kemih dan dapat menimbulkan gangguan nmiksi.
(Prawirohardjo, 2005:347)
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan yang lalu
Pernah menderita penyakit PMS (Penyakit menular seksual)
Penyakit yang berhubungan, (andiloma akuminota, gonorea, adnexitis) (Hanifa, hal 382)
b. Riwayat penyakit
Terdapat benjolan di bagian perut, nyeri abdomen, dismenorea.
c. Riwayat penyakit keluarga
Adanya faktor heredier, karena prematuritas sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu.
4. Riwayat Perkawinan
Menikah lebih dari satu kali, sering berganti-ganti pasangan (multipartner)
5. Riwayat KB
Pemakaian KB IUD diduga mempunyai hubungan dengan cystoma ovarii
6. Riwayat Kebidanan
a. Riwayat menstruasi
Terdapat nyeri hebat saat menstruasi
b. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Tidak bisa memiliki keturunan
7. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Nutrisi
Kystoma ovarii dapat terjadi penurunan nafsu makan
b. Eliminasi
Gangguan pada miksi akibat pembesaran cystoma ovarii dan dapat terjadi gangguan defekasi
(Prawirohardjo, 2005:347)
c. Istirahat
Tumor ovarii dapat menyebabkan nyeri abdomen hipermenoria dan arhenoblastoma dapat menebabkan amenorea yang mengganggu istirahat.
d. Aktifitas
Terganggu akibat rasa nyeri yang timbul
(Prawirohardjo, 2005:342)
B. DATA OBJEKTIF
a. Keadaan umum baik bila tumor ovarii masih kecil tidak menimbulkan gangguan atau keluhan bila klien mengalami nyeri.
Suhu : Dapat normal maupun mengalami peningkatan apabila terjadi infeksi pada tumor
Nadi : Biasanya bila tenang tidak ada penurunan tekanan
Pernafasan : Dapat mengalami peningkatan sehubungan dengan gejala sekunder yaitu sesak nafas karena adanya sirkulasi O2 dalam darah berkurang sehubungan dengan penurunan kadar Hb karena adanya pendarahan.
(Prawirohardjo, 2005:349)
b. Pemeriksaan Fisik
Muka : Pada pasien pada Gynekologis dengan perdarahan banyak pada konjungtiva tampak anemis.
Abdomen : Teraba adanya masa abnormal pada perut bagian bawah konsisten keras Bentuk tidak teratur, gerakan bebas tidak sakit tapi kadang-kadang ditemui nyeri. Terdapat benjolan pada perut bagian bawah/ rongga panggul
Genetalia : Dapat terjadi pengeluaran darah pervagina kadang seelumnya terdapat keputihan yang lama.
Anus : Akan timbula hemoroid, luka dna varises pecah karena keadaan obstipasi akibat penekannan kista ovarii pada remtum.
Ekstermirtas : Penekanan pada pembuluh darah dan pembuluh limfe dari panggul dapat menyebabkan odem tungkai.
(Hanifa, 2005:391)
c. Pemeriksaan Penunjang
USG abdominal dapat membantu dan menegakkan dugaan klinis
Pemeriksaan Laboratorium
Hb akan terjadi penurunan apabila desertai perdarahan yang hebat
Terapi
Pengobatan operasi : Pengangkatan tumor ovarii\um
Pengobatan operatif : Histerektomi dan salpingoooforektomi bilateral
(Prawirohardjo, 2005:349)
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN RENCANA KEPERAWATAN
1. Gangguan Rasa Nyaman Nyeri
Kriteria Hasil:
• Px tidak lagi menyeringai
• Px tidak lagi memegang perut
• Penuruan skala nyeri
Intervensi:
• Beri posisi yang nyaman kepada Px
• Kompres panas maupun dingin
• Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgesic
2. Resiko tinggi terjadinya metastase
• Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian antibiotik
3. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tindakan medis
Kriteria Hasil
• Px mau menerima tindakan keperawatan
• Px responsif terhadap setiap tindakan medis yang dilakukan
• Tidak tampak wajah takut pada Px
Intervensi
• - Menyatakan kesadaran terhadap ansietas dan cara sehat untuk mengatasinya.
• - Mengakui dan mendiskusikan takut.
• - Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatangani.
• - Menunjukkan pemecahan masalah dan pengunaan sumber efektif.
Intervensi :
• a) Observasi peningkatan gelisah, emosi labil.
Rasional : Memburuknya penyakit dapat menyebabkan atau meningkatkan ansietas.
• b) Pertahankan lingkungan tenang dengan sedikit rangsangan.
Rasional : Menurunkan ansietas dengan meningkatkan relaksasi dan penghematan energi.
• c) Tunjukkan/ Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi, bimbingan imajinasi.
Rasional : Memberikan kesempatan untuk pasien menangani ansietasnya sendiri dan merasa terkontrol.
• d) Identifikasi perspsi klien terhadap ancaman yang ada oleh situasi.
Rasional : Membantu pengenalan ansietas/ takut dan mengidentifikasi tindakan yang dapat membantu untuk individu.
• e) Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaan.
Rasional : Langkah awal dalam mengatasi perasaan adalah terhadap identifikasi dan ekspresi. Mendorong penerimaan situasi dan kemampuan diri untuk mengatasi.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer ,Arif.2001.Kapita Selekta Kedokteran .Jakarta : EGC
Prawiroharjo,Sarwono.2005.Ilmu Kandungan .Jakarta : YBPSP
---------.2005.Ilmu Kebidanan .Jakarta : YBPSP
TIM FK UNPADJ.2001.Ginekologi.Bandung : FK UNPADJ
Manuaba ,I Gede Bagus.2004,Kapita Selekta Kedokteran dan KB .Jakarta : EGC
www.askep-askeb-kita.blogspot.com
Langganan:
Postingan (Atom)