2.1. Pengertian Asfiksia
Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 1989).
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998).
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000).
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001).
Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).
2.2. Jenis Asfiksia
Ada dua macam jenis asfiksia, yaitu :
1. Asfiksia livida (biru)
Warna kulit kebiruan, tonus otot masih baik, reaksi rangsangan positif, bunyi jantung masih teratur, prognosis lebih baik
2. Asfiksia pallida (putih)
Warna kulit pucat, tonus otot sudah kurang, reaksi rangsangan negatif, bunyi jantung tak teratur, prognosis jelek.
2.3. Klasifikasi asfiksia
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR :
a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
2.4. Etiologi
a. Secara umum biasanya terjadi pada :
Biasanya terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan komplikasi, misalnya DM, PEB, eritroblastosis fetalis, kelahiran kurang bulan.
Terjadi apabila saat lahir bayi mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2.
Faktor yang terdapat pada janin / bayi karena sperti adanya gangguan aliran tali pusat yang menumbung, tali pusat melilit leher.
Terjadinya depresi pernapasan bayi karena obat / analgetik yang diberikan pada ibu.
Adanya gangguan tumbuh kembang intrauterin dan kelainan bawaan (aplasia paru, atresia saluran napas).
b. Asfiksia dalam persalinan
1) Kekurangan O2.
o Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)
o Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu sirkulasi darah ke uri.
o Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
o Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.
o Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
o Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
o Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.
2) Paralisis pusat pernafasan
o Trauma dari luar seperti oleh tindakan forseps
o Trauma dari dalam : akibat obet bius.
2.5. Faktor Predisposisi Asfiksia
1) Faktor ibu, meliputi amnionitis, anemia, diabetes hioertensi ynag diinduksi oleh kehamilan, obat-obatan iinfeksi.
2) Faktor uterus, meliputi persalinan lama, persentasi janin abnormal.
3) Faktor plasenta, meliputi plasenta previa, solusio plasenta, insufisiensi plasenta.
4) Faktor umbilikal, meliputi prolaps tali pusat, lilitan tali pusat.
5) Faktor janin, meliputi disproporsi sefalopelvis, kelainan kongenital, kesulitan kelahiran.
2.6. Manisfestasi klinis
1) Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
• Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
• Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
• Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
2) Pada bayi setelah lahir
• Bayi pucat dan kebiru-biruan
• Usaha bernafas minimal atau tidak ada
• Hipoksia
• Asidosis metabolik atau respiratori
• Perubahan fungsi jantung
• Kegagalan sistem multiorgan
• Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.
2.7. Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
2.8. Pathway Asfiksia Neonatorum
2.9. Kemungkinan Yang Sering Muncul
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
1) Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
2) Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
3) Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
4) Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
2.10. Penatalaksanaan
1) Prosedur
a) Persiapan sebelum bayi lahir (bayi dengan resiko tinggi terjadinya asfiksia) :
• Siapkan obat
• Periksa alat yang akan digunakan, antara lain :
- Alat penghisap lendir ( jangan elektrik ), sungkup
- Tabung O2 terisi
- Handuk, gunting tali pusat, penjepit tali pusat, Natrium bicarbonat.
b) Pada waktu bayi lahir :
Sejak muka bayi terlihat, bersihkan muka, kemudian hidung dan mulut, hisap lendir secara hati-hati.
2) Penatalaksanaan untuk Asfiksia :
• Posisi bayi trendelenburg dengan kepala miring.
• Bila sudah bernapas spontan letakkan dengan posisi horizontal.
3) Penilaian Apgar Score
• Apgar Score 7 – 10 :
- Bersihkan jalan napas dengan kateter dari lubang hidung, sambil melihat adanya atresia choane, kemudian bersihkan jalan napas dengan kateter melalui mulut sampai nasopharynx. Kecuali pada bayi asfiksia yang air ketubannya mengandung meconeum.
- Bayi dibersihkan ( boleh dimandikan ) kemudian dikeringkan, termasuk rambut kepala.
- Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya sekitar 2 – 4 jam.
• Apgar Score 4 – 6 :
- Jangan dimandikan, cukup dikeringkan termasuk rambut kepala.
- Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki,
maksimum 15 – 30 detik.
- Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong
( lebih baik yang dihangatkan )
- Apgar Score 4 – 6 dengan detak jantung > 100
- Lakukan bag and mask ventilation dan pijat jantung.
• Apgar Score 0 – 3 :
- Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan
hipotermia dengan segala akibatnya.
- Jangan diberi rangsangan taktil.
- Jangan diberi obat perangsang napas.
- Segera lakukan resusitasi.
4) Resusitasi
• Apgar Score 0 – 3 :
- Jangan diberi rangsangan taktil
- Lakukan segera intubasi dan lakukan ventilasi
- Mouth to tube atau pulmonator to tube
- Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth
respiration atau mask and pulmonator respiration, kemudian bawa ke ICU.
• Ventilasi Biokemial :
- Lakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan Natrium bicarbonat. Bila fasilitas blood gas tidak ada, berikan Natrium bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis 2 – 4 mEq/ kg BB, maksimum 8 mEq/ kg BB/ 24 jam.
- Ventilasi tetap dilakukan.
- Pada detak jantung.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI
DENGAN ASFIKSIA NEONATORUM
1. Pengkajian
1) Pengkajian Umum :
a. Identitas klien / bayi dan keluarga
b. Riwayat kehamilan ibu dan persalinan ibu
c. Pengukuran hasil nilai apgar score
Klasifikasi klinik nilai APGAR :
• Asfiksia berat ( nilai APGAR 0-3)
Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian oksigen terkendali. Karena selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan natrikus bikarbonat 7,5% dengan dosis 2,4 ml per kg berat badan, dan cairan glucose 40%1-2 ml/kg berat badan, diberikan via vena umbilikalis.
• Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6).
Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas kembali.
• Bayi normal atau asfiksia ringan ( nilai APGAR 7-9).
• Bayi normal dengan nilai APGAR 10
Asfiksia berat dengan henti jantung, dengan keadaan bunyi jantung menghilang setelah lahir, pemeriksaan fisik yang lain sama dengan asfiksia berat.
2) Pengkajian dasar data neotalus
a. Sirkulasi
- Nadi apical mungkin cepat/tidak dan teratur/tidak.
- Murmur jantung yang dapat didengar.
b. Neurosensori
- Tubuh panjang, kurus, lemas dengan perut agak buncit.
- Ukuran kepala besar dalam hubungan dengan tubuh, sutura mungkin mudah digerakkan, fontanel mungkin besar.
- Reflek tergantung pada usia gestasi.
c. Pernapasan
- Nilai apgar mungkin rendah
- Pernapasan mungkin dangkal, tidak teratur
- Mengorok, pernapasan cuping hidung, retrakasi suprasternal
- Adanya bunyi mengi selama fase inspirasi dan ekspirasi
- Warna kulit
d. Keamanan
- Suhu berfluktuasi dengan mudah
- Menangis mungkin lemah
- Menggunakan otot-otot bantu napas
e. Makanan / Cairan
- Berat badan kurang dari 2500 gr
2. Diagnosa Keperawatan
a) Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
b) Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
c) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya hipovolemia
3. Intervensi Keperawatan
a) Diagnosa : Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
• Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola nafas menjadi efektif.
• NOC : Status respirasi : Ventilasi
• Kriteria hasil :
- Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.
- Ekspansi dada simetris.
- Tidak ada bunyi nafas tambahan.
- Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.
• Intervensi :
- Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan
pengisapan lender.
- Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.
- Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi.
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alat bantu nafas
- Siapkan pasien untuk ventilasi mekanik bila perlu.
- Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan.
b) Diagnosa : Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
• Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pertukaran gas teratasi.
• NOC : Status respiratorius : Pertukaran gas
• Kriteria hasil :
- Tidak sesak nafas
- Fungsi paru dalam batas normal
• Intervensi: :
- Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum.
- Pantau saturasi O2 dengan oksimetri
- Pantau hasil Analisa Gas Darah
c) Diagnosa : Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya hipovolemia
• Tujuan : Menunjukan peningkatan perfusi sesuai secara individual
• Kriteria hasil:
- Status mental dalam keadaan normal
- Irama jantung dan nadi perifer dalam batas normal
- Tidak ada sianosis sentral atau perifer
- Kulit hangat
- Keluaran urine dan berat jenis dalam batas normal
• Intervensi:
- Mempertahankan output yang normal dengan cara mempertahankan intake dan output
- Kolaborasi dalam pemberian diuretik sesuai indikasi
- Memonitor laboratorium urine lengkap
- Memonitor pemeriksaan darah
4. Evaluasi
1) Menunjukan curah jantung dalam batas normal
2) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan jalan nafas lancar.
3) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola nafas menjadi efektif.
4) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pertukaran gas teratasi.
5) Menunjukan peningkatan perfusi sesuai secara individual
6) Mengidentifikasi/ intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi
7) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan risiko cidera dapat dicegah
8) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suhu tubuh normal.
9) Menunjukan atau melaporkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan tidak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, tanda vital dalam rentang normal.
10) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan koping keluarga adekuat.
Klasifikasi klinik nilai APGAR:
a) Asfiksia berat ( nilai APGAR 0-3 )
Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian oksigen terkendali. Karena selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan natrikus bikarbonat 7,5% dengan dosis 2,4 ml per kg berat badan, dan cairan glucose 40%1-2 ml/kg berat badan, diberikan via vena umbilikalis.
b) Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)
Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas kembali.
c) Bayi normal atau asfiksia ringan ( nilai APGAR 7-9).
d) Bayi normal dengan nilai APGAR 10
Asfiksia berat dengan henti jantung, dengan keadaan bunyi jantung menghilang setelah lahir, pemeriksaan fisik yang lain sama dengan asfiksia berat.
Pemeriksaan Diagnostik
a) Analisa gas darah ( PH kurang dari 7,20 )
b) Penilaian APGAR Score meliputi (Warna kulit, frekuensi jantung, usaha nafas, tonus otot dan reflek)
c) Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah timbul komplikasi
d) Pengkajian spesifik
Penatalaksanaan
Tujuan utama mengatasi asfiksia adalah untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul di kemudian hari. Tindakan yang dikerjakan pada bayi lazim disebut resusitasi bayi baru lahir.
Sebelum resusitasi dikerjakan, perlu diperhatikan bahwa :
a) Faktor waktu sangat penting. Makin lama bayi menderita asfiksia, pertumbuhan homeostasis yang timbul makin berat. Resusitasi akan semakin sulit dan kemungkinan timbulnya sekuele akan meningkat
b) Kerusakan yang timbul pada bayi akibat anoksia/ hipoksia antenatal tidak dapat diperbaiki, tetapi kerusakan yang akan terjadi karena anoksia/hipoksia paska natal harus dicegah dan diatasi.
c) Riwayat kehamilan dan persalinan akan memberikan keterangan yang jelas tentang faktor penyebab terjadinya depresi pernafasan pada bayi baru lahir
d) Penilaian bayi baru lahir perlu dikenal baik, agar resusitasi yang dilakukan dapat dipilih dan ditentukan secara cepat dan tepat.
Prinsip dasar resusitasi yang perlu diingat adalah:
a) Membersihkan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan, yaitu agar oksigenasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancar.
b) Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan usaha pernafasan lemah.
c) Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi
d) Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.
Tindakan Umum :
a) Pengawasan suhu tubuh
Pertahankan suhu tubuh agar bayi tidak kedinginan, karena hal ini akan memperburuk keadaan asfiksia.Bayi baru lahir secara relative banyak kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu tubuh. Penurunan suhu tubuh akan mempertinggi metabolisme sel sehingga kebutuhabn oksigen meningkat. Perlu diperhatikan agar bayi mendapat lingkungan yang hangat segera setelah lahir. Jangan biarkan bayi kedinginan (membungkus bayi dengan kain kering dan hangat), Badan bayi harus dalam keadaan kering, jangan memandikan bayi dengan air dingin, gunakan minyak atau baby oil untuk membersihkan tubuh bayi. Kepala ditutup dengan kain atau topi kepala yang terbuat dari plastic
b) Pembersihan jalan nafas
Saluran nafas atas dibersihkan dari lendir dan cairan amnion dengan pengisap lendir, tindakan ini dilakukan dengan hati- hati tidak perlu tergesa- gesa atau kasar. Penghisapan yang dilakukan dengan ceroboh akan timbul penyulit seperti: spasme laring, kolap paru, kerusakan sel mukosa jalan nafas. Pada asfiksia berat dilakukan resusitasi kardiopulmonal.
c) Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan
Bayi yang tidak memperlihatkan usaha bernafas selama 20 detik setelah lahir dianggap telah menderita depresi pernafasan. Dalam hal ini rangsangan terhadap bayi harus segera dilakukan. Pengaliran O2 yang cepat kedalam mukosa hidung dapat pula merangsang reflek pernafasan yang sensitive dalam mukosa hidung dan faring. Bila cara ini tidak berhasil dapat dilakukan dengan memberikan rangsangan nyeri dengan memukul kedua telapak kaki bayi.
Therapi cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksi
1. Tujuan Pemberian Cairan untuk Bayi Baru Lahir dengan asfiksia :
a) Mengembalikan dan mempertahankan keseimbangan cairan
b) Memberikan obat- obatan
c) Memberikan nutrisi parenteral
d) Keuntungan dan kerugian therapy Cairan
2. Keuntungan :
a) Efek therapy segera tercapai karena penghantaran obat ketempat target berlangsung cepat
b) Absorbsi total, memungkinkan dosis obat lebih tepat dan therapy lebih dapat diandalkan
c) Kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek therapy dapat dipertahankan maupun dimodifikasi.
d) Ras sakit dan iritasi obat- obat tertentu jika diberikan intramuscular dan subkutan dapat dihindari.
e) Sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorpsi dengan rute lain karena molekul yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinal.
3. Kerugian :
a) Resiko toksisitas/anapilaktik dan sensitivitas tinggi
b) Komplikasi tambahan dapat timbul :
• Kontaminasi mikroba melalui sirkulasi
• Iritasi vaskuler ( spt phlebitis )
• Inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan.
Peran Perawat terhadap Therapi Cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksia
a) Memastikan tidak ada kesalahan maupun kontaminasi cairan infuse maupun kemasannya.
b) Memastikan cairan infuse diberikan secara benar (pasien, jenis cairan, dosis, cara pemberian dan waktu pemberian)
c) Memeriksa kepatenan tempat insersi
d) Monitor daerah insersi terhadap kelainan
e) Mengatur kecepatan tetesan sesuai dengan program
f) Monitor kondisi dan reaksi pasien
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Hassan, R dkk. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid 3. Jakarta : Informedika
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius.
Santosa, B. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : Prima Medika.
Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Criteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC
Manuaba, I. B. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta : EGC
Erwin Sarwono et al, Asfiksia Neonatorum, Pedoman Diagnosa dan Terapi Lab/UPF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, 1994
Fatimah Indarso, Resusitasi Pada Kegawatan Nafas Bayi Baru Lahir, Kumpulan Makalah Pelatihan PPGD Bagi Dokter, JICA, RSUD Dr. Soetomo, Dinkesda Tk.I Jatim, 1999
Tidak ada komentar:
Posting Komentar